Kelompok Pertemanan (Warning 18+)

9 7 0
                                    

WARNING! RATE 18+
CERITA MENGANDUNG UNSUR BERDARAH DAN KEKERASAN! TIDAK PATUT UNTUK DITIRU!

Aku memiliki empat sahabat. Bisa dibilang kami adalah kelompok pertemanan. Aku dan teman-teman perempuanku bertemu dengan seorang perempuan di taman yang menjadi korban doxing oleh selebgram. Taman ini jaraknya tidak jauh dari sekolah sehingga tidak heran orang-orang yang bersantai di taman merupakan anak sekolah berseragam SMA.

Apa itu doxing? Doxing adalah kegiatan menyebarluaskan informasi pribadi seseorang kepada publik dengan tujuan melakukan perundungan digital. Kalau kurang paham, bisa dicek lebih banyak di internet.

Tapi yang terjadi adalah korban doxing ini justru menjadi terkenal karena orang-orang mempercayai info doxing tanpa tau kebenaran di balik layar dan itu membuat korban mendapat banyak perhatian juga komentar yang menyebabkan postingan doxing menjadi terus naik ke permukaan.

Tentu saja hal itu menguntungkan korban. Dengan banyak perhatian, banyak cacian juga makian, tak sedikit pula yang menyukai dan memberi dukungan.

Termasuk kami. Kelompok kami sangat membenci perempuan itu. Meski dia korban doxing, tetap saja kami tidak suka karena sikapnya yang mendadak angkuh dan kelewat percaya diri akibat namanya dikenal banyak orang.

Rupanya perempuan ini tidak perduli walau dikenal buruk. Yang terpenting baginya adalah populer dan viral. Terbukti dari tanggapannya mengenai doxing dan perilakunya sekarang.

Saat itu pun kami mencaci-makinya. Ini adalah kesempatan yang tidak bisa dilewatkan. Memang sejak dulu kami ingin membuat hidupnya tidak nyaman. Alasannya karena tidak ada. Kami memang kelompok yang seperti itu.

Mungkin orang lain senang menyebutnya perundung tapi kami bukanlah kelompok yang suka menyerang orang yang lebih lemah melainkan orang yang menyebalkan mirip perempuan tukang cari perhatian sepertinya.

Wajahnya berubah kaget lalu menunjuk seseorang. Seorang laki-laki, dia yang ditunjuk malah ikut kaget dan ketakutan. Dilihat dari name tag, namanya Arya.

Seseorang yang aku yakini adalah laki-laki, terbukti dari suaranya pun berteriak, "hey, dia itu kan hate comment masa terkenal, gak adil dong!"

Hate comment yang dia maksud, orang yang mendapat komen kebencian. Itu hanya instingku belaka. Kalau aku tidak salah ingat, namanya adalah Vano. Dan Vano menyinggung perempuan yang bernama Rina. Perempuan yang baru saja kami maki habis-habisan.

Arya yang ditunjuk tadi pun mendengar dan memanggil teman-temannya. Mereka bergumam. Aku tidak bisa mendengarnya tapi aku bisa melihat pergerakan bibirnya seolah mengatakan, "ayo kita lakukan padanya! Rudapaksa."

Aku yang menyadari itu dan yakin tidak salah, langsung kaget, bahkan jantungku berdegup kencang ketakutan. Mereka membuatku ngeri.

Dengan perasaan kalut, aku pergi dari sana. Aku tahu ini jahat tapi aku tidak mau terlibat dalam kejahatan orang lain.

Tiba-tiba aku terbangun di markas kami. Markas yang memiliki bangunan seperti rumah pada normalnya. Aku tidak ingat banyak. Apa yang membuatku terbangun di sini? Apa tadi aku tertidur? Atau kejadian tadi adalah mimpi?

Tiba-tiba firasatku tidak nyaman. Aku merasa akan terjadi sesuatu yang menegangkan. Aku menelepon salah satu temanku, Alina.

"Alina? Di mana?"

Alina menjawab, "ini udah sampai."

Mendengar suara langkah kaki, membuatku menoleh. Perempuan berkaos pink. Aku bangkit keluar dan mengejarnya.

