Bab 32. Lalai

2.1K 112 2
                                    

▪︎ Happy reading
︎ Kalo suka like, komen, sama share, ya

~~~

Alesha kegirangan dan langsung pergi menemui Aqila setelah bosnya keluar kantor untuk pertemuan bisnis. Dia sangat senang karena tidak perlu ikut dan rupanya pertemuan itu untuk urusan pribadi. Jadi, wanita itu bisa berleha-leha selama sisa hari ini. Catatan perintah yang tadi sudah ditulisnya di buku kusus dibiarkannya tergeletak di meja. Peringatan Bagas tidak diindahkannya dan dia justru asyik makan siang di tempat usaha sahabatnya.

Wanita itu sedang mengobrol dengan Aqila saat seseorang datang dan menyebutkan namanya. Dia menoleh dan langsung melotot melihat Reza tengah berdiri sambil menyunggingkan senyum.

Alesha menatap pria itu dan sahabatnya secara bergantian. Dia menyipitkan mata ketika Aqila mengalihkan pandangan saat tatapan mereka bertemu. Wanita itu mencium ada bau-bau persekongkolan antara kedua orang itu. Dasar Alesha ceroboh hingga begitu mudah melupakan kejadian saat dia melihat sang sahabat bersama calon tunangannya beberapa waktu lalu.

Wanita yang mengenakan blus merah muda itu bersedekap sambil mendengkus ke arah Reza.

"Ngapain lo di sini? Kalo nggak salah inget, jarak dari kantor lo ke sini itu jauh banget dan arah ke rumah lo juga bukan ke sini. Jadi, nggak mungkin lo pakek alesan kebetulan lewat atau mau fotokopi. Cepet jawab lo ngapain ke sini?"

Reza menggaruk tengkuknya yang tidak gatal sambil meringis. "Tapi, gue emang mau fotokopi, kok. Kebetulan aja gue liat tempat fotokopi ini."

"Halah! Nggak usah bohong, deh, lo. Gue tau akal bulus lo. Lo pasti udah manfaatin sahabat gue yang baik hati ini, kan?"

Aqila langsung salah tingkah setelah Alesha menyindirnya. Wanita itu tidak berani manatap langsung sahabatnya. Dia sedang memikirkan kata-kata yang pas untuk menjelaskan situasi yang sedang terjadi saat ini.

"Bener, kan, La? Lo udah dimanfaatin sama dia?" Kini Alesha bertanya langsung kepada Aqila.

Aqila mengerjap beberapa kali. "I-itu bisa gue jelasin, kok, Sha."

"Lo tinggal bilang aja, La sama gue kalo dia." Alesha menunjuk Reza dengan jarinya. "Udah manfaatin lo dengan ngancem lo. Iya, kan? Atau kalian berdua emang sengaja kerja sama di belakang gue?"

"Ehm, Sha. Nggak kayak gitu juga situasinya. Gue cuma nggak tega aja liat dia terus-terusan nanyain lo sama gue."

"Sama aja. Itu artinya lo udah main belakang, La. Lo khianatin gue!"

"Udah-udah! Kenapa jadi kalian yang berantem?" Reza menengahi perdebatan antara dua sahabat itu. "Gue ngaku, deh. Gue yang udah maksa Aqila buat ngasih tau kebaradaan lo. Makanya gue ke sini buat mantau lo. Sekarang, gue ke sini cuma mau ngasih tau kalo kondisi bokap lo makin nurun."

Alesha menoleh ke sembarang arah. Dia tidak mau terlihat lemah karena ayahnya. "Apa urusannya sama gue? Selama ini bokap cuma mentingin perusahaan daripada gue. Jadi, kalopun bokap sakit, pasti bukan karena gue. Bokap sedih pasti karena mikirin perusahannya yang hampir bangkrut itu. Selama ini bokap baik-baik aja, kok. Nggak pernah keliatan sakit."

"Om Anton sakit karena mikirin lo, Sha. Lo yakin nggak mau nerima perjodohan kita demi bokap lo?"

Alesha melirik Reza tajam. "Gue keluar dari rumah juga karena bokap yang minta. Dan sampek kapan pun, gue nggak akan sudi dijodohin sama lo. Gue lebih milih perusahaan bangkrut daripada harus hidup selamanya bareng sama lo."

"Sha, kali ini lo harus pulang. Lo harus liat kondisi bokap lo. Gue nggak mau lo nyesel selamanya kayak gue. Gue nggak mau sahabat gue satu-satunya harus ngerasain nggak punya orang tua satu pun. Lo masih punya bokap, Sha. Lo masih bisa bikin bokap lo bahagia. Sementara gue udah nggak punya kesempatan itu. Jadi, jangan lo sia-siain."

His Secretary [TAMAT]Onde as histórias ganham vida. Descobre agora