[47] Important person

17.5K 497 37
                                    

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Terkadang, mau seberapa kuatnya keinginan untuk mengakhiri, tapi nyatanya mundur juga bukanlah sesuatu pilihan yang membahagiakan

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Terkadang, mau seberapa kuatnya keinginan untuk mengakhiri, tapi nyatanya mundur juga bukanlah sesuatu pilihan yang membahagiakan. Apalagi jika keduanya masih saling menyimpan rasa di tempat yang tidak bisa digantikan siapapun.

Begitu apa yang Reyna rasakan. 

Tapi demi berjaga-jaga atas perasaannya sendiri, Reyna mengambil jarak aman. Berbaikan dengan Darren tapi juga tidak mengiyakan ajakan cowok itu untuk menjalin hubungan seperti sebelumnya. Ia tidak perlu dan tidak ingin terikat. Terdengar egois karena kapanpun Reyna bisa meninggalkan Darren tanpa harus melalui proses rumit. Reyna juga tidak harus menginvestasikan perasaannya dengan begitu besar. Cukup seada yang ia bisa.

"Gue ngerasa dejavu. Seistimewa apa Darren sampe bikin cewek kayak lo jadi labil begini, Reyna?" 

Pertanyaan Melvin yang berdiri di depan pintu kamarnya membuat Reyna tersentak. Labil?  Melvin tidak salah. Reyna memang tidak pernah sebimbang ini. Apalagi soal perasaan. Ada sesuatu pada Darren yang mampu membuat hatinya bolak-balik tidak menentu. 

 "Gue ngeliat lo sama tu cowok semalem di depan kamar ini," lanjut Melvin. 

Reyna tidak mengindahkan Melvin dan memilih untuk sibuk mengemasi barangnya masuk ke dalam koper hingga Melvin sepertinya kesal karena tidak ditanggapi dan duduk di sampingnya begitu saja. 

Jemari tangan Melvin meraih dagu Reyna. Memaksa agar menatapnya dengan benar. "Tu cowok udah selingkuh dan lo masih nerima dia? Emang hobi nyodorin diri buat disakitin lagi?"

Reyna menggigit bibir. "Lagipula ini urusan pribadi gue," 

"Gue baru kali ini mati gaya ngadepin cewek, stress gak bisa ngapa-ngapain karena liat kelakuan lo,"

"Kayaknya gue salah karena pernah ngasih lo harapan makanya ekspetasi lo ke hubungan kita terlalu tinggi,"

Melvin menggeleng. "Enggak kok. Salahnya bukan di elo yang ngasih harapan. Tapi lo bener soal ekspektasi gue yang tinggi,"

"Gue harap lo gak masang ekspektasi tinggi kayak gitu lagi,"

"Jangan khawatir. Gue pasang ekspektasi karena emang realitanya harus begitu," 

A FIRST PERFECT [21+]Where stories live. Discover now