Ini Sangat Tidak Jelas

24 14 4
                                    

Perasaan gugup menghujami diriku sejak tadi. Pertama kalinya aku akan bertemu dengan wajah baru di tempat baru dan suasana baru. Beberapa kali kuhembuskan napas berharap rasa grogi ini mereda.

Ayolah Alika, kamu pasti bisa! Kalimat itu berkali-kali kukobarkan dalam pikiranku berharap memotivasi dan semuanya akan baik-baik saja.

Dengan pelan aku berjalan masuk ke kelas 11 IPS, itulah yang tertulis di atas pintu masuk. Aku memandang mereka satu persatu kemudian mulai memperkenalkan diri setelah dipersilahkan oleh bu guru yang tadinya mengajar, "hai, perkenalkan namaku Alika, aku pindahan dari sekolah Y semoga kita bisa berteman dengan baik!"

Aku yakin mukaku sekarang pasti sangat canggung dan penuh keringat dingin. Aku benci situasi ini. Aku selalu saja kesulitan berbicara di depan orang banyak.

Aku memandangi mereka satu persatu, mereka merespon dengan sangat baik. Bahkan ada yang bertanya mengenai sesuatu yang menurutku tidak penting seperti 'apakah sudah punya pacar?'.

Pacar? Aku tidak punya waktu untuk itu. Aku hanya ingin menghabiskan waktuku dengan belajar. Lalu kenapa aku ada di dalam kelas IPS? Karena aku suka Sosiologi. Suka belajar tidak harus menyukai Matematika dan Sains kan?

Lupakan tentang itu! Aku suka belajar dan aku senang tanpa pacar. Aku duduk di kolom 3 baris terakhir. Duduk paling belakang adalah hal yang juga tidak aku sukai. Karena mataku tidak begitu bagus jika memandang jarak jauh.

Aku ingin komplen tapi semua bangku di baris depan sudah penuh. Ini sangat menyiksa! Aku ingin berteriak tapi yasudahlah, lebih baik aku mendengarkan dengan seksama.

Seseorang yang duduk di sebelahku mencolek bahu kananku. Karena merasa terganggu aku pun menoleh. Beberapa kali dia menarik-turunkan alisnya. Aku hanya bisa menautkan dua alisku dengan ekspresi 'apa?'

Melihatku dengan wajah seperti itu sepertinya dia menganggap bahwa aku ini badut. Terlihat dari kekehannya. Aku terkejut karena teguran bu guru, dia mengira kami berbicara di belakang.

Aku menghembuskan nafasku dengan berat, dan kembali mencatat penjelasan yang menurutku penting. Tidak perlu pedulikan gangguan orang aneh di samping.

Lonceng istirahat berdering, aku bangkit berniat ke kantin. Tapi sebelum aku benar-benar bisa berdiri, sebuah tangan menarikku ke bawah hingga aku terjatuh di atasnya.

Ini seperti adegan klise film yang pernah kutonton. Dengan cepat aku menjauh darinya. Lagi-lagi dia hanya tertawa. Ada perasaan campur aduk dalam diriku, malu, marah, dan kesal. Senang? Jangan harap!

Aku berlari menuju kantin. Dan memesan makanan biasa, nasi kuning lengkap dengan lauk dan sayur yang dioseng. Sederhana tapi enak, murah juga.

Tanpa suara, ada yang duduk di depanku setelah meletakkan piringnya di meja. Aku hanya meliriknya sekilas. Aku tau orang ini tanpa harus menatap wajahnya sekali lagi.

Semua wajah perempuan seperti memandangi meja kami. Apa dia seorang idol? Orang asing ini? Beberapa siswi tersenyum malu setelah ditatapnya kembali.

Oh, aku mengerti. Orang ini pasti kontributor sekolah, bisa jadi dia seseorang yang berperan aktif dalam mengharumkan nama sekolah itu sebabnya semua siswi di sini mengenalnya.

Tiba-tiba dia bangkit berdiri di atas meja. Mataku terbelalak, apa yang sedang dia lakukan? Ingin menari balet? Aku mendongak berharap sebentar lagi dia akan turun. Namun, dia malah mengumumkan sesuatu yang membuatku membeku dan sulit berkata-kata.

"Pengumuman semuanya! Hari ini, aku, Alex dan Alika resmi berpacaran! Sekian!"

Dia kembali duduk dan tersenyum tanpa merasa bersalah. Hei! Aku belum menjawab iya atau tidak. Tidak, tidak ada pertanyaan sama sekali.

Aku bangkit dengan tergesa-gesa tetapi ditahan oleh tangannya yang cukup kuat.

"Sayang, makananya belum habis. Jangan membuang makanan ya!" titahnya sambil tersenyum.

Saat inilah aku berpikir ujian Matematika dan Sains jauh lebih baik dari pada situasi aneh ini. Ibu! Aku ingin pindah sekolah sekali lagi!

Setelah makan, kami berjalan ke kelas, entah berapa menit aku mendiamkannya tanpa merespon apa yang dia bicarakan. Tapi kenapa dia harus melakukan hal memalukan seperti itu?

Aku juga sadar, setiap perempuan di sini memandangku dengan sinis, sepertinya kabar cepat menyebar, ya! Bagaimana tidak, tidak ada satupun yang tanpa memegang ponsel.

Aku berhenti sebentar dan mengecek ponselku yang sedari tadi bergetar karena notif bermunculan, pesan jahat mulai masuk dan menusuk hati bagi siapapun yang membacanya.

Bukan ini yang kucari, bukan ini. Sepertinya dia menyadari tubuhku terguncang. Dengan cepat dia mengambil ponselku dan memasukkannya ke dalam saku celananya.

"Tidak ada yang perlu dikhawatirkan!" serunya sambil menggenggam tanganku dan terus berjalan ke depan.

Ada banyak pertanyaan di kepalaku. Siapa dia? Kenapa dia melakukan ini? Sebenarnya apa tujuannya? Apa dia senang melihatku dibenci siswi di sekolah ini? Tapi kenapa dia bersikap baik di depanku? Lidah ini kelu untuk menanyakan semua pertanyaan itu.

Pada Suatu Hari Aku Bermimpi (KumCer) Where stories live. Discover now