"Alina! Hey! Jangan pergi!" Beberapa kali dipanggil tetap saja tidak menyahut malah terus berjalan. Mana jalannya cepat pula.

Entah dia pergi kemana. 'Cepat sekali' pikirku.

Aku kehilangan jejaknya. Aku berbalik dan terkejut hampir saja terjungkal. Rupanya Alina berjalan mendekatiku seraya menahan ponsel di telinganya.

"Alina, please. Kita jangan putus!" Aku memegang tangannya sambil memasang wajah memohon.

Putus yang kumaksud adalah berpencar atau berpisah. Seperti yang baru saja terjadi.

Alina menaikkan sebelah alisnya kemudian beranjak pergi. Aku masuk ke dalam rumah dan keluar ke pintu samping. Pintu yang berlawanan dengan pintu yang aku masuki tadi.

Aku berniat mengelilingi rumah, terlihat bayangan laki-laki. Dengan cepat aku sembunyi dan menunduk sambil berjalan pelan-pelan. Laki-laki itu masuk ke rumah.

Di sisi lain ada laki-laki juga terlihat dari cermin dan tertutup gorden. Aku hanya bisa melihat seperti dalam keadaan blur.

Dia tampak melakukan sesuatu yang memalukan. Tangannya memegang kemaluannya sendiri. Sebenarnya apa yang mereka lakukan di rumah kami? Sungguh tidak terduga. Tapi kalau dilihat seksama, wajahnya mirip Arya.

Karena takut ketahuan, aku jalan setengah berlari dari sana tapi di bangunan sebelah rumah kami ada laki-laki juga.

'Vano?' gumamku.

Akhirnya aku kembali masuk ke pintu depan. Di sana aku mendengar teriakan temanku bertengkar dengan laki-laki. Aku mendekat, ternyata mereka memang benar bertengkar.

Teman-temanku tidak tinggal diam. Mereka memukul para laki-laki itu menggunakan benda keras. Tanpa sadar aku sudah memegang linggis lalu kupukul salah satunya.

Cairan merah kental mengotori lantai dan tempat sekitarnya. Awalnya hanya goresan tapi karena kepalanya kupukul berkali-kali sampai benar-benar menusuk. Akhirnya luka itu berubah menjadi lubang yang besar.

Setelah mereka terjerembab. Para laki-laki kalah, kami memutuskan untuk briefing. Kami saling bertanya bagaimana keadaan sekarang juga solusinya.

Aku teringat ketika kesal malah mengambil linggis dan Kak Dey melihatku padahal dia adalah teman yang sangat baik. Aku memnggilnya Kak karena dia lebih tua meski seangkatan.

Dia bersembunyi di kolong tempat tidur. Wajahnya terlihat trauma dan matanya membesar.

"Iya juga sih, di antara kita, dia yg paling baik, wajar dia ketakutan dan shock," jelasku.

"Dey, ayo!" ajak Alina.

"Gengs, kita bereskan mayat-mayat ini!"

"Terus darahnya gimana?" tanyaku.

"Gampang."

Mereka langsung mengangkat mayat lalu dibuang ke sampah. Setelah itu, kami mandi, semua kembali bersih. Namun ternyata ketika keluar, kami diserang warga. Ah, sial, sudah ketahuan duluan ya? Lebih tepatnya, kami dihadang dan diadili, rasanya seperti pindah tempat.

Aku tidak ingat apa yang telah terjadi. Namun kutebak kami sudah di penjara. Kami membentuk satu barisan menyamping. Di depan kami ada puluhan perempuan yang berbaris dalam perkumpulan.
Di situ ada laki-laki yang stress menurutku.

Dia bicara bahwa itu tujuan dikumpulkan dan dia bilang kalau dia adalah salah satu mantannya Lina atau Alina yang masih mencintainya dan dia mengumpulkan mereka untuk membentuk geng psiko atau mafia atau apalah itu. Alina melirikku, memutar bola matanya dan tatapannya seperti malas sekali.

Oh, jadi begitu. Rupanya kami diam-diam telah dibebaskan.

Pada Suatu Hari Aku Bermimpi (KumCer) Where stories live. Discover now