Bab 15. Boleh Juga

2.9K 147 2
                                    

▪︎ Happy reading
︎ Kalo suka like, komen, sama share, ya

~~~

Bagas masih syok dengan kelakuan sekretaris barunya itu. Dia duduk termenung di kursi kerjanya sambil terus memandang lurus ke depan. Belum pernah ada yang membentak dan membantah perintahnya seperti Alesha. Kalaupun ada itu hanya Dewi karena hubungan mereka lebih dari sekadar rekan kerja. Sekretaris terdahulu pun justru menangis dan ketakutan setelah dibentaknya. Namun, kali ini berbeda. Dia harus berhati-hati berhadapan dengan seorang Alesha.

Sebelumnya, Bagas berniat untuk menegur wanita itu jika bertemu di apartemen pagi tadi. Namun, dia sudah menunggu selama sepuluh menit di depan unit apartemennya dan tetap tidak ada tanda-tanda wanita itu keluar. Pria itu melihat jam di tangan kiri, pukul 07.45. Dia memutuskan untuk pergi karena kemungkinan wanita itu sudah berangkat ke kantor lebih dulu.

Pria yang mengenakan setelan jas cokelat itu tiba di depan ruangannya. Dia memeriksa meja sekretarisnya yang ternyata kosong, tetapi barang Alesha sudah ada di sana. Bagas membuka pintu ruangannya dan melihat Alesha berdiri di depan meja meletakkan sesuatu. Langsung saja dia menegur sekretarisnya itu untuk memberi sedikit pelajaran. Namun, justru dia sendiri yang dikejutkan oleh sikap berani dari wanita itu.

Setelah menghela napas berkali-kali untuk menenangkan diri, pandangan Bagas beralih pada tumpukan dokumen yang diberikan oleh Alesha sebelum wanita itu keluar dengan membanting keras pintu. Tatapannya juga jatuh pada secangkir kopi yang sudah tersedia di meja.

Bagas mengambil cangkir itu hendak meminumnya. Namun, dia teringat rasa kopi yang sangat manis buatan Alesha kemarin. Dia memandangi cairan hitam pekat itu untuk menimbang-nimbang akan meminumnya atau tidak.

"Hem, boleh juga," ucapnya setelah memutuskan untuk menyeruput kopi tersebut.

Suasana hati yang sempat turun tadi, kini jadi lebih baik dan pria itu bersemangat kembali. Bagas mulai memeriksa satu per satu dokumen yang diberikan oleh Alesha. Dia sempat ragu dengan hasil kerja sekretaris yang ceroboh itu. Namun, melihat catatan yang ditulis pada setiap dokumen tersebut, pria itu mulai tersenyum.

"Boleh juga kerjanya."

Bagas berdiri dengan membawa beberapa dokumen yang sudah ditandatangani untuk diserahkan kepada Alesha. Dia menghentikan langkah di depan pintu saat melihat Alesha menangis di meja wanita itu sambil menelepon seseorang.

Pria itu mengurungkan niat untuk berbicara dengan sekretarisnya dan memilih kembali ke meja kerja. Bagas jadi merasa bersalah karena sudah membentak dan menuduh wanita itu tidak becus dalam bekerja. Ternyata kalau lagi tidak ceroboh, kerjanya bagus juga.

Setelah sepuluh menit berlalu, pria itu memutuskan untuk memanggil Alesha melalui telepon meja.

"Ada apa, Pak?" sambut Alesha dengan suara parau.

Bagas sempat terkejut mