BAB 9 : Kucing dan Tikus

86 4 0
                                    

Amilla Rose terduduk lemas di ruang tahanan sementara gedung kepolisian.

Ia ditahan lantaran aksi kekerasannya beberapa saat yang lalu. Mencekik Brittany karena amarah yang tak tertahankan.

Terletak di rubanah gedung, ruang tahanan itu terasa kotor dan berdebu. Dari kejauhan Suara tikus mendecit menggema.

Penerangan yang tersedia hanya dari sebuah lampu bohlam yang dayanya sudah melemah.

Ia hanya bisa terdiam sambil mengingat obrolan yang pernah ia bicarakan bersama Reina dan Brittany di atas kapal feri.

Kala itu mereka duduk di area dek kapal menikmati pemandangan laut.

"Gue gak sabar deh, pengen bersantai di pantai sambil minum air kelapa." Brittany sedari tadi berkhayal menikmati waktu di pulau nanti.

"Jangan harap bisa bersantai. Setelah launching produk terbaru, besok paginya kita langsung kerja lagi." ujar Amilla langsung menghancurkan impiannya itu.

"Nggak bisa apa ya? Kita sehari aja bersantai - santai. Padahal gue mau surfing.. snorkling.." harap Reina dengan ekspresi sebal.

Amilla hanya menggelengkan kepalanya sambil berdecak.

"Gausah sedih bitches, malemnya kita masih bisa party kan? Tebak dong gue bawa apa? Gue bawa Whiski..." celetuk Brittany sambil berbisik.

Reina membuka mulutnya lebar lantaran tidak percaya,
"Serius !? Kok bisa !? Alkohol kan dilarang masuk. Soalnya Valery alergi sama alkohol."

"Alergi alkohol? Siapa yang bilang?" Amilla tidak pernah mendengar informasi tentang itu sebelumnya.

"Inget kan waktu acara malam natal di kantor? Valery nggak sengaja minum minuman ber-alkohol, dia ngira itu sparkling water,"

"Dan besoknya.. dia nggak masuk kantor sampe dua hari karena sakit."

Kemudian mereka terdiam, saling menatap dan tersenyum. Seakan mereka memiliki satu pemikiran yang sama.

Lantas Amilla spontan mengucapkan sesuatu,
"Girls... gimana kalau kita pake Whiski itu untuk..."

Mereka saling berbisik dan tertawa setelahnya. Ide gila itu memang mereka rundingkan bersama.

Namun sekarang, pertemanan palsu itu sudah tidak ada artinya bagi Amilla. Seperti debu - debu yang beterbangan di udara ruang tahanan.

-

Di situasi lain, sebuah mobil jeep biru terparkir di pinggir jalan. Seorang pria keluar dari dalamnya hendak berjalan menuju Petshop yang ada di sebrang jalan. Mengenakan pakaian santai dengan setelan kaus oblong dan celana jeans.

Pria berpenampilan simpel barusan ternyata Marcus Hawkins. Sudah beberapa hari dirinya mendapat panggilan dari Petshop yang tengah didatanginya itu.

Ia diminta pergi kesana untuk menjemput anjing Poodle yang dititipkan secara misterius oleh seorang pelayan wanita.

Suara bel pintu masuk terdengar. Marcus melihat - lihat sekelilingnya, ada banyak makanan serta aksesoris untuk hewan yang bisa dipilih.

Petshop itu berukuran kecil dengan kondisi yang bersih. Tidak berbau bahkan terbilang wangi untuk standar toko hewan pinggir jalan.

Ada beberapa hewan yang terpajang seperti anak anjing, kucing, juga hamster yang siap untuk dijual.
Mereka dalam keadaan montok dan sehat.

Ia berjalan menuju konter dan menyapa pegawai toko yang sedang berjaga,
"Selamat siang, nama saya Alfred. Orang yang kalian hubungi sedari kemarin."

"Tuan Alfred? Akhirnya anda datang juga ! Kami sangat mengkhawatirkan nasib anjing Poodle itu. Mohon tunggu sebentar, saya akan membawanya kesini." ucap pegawai toko hewan yang kemudian beranjak menuju ruang penitipan yang terletak di belakang konter.

Pesta Anjing |On-Going|Wo Geschichten leben. Entdecke jetzt