23. Akhir dari Perjuangan

310 61 9
                                    

Dua menit berlalu, dan yang terjadi di tempat ini hanyalah sunyi yang bersuara kencang sekali.

Sam tak tahu lagi apa yang harus ia perbuat sehabis ini. Jangankan mengatakan sepatah dua patah kata, menatap manik mata gadis itupun dia tak berani. Sama halnya dengan Sam, gadis berusia 19 tahun nan setengah kesadarannya itu hilang pun sama halnya begitu. Ia hanya menunduk dan sepertinya akan tertidur sebentar lagi.

"Vic kira, Vic udah mulai terbiasa jadi korban kejahilannya Kak Sam. Vic gak akan marah, Vic gak akan ngambek, Vic gak akan sakit hati kalau Kak Sam jahilin sama ngomelin Vicky terus," secara tiba-tiba gadis itu bersuara dengan surai yang jatuh menghalangi pandangan Sam kepadanya, "tapi yang kali ini kok sakit?" Sambung gadis itu lagi.

Perkataan terakhir Vicky sontak membuat Sam berhasil menoleh kepadanya. Walau ia tak bisa melihat raut wajah gadis itu sekarang, tetapi Sam tetap setia memandangi surai indah Vicky tanpa bersuara sepatah katapun.

Ia bingung sekarang, sangat amat bingung.

"Kak Sam bilang sesuatu, Vicky mau denger..." akhirnya ia mengangkat kepalanya dan menatap mata Sam dengan tatapan sayu serta rambut yang berantakan. Maka kini Sam lah yang berdehen pelan, ditodong untuk membuka suara.

"Lo m-mungkin cuman terbawa perasaan Vic. Mungkin karena kita bareng terus makanya lo bisa ngerasa begitu. Siapa tahu perasaan lo hilang kalau kita pisah nanti kan?" Itulah perkataan yang keluar dari mulut Sam pada akhirnya.

"Oh, jadi Vicky ditolak?" Gumam gadis itu pelan.

"Enggak, lo gak ditolak. Tapi kan kita masih bisa terus bareng? Kita gak perlu pacaran buat--"

"Vic gak mau!"

Suara Vicky yang meninggi membuat Sam sontak mengulum bibirnya dan tersenyum tipis. Walau rasanya sulit sekali mengulas senyum di situasi seperti ini, tetapi pria itu tetap mempertahankan lengkungan pada bibirnya. Waktu mereka mungkin tidak banyak, maka sebelum teman-teman Vicky datang, Sam harap topik ini sudah berganti.

"Gak apa-apa kalau Kak Sam mau bercandain baju pink Vicky, mau ledekin kebiasaan makan Vicky, atau sikap Vicky yang suka milih-milih. Tapi perasaan Vicky jangan dijadiin bercandaan juga Kak." ia menepuk-nepuk dadanya pelan sebelum menatap Sam dengan tatapan sayu, dan tiba-tiba...

"Huek!!!"

"VIC!"

✳✳✳

Pagi yang indah, di terminal bus.

Aysha nampak dibantu Jayden untuk memasukkan barang ke dalam bagasi bus, sebelum keduanya berpisah. Sejujurnya ini bukan perpisahan sesungguhnya yang mana mereka tidak akan bertemu sama sekali selama berbulan-bulan, atau akan kehilangan kontak dalam waktu yang cukup lama. Maka dari itu, Aysha tidak terlalu larut akan kata 'perpisahan' yang sebentar lagi melanda mereka berdua. 

Namun lain halnya dengan gadis tersebut, Jayden justru merasakan sebaliknya. Tepat begitu Aysha berbalik badan kebelakang, didapatinya Jay tengah terdiam memandangi tubuhnya sedari tadi. Tatapan pria itu tidak memiliki makna apa-apa, bahkan ketika Aysha mengangkat kedua alisnya pertanda bertanya menganai alasan dibalik pandangan mata Jay, pria itu hanya tersenyum tipis dan menggeleng pelan dengan mata terpejam singkat. 

"Lo kenapa?" Tanya Aysha pada akhirnya. 

"Gue gak apa-apa. Buruan gih masuk, lima menit lagi berangkat kan bisnya?" Balas Jayden. 

"Ah, enggak kok. Tuh, masih banyak bangku yang kosong." Gadis berkardigan coklat muda itu nampak mengadah keatas demi melihat situasi di dalam bis. Benar saja, masih setengah kursi terisi di dalam sana, maka Aysha kembali menoleh kepada Jayden dan tersenyum tipis. "Gue tunggu disana, janji ya harus dateng?" Gadis itu mengacungkan jari telunjuknya kepada pria dihadapannya ini, dan Jaydenpun lagi-lagi hanya tersenyum mengangguk. 

MR. PRANKSTERWhere stories live. Discover now