Raut wajah Tanzil benar-benar dingin, laki-laki itu menatap tajam ke arah Luby. "Urusan lo sama gue, bukan sama Rora." tegasnya.

"Jio? Kenapa kamu bela Rora?..." suara Luby tedengar kecewa.

Tanzil menautkan jemarinya pada jemari Rora, dengan tegas menatap Luby. "Dia pacar gue! Berapa kali gue harus bilang ke lo supaya tetap pada batasan lo!" ujarnya.

"Gue emang pengen Rora ancur! Tapi gimana kalo Tanzil tau gue ikut andil gimana?"

"Itu resiko! Lo nggak bisa egois, Luby!"

Tiba-tiba suara itu mengalun di pengeras suara, Luby yang merasa itu adalah suaranya menunduk takut juga malu. Tanpa pikir panjang, ia langsung berlari menjauh dari kerumunan yang tengah menjadikan ia sebagai tontonan.

"Luby tungguuu!" Rora mengejar, ia butuh penjelasan dari gadis itu.

"Gila, rame banget." celetuk Boy, "Kalian jangan ikut campur dulu, biarin ini jadi urusan mereka bertiga." sambung Boy ketika teman-temannya hendak ikut mengejar Luby bersama Tanzil.

Luby menghentikan langkahnya ketika ia berada di koridor yang sepi, air matanya sudah mengalir deras membasahi pipinya. "Arghhhh!"

"Luby! Gue butuh penjelasan dari lo!" ucap Rora ketika berhasil mengejar gadis itu.

"Apalagi, Ra?! Apalagiiii?!"

"Jelasin sama gue, kenapa lo bisa sebenci itu sama gue! Dan ada apa sama Tika?"

Luby mengusap air matanya, "Iya! Gue yang sebarin berita kalo lo cuma anak angkat, dan gue juga yang suruh Tika bully lo!"

Rora menggeleng tak percaya, "Salah gue apa?"

Tawa Luby terdengar, dia menatap Rora dengan tatapan kebencian. "Stop tanya salah lo apa! Gue muak, Ra!" bentaknya.

"Kenapa lo lakuin ini semua sama gue?!" bentak Rora ikut meninggikan suaranya.

Luby cukup dibuat terkejut oleh bentakan Rora, dia tidak menyangka gadis itu akan berani.

"Lo ambil Jio.. Lo ambil satu-satunya tempat yang gue jadiin rumah.." suara Luby lirih, terdengar pilu.

"Lo punya segalanya, Ra.. Lo punya orangtua yang sayang sama lo, lo punya sahabat yang selalu ada buat lo, dan lo juga bisa di terima baik oleh semua orang! HIDUP LO ITU SEMPURNAAA!"

suara Luby semakin meninggi, ia mengeluarkan semua unek-uneknya. "Sedangkan gue? Gue cuma punya Papah dan Jio... Tapi lo rebut Jio!"

Dengan keras Luby mendorong Rora ke arah dinding, membuat gadis itu terbentur dan tubuhnya merosot ke lantai. Rora menahan panas dan perih di lengannya. Ia perlahan bangkit, untung saja kepalanya tidak terbentur.

"Mau lo apa?!"

"Mau gue itu lo hengkang dari sini! Gue benci sama lo, Ra! Gue benciiii!"

"Lo cuma bisa sembunyi di belakang para pembela lo! Lo pengecutttt!"

Dengan lantang Luby berteriak tepat di depan Rora. Tepat ketika ia hampir melukai Rora lagi, Tanzil datang dan dengan segera berdiri di depan Rora. "Lo apaan sih?!" bentak pada Luby seraya menyentak tangan gadis itu.

"Diem, Jio! Kamu minggirrrr!" Luby berusaha mendorong tubuh Tanzil namun gagal. Tenaganya tidak lebih besar dari cowok itu.

"Semakin lo kayak gini, semakin gue yakin buat jauhin lo! Selama ini gue berusaha sabar, tapi kenapa lo nggak ngertiii!" bentak Tanzil.

Tubuh Luby merosot ke lantai, tangisnya semakin deras meski tak bersuara. Keadaannya kacau, jauh dari kata rapih.

"Tika di keluarin dari sekolah gara-gara lo! Lagi-lagi lo cuma bisa berlindung di balik badan bokap lo itu! Lo lemah, Rora!" seru Luby.

TANZIRAWhere stories live. Discover now