Jika Aku Tembus Pandang

24 12 6
                                    

Jika aku memiliki kemampuan tembus pandang, apa yang akan kulakukan ya? Memikirkannya saja sudah sangat aneh. Tapi kalau itu bisa menjadi kenyataan. Rasanya aku ingin melihat seseorang yang menyebalkan.

Menyebalkan karena dia sering menyembunyikan temuan yang menarik. Seperti membuat lipatan-lipatan kertas. Itu adalah ulah siapa lagi kalau bukan teman dekatku.

Dia sering sekali menyembunyikan cara membuat sesuatu dari sesuatu. Sepertinya dia menyukai muka bodohku yang tidak tau apa-apa. Aku tersenyum membayangkannya.

Mataku pun terpejam tanpa aku sadari diriku telah terlelap. Esok paginya, aku terbangun seperti biasa membersihkan tempat tidurku. Lalu bangun untuk sarapan.

Saat aku mengambil piring, kudengar pecahan kaca mengagetkanku. Hingga piring yang ada ditanganku ikut pecah sebab bergerak kaget.

Aku melihat kakakku sudah tertidur di lantai. Aku berusaha membangunkannya tetapi dia tidak bergerak sama sekali. Napasnya masih bau, maksudku masih ada.

"Astaga Lia! Kamu kenapa, nak?" Ibuku dengan suara hebohnya menggetarkan ruangan.

"Sepertinya dia pingsan," terka ayah.

Mereka membersihkan pecahan piring tersebut dan mengangkat kakakku ke kamarnya. Tanpa melihatku sama sekali. Aku ingin protes tetapi aku bingung. Tidak biasanya mereka seperti itu.

Aku ikut masuk ke dalam kamar Lia tetapi pintu langsung ditutup sehingga keningku terbentur dan menghasilkan suara, "brak!"

"Suara apa, ayah?" tanya ibuku.

Ayahku membuka pintu kembali dan menatap sekitar.

"Tidak ada apa-apa, bu."

Hah? Tidak ada apa-apa? Justru ada aku ibu, ayah!

Aku bangkit dan berteriak, "aku ada di sini!"

Tetapi mereka seolah-olah tuli dan aku tidak tau bagaimana cara memberitahu mereka bahwa aku ada di sini.

Aku melihat cermin, hampir saja aku akan melompat jatuh. Aku tidak melihat pantulanku sendiri. Ini aneh, apa yang sedang terjadi? Tetapi aku mengusir pikiran dengan ratusan pertanyaan. Yang terpenting memberitahu mereka bahwa aku ada di sini.

Kuambil lipstik milik Lia lalu kutuliskan, "aku ada di sini ibu, ayah!"

Ketika aku berbalik. Damn, aku membeku. Mereka terkapar di lantai dengan mata terpejam. Apa mereka juga pingsan? Aku menepuk keningku dengan pelan. Bagaimana ini? Sepertinya aku diprank.

Benar, ini pasti candaan receh itu, prank. Aku membangunkan ayah dan ibu tetapi sia-sia. Mereka benar-benar tidak bisa dibangunkan. Sepertinya memang benar aku diprank. Aku menelusuri setiap sudut rumah.

Di mana kamera tersembunyinya? Aku mencari, terus mencari hingga hampir sejam. Sulit dipercaya apa aku benar-benar tidak bisa dilihat? Saat itu juga Lia bangun, tetapi bukannya bertanya padaku tentang apa yang terjadi, dia malah mengguncang tubuh orang tua kami.

Aku ingin menyentuhnya namun dia malah berdiri dan membuatku tersungkur ke belakang.  Kami mengaduh kesakitan. Tetapi dia menatap sekeliling.

"Apa hantunya masih ada ya?" tanyanya pada diri sendiri. Dia bergidik ngeri dan lari keluar rumah entah ke mana.

Kalau ini adalah prank. Ekspresi mereka terlalu nyata. Padahal setahuku mereka tidak ada bakat menjadi pemain sinetron. Dengan wajah lesu aku berjalan ke tempat ramai, pasar, toko klontong, dan tempat lainnya.

