22. Hampir Menuju Akhir

310 61 4
                                    

"Vic, lo belum jawab pertanyaan gue."

Sam menghalangi langkah kaki Vicky yang baru saja mau menyentuh pintu kamarnya. Maka dara berusia 19 tahun itupun memundurkan tubuhnya kebelakang, menatap sosok dihadapannya ini dengan tatapan seolah hendak melayangkan protes, namun berakhir hanya dengan sunyi yang melanda keduanya.

"Kenapa sih hal kayak gitu aja harus dipertanyain?" Tanya Vicky balik, dan Sam hanya terdiam tidak membalas sepatah katapun.

"Kak Sam kakaknya Johny, dan Kak Sam juga baik. Masa iya Vicky harus bilang ke orang-orang kalau kakak nyebelin? Kakak jahat? Bikin Vicky sampai mimpi buruk dan lain-lain?!" Sambung gadis itu lagi, memberi pernyataan lanjutan akan statement-nya barusan.

"Cuman buat mengakhiri semuanya ini aja Vic. Bikin seolah-olah lo benci sama gue, dan setelah itu kita putus. Beres kan? Orang-orang jadi gak bertanya-tanya tentang alasan putusnya kan?" Balas Sam kepada Vicky.

Namun sayangnya, mengucapkan kata putus dari mulutnya tidak bisa semudah Sam mengatakan kalimat itu. Bahkan kini Vicky hanya mengulum bibir rapat-rapat dan menunduk sebelum menggeleng kuat-kuat. Tidak, ia masih belum bisa bertindak sejauh itu.

"Vic, ayolah..." Sam nampak memelas.

"Kenapa harus Vicky yang bikin seolah-olah Kakak orang jahat disini? Lagipula yang mulai semua ini kan kakak? Kakak yang pertama kali bilang ke orang-orang kalau kita pacaran, jadi Kakak juga yang akhiri semuanya. Jangan paksa Vicky buat ngomong sesuatu yang Vicky gak suka."

"Vic? Lo seriusan gak bisa bilang kayak gitu doang? Padahal disini gue mikirin lo, gue gak mau reputasi lo jelek di kampus." Sam nampak bernafas dengan tempo cepat, pertanda emosinya ikut terpancing sekarang. "Apa kata orang-orang kalau tahu yang mutusin itu gue? Mereka pasti mikir yang enggak-enggak tentang lo kalau fakta kita putus keluar dari mulut gue."

"Terus, apa bedanya kalau keluar dari mulut Vicky? Reputasi Kak Sam juga bakal jelek."

"Gue gak peduli Vic, toh sebentar lagi gue bakalan keluar. Tapi lo? Lo masih panjang perjalanannya disini, dan lo juga perempuan, bisa-bisa harga diri lo di cap remeh sama cowok-cowok lain yang mungkin sekarang ini lagi suka sama lo, dan mereka lagi nunggu-nunggu kabar kita putus."

Seketika Vicky merasakan sesuatu yang tidak beres. Ia merasa sesak di dalam dadanya semakin menyiksa, dan sebulir air mata tanpa permisi mengalir pada pipinya begitu saja.

"Atau gak masalah kalau gue yang bilang ke orang-orang tentang kabar putus kita. Tapi gue bakal tetap bikin lo sebagai pemeran protagonisnya disini." Pria berkulit seputih susu itu mengangguk-angguk pelan dan tersenyum tipis ketika mendapatkan gong pada diskusi mereka di sore menuju malam hari ini.

Ya, hanya mereka berdua, di lorong apartemen yang sepi.

"Kenapa sih Kak Sam terlalu mikirin ini? Padahal bisa kan kita berdua gak mendapat nilai buruk dari teman-teman. Kenapa harus ada yang dikorbankan?" Tanya Vicky lagi, dengan suara bindeng akibat menahan tangis. Tapi anehnya, Sam masih belum bertanya alasan mengapa gadis itu menitikkan air mata sampai detik ini.

"Memang lo punya rencana apa Vic?" Tanya Sam yang akhirnya mengalah.

"Kita diemin aja semuanya, mereka gak perlu tahu kabar kita putus atau lanjut. Bahkan sekalipun kak Jayden sama kak Aysha pacaran, terus kak Sam lulus, kita anggap aja perjanjian ini angin lalu. Bisa kan?"

"Angin lalu? Ck! Vic, gue gak mau terjebak di hal-hal kayak begini. Mending jelas-jelas kita akhiri dan semuanya selesai."

"Terjebak?"

"Ya, terjebak."

"Bukannya disini seharusnya Vicky yang dijebak? Sementara kakak yang ngejebak Vicky?"

MR. PRANKSTERWhere stories live. Discover now