Lalu saat mata Reyna bertemu dengan Darren dan untuk sekilas Reyna tahu Darren menatap tajam dari sana, sejak tadi. Mungkin cowok itu tahu apa yang terjadi di bawah meja ini lewat ekspresi Reyna.

Reyna juga sadar, Darren tidak berani memarahi atau menyeretnya menjauh karena cowok itu juga sadar diri bahwa ia tidak memiliki hak. Reyna paham selain itu Darren juga tidak ingin jarak mereka kembali terentang jauh. 

Tanpa sadar, Reyna menggigit bibirnya. Hingga saat ini cowok itu masih mengharapkannya.  Padahal Reyna dengan jelas mengatakan bahwa ia tidak bisa memastikan perasaannya masih sama ketika nantinya cowok itu berhasil mengungkap semua pelaku yang berhubungan dengan masalah yang menimpanya.  

Reyna merasa bersalah, namun keinginannya untuk sedikit membalas dendam juga masih ada. Darren pernah membuatnya merasa sakit, maka Reyna ingin Darren kurang lebih merasakan hal yang sama. 

Maka ia biarkan tangan Melvin terus naik ke pangkal paha sementara cowok itu mengobrol dengan pegawai lain di depan mereka. Sejujurnya Reyna tidak menyukai melakukan hal semacam ini di tempat umum. Namun mungkin pengaruh alkohol membuatnya menjadikan hal itu bukanlah masalah

Untungnya orang-orang yang duduk di depannya juga tidak curiga kenapa wajah Reyna begitu merah. Alkohol telah menjadi kambing hitamnya. Lantas jemari Melvin menyusup semakin dalam hingga mengusap celana dalam yang Reyna pakai.

Reyna menggigit bibir, menikmati denyutan di semua pembuluh darah juga di bagian bawah tubuhnya setiap kali sentuhan Melvin membawa nikmat. Melvin memang tidak selihai Darren, tapi Reyna tidak peduli.

"You look like you're enjoying this party, Reyn" ucap Darren yang tau-tau berada di depannya. 

Reyna terpaku untuk sejenak. Seolah merasa tertangkap basah. Tapi bukankah ini yang dia mau? Ide yang entah darimana datang ingin membuat Darren sama tersiksanya dengan dirinya. 

Tapi Darren seolah memandangnya rendah dan membuat Reyna menyesal membiarkan Melvin menyentuhnya. 

Tidak. Reyna tidak boleh kelihatan menyedihkan. "I am," jawab Reyna singkat sambil tersenyum, seolah menantang ucapan Darren. 

Melvin berdehm. Tangannya sudah berhenti meraba paha Reyna sejak kedatangan Darren tiba-tiba ke mejanya. 

"Reyn. Kayaknya lo udah harus balik ke kamar," ujar Melvin sambil membawa Reyna. 

Reyna mengangguk pelan. Tidak mengindahkan raut kecewa yang muncul dari wajah Darren. Benar. Reyna belum bisa sepenuhnya berdamai dengan kejadian itu. Darren setidaknya harus merasakan sakit yang sama.

Reyna tidak peduli Darren akan menganggapnya murahan. Toh baginya, karir dan pencapaian di kantor lah yang menjadi tolak ukur nilai dirinya. Orang-orang hanya bisa membicarakannya di belakang, sementara karir Reyna akan terus bersinar. Yah itu setidaknya jika Reyna bisa fokus dan tidak membiarkan interupsi dari kehidupan percintaan. 

Tapi sejujurnya Reyna tidak ingin kembali ke kamar. Karena Pram yang entah tau darimana tentang ketidakharmonisan hubungannya dengan Vanya dan Sella membuat mereka sekamar padahal kamar-kamar lain diisi 10 hingga 15 orang karyawan. Untungnya Sella tidak ikut dan Reyna hanya harus menghadapi kecanggungan ini dengan Vanya.

Masih jauh dari pintu kamar, Melvin menghentikannya. 

"Jujur aja Reyn. Lo manfaatin gue buat manas-manasin Darren, kan?" ucap Melvin. 

Reyna memalingkan wajahnya tapi belum berniat berjalan kembali. Apa yang Melvin ucapkan  tidak sepenuhnya benar karena awalnya Reyna menerima Melvin hanya untuk melampiaskan hasrat yang selama ini terpaksa berpuasa. 

A FIRST PERFECT [21+]Where stories live. Discover now