Memang benar tidak ada satupun yang mampu melihatku. Ini bukan prank, bukan juga mimpi melainkan aku pun tidak tahu. Bisa saja ini hanyalah halusinasiku saja.

Dani, temanku yang menyebalkan itu tiba-tiba duduk di sampingku. Aku menatapnya yang hanya memandang ke arah depan. Kalau dipikir-pikir wajahnya boleh juga.

Apa yang aku pikirkan barusan? Tidak! Bangun Lea, bangun! Tiba-tiba ide usil terlintas di pikiranku. Aku mennyentuhnya secara acak dan dia kaget, bingung, mencari-cari sumber usil ini.

Aku tertawa melihat kelakuannya yang seperti sudah kehilangan akal. Lalu tiba-tiba dia membawa tongkat bisbol dan mengarahkannya asal-asalan hingga mengenaiku dan pingsan.

Ketika terbangun, aku terbatuk-batuk. Aku melihat banyak debu putih di sini.

"Siapa kau! Makhluk apa dirimu?" tanya seseorang dengan suara berat.

Aku melihat sekeliling bahkan tanganku terikat, seluruh tubuhku penuh dengan tepung. Ternyata dia secerdas itu, ya. Agar dia mampu melihatku, dia melumuriku dengan banyak tepung.

Aku terbatuk-batuk setelah teriak, percuma, dia juga tidak mampu mendengar suaraku. Tetapi sepertinya dia mengerti apa gerak-gerikku yang mengatakan sesuatu tetapi tidak keluar suara.

"Kamu bisu ya?" Aku mengangguk dengan semangat. "Yasudah, tapi aku gak akan maafin kamu! Karna kamu udah bikin aku ketakutan. Sekarang jawab pertanyaanku! Kamu manusia atau alien?"

Aku menjawab dengan mengangguk kemudian menggeleng. Dia cukup kebingungan namun akhirnya mengangguk mengerti.

"Oh, kamu setengah manusia dan setengah alien."

Sudah kuduga, dia tidak akan peka tentang ini. Dia menghampiriku dan melepaskan ikatanku. Lalu menyodorkan kertas dan pena.

Seharusnya dari tadi kamu begini! Aku berteriak tetapi dia tidak mampu mendengarnya.

"Karena kamu setengah manusia, baiklah. Aku tau kamu pasti bisa nulis. Jadi ceritakan di kertas ini, siapa kamu? Dari mana? Kenapa kamu melakukan ini padaku? Salahku apa?" Dan masih banyak lagi pertanyaan yang dia lontarkan.

Aku menyimpulkannya dan memberikan jawaban bahwa aku adalah Lea, temannya sekaligus tetangganya. Awalnya dia tidak percaya tetapi dia mengujiku dengan rahasia kami barulah dia percaya tetapi belum sepenuhnya.

Aku dan dia membantu diriku agar bebas dari tepung ini,  terlalu menyeramkan melihat gumpalan tepung terbang seperti dipegang hantu.

Kemudian dia meminta bantuanku untuk melihat isi dompet temannya, Surya. Dia bilang bahwa temannya ini sering meminjam uang, jadi Dani penasaran apakah Surya memang benar-benar tidak punya uang sehingga mau tidak mau dia harus meminjam padanya.

Seperti sekarang ini, dia datang hanya untuk meminjam uang, aku berjalan di belakang Surya dan mengambil paksa dompetnya. Maafkan aku, aku tidak bermaksud mencuri!  Aku berbisik padanya meski tau bisikanku tidak dapat dia dengar.

Aku menjatuhkan dompet tersebut hingga isinya berceceran di tanah. Kami kagum dengan isinya. Penuh uang bewarna merah. Saat itulah Dani kecewa dan menegur Surya.

Bisa-bisanya sebagai teman malah membohonginya seperti itu. Karenanya mereka pun berdebat dan Surya minggat dari sana. Tak lupa Surya juga mengembalikan semua hutangnya.

"Terimakasih, Lea!"

Pada Suatu Hari Aku Bermimpi (KumCer) Where stories live. Discover now