Kutukan Rumah Bersalju

23 12 4
                                    

Matahari yang cerah begitu mendukungku untuk bermain di luar bersama temanku, Yui. Aku memang bukan anak kecil tapi aku suka bermain bersamanya, itu menyenangkan. Terlebih lagi semakin dewasa kami jarang bertemu.

Bukan permainan anak-anak TK hanya permainan biasa untuk kaum sosialita. Bergosip adalah favoritnya. Sebenarnya aku malas mendengarkan urusan orang lain. Untuk apa membahasnya? Dapat uang juga tidak.

Sesekali kami memetik daun bunga diselingi pembicaraan yang menurutku membosankan. Di tengah pembicaraan kami, seorang wanita tua yang dari penampilannya dia adalah nenek-nenek.

"Cu, minta Cu!" Dia meminta dengan tangan menengadah.

Aku tidak tau apa yang dia inginkan tapi aku langsung mengusirnya dan mengatakan, "jangan pernah kembali!"

Setelah mengatakan kalimat kasar, dia pun tidak terima terlihat dari raut wajahnya yang merengut. "Dengar ya anak muda. Kamu beserta keluargamu akan mati kedinginan di rumah ini!"

Dia pun beranjak pergi begitu selesai mengatakan apa yang dia inginkan, setidaknya itulah yang sedang aku pikirkan. Apa dia marah? Ya, kuakui itu salahku, tapi tetap saja kan tidak setiap orang yang suka meminta tidak mampu mencari uang dengan benar yaitu bekerja.

Jaman sekarang orang mudah sekali mendapat uang, hanya dengan meminta-minta. Aku selalu berpikir orang seperti itu akan merusak perekonomian negara dan menyebabkan orang lain malas bekerja. Jika bisa dengan meminta-minta kenapa harus susah-susah bekerja? Ah, menyebalkan.

Tiba-tiba Yui pamit pulang, dia mengatakan bahwa suhu udara yang tadinya panas tiba-tiba berubah menjadi dingin. Aku mengikutinya sekalian berbincang sedikit sambil berjalan. Setelah sampai di rumahnya, aku pamit pulang dan melihat rumahku dari kejauhan sudah dituruni salju.

Dari mana mereka datang? Mustahil. Bagaimana mungkin ada salju di atas rumahku? Maksudku rumah ayah dan ibuku. Lebih mencengangkannya lagi, hanya rumah kami yang dituruni salju.

Aku berlari ke sana kemari di tepi jalan mencari nenek tadi. Rasanya belum lama ini aku melihatnya berjalan di depanku tapi saat kuikuti dia sudah menghilang.

Kakiku tidak sanggup bertahan lama di jalan. Dengan gontai aku berlari menuju rumah. Teringat dengan ayah dan ibuku yang masih tidur siang. Aku harus membangunkan mereka dan mengungsikannya ke rumah keluarga lain.

Saat sampai, aku kedinginan. Seluruh badanku bergetar kecil. Aku memeluk tubuhku sendiri meski tahu bahwa ini adalah hal yang sia-sia. Aku butuh baju hangat atau api unggun.

Berjalan memasuki rumah melalui dapur karena pintu utama tidak dapat dibuka. Kulihat sungai di belakang rumah sudah membeku. Hal bodoh lainnya adalah anak-anak tetangga datang sambil bermain seluncuran dengan sepatu biasa. Mereka seperti menikmati momen ini terbukti ketika mereka tertawa setelah terjatuh.

Aku membuka ponselku, ini tidak boleh dilewatkan. Aku harus melakukan update status di media sosial. Tapi ponselku tidak bisa mengambil gambar apapun. Sialan! Apa ponselku sedang rusak?

Saat mengarahkan kamera ke atas, ada matahari yang masih menyinari bumi. Aneh sekali, bagaimana bisa turun salju saat matahari masih mengeluarkan cahaya panasnya? Aku mengurungkan niat untuk memotret dan menatap perempuan yang melakukan live di media sosialnya.

Gadis berjaket tebal warna coklat itu mengarahkan kemera mode selfi ke wajahnya. "Halo semuanya! Lihat apa yang aku rekam! Salju! Kalian pasti gak menduga ada salju di daerah tropis! Ini keajaiban dunia!" Dari nadanya yang penuh semangat, aku tahu dia tidak akan mencari tahu apa penyebab semua ini. Karena itu lebih baik aku masuk ke rumah, membangunkan orang tuaku dan segera pindah sementara.

Namun aku terlambat. Mereka sudah membeku. Astaga, apa yang aku lakukan? Seharusnya aku tidak boleh bersikap buruk terlebih pada orang yang lebih tua.

Pada Suatu Hari Aku Bermimpi (KumCer) Место, где живут истории. Откройте их для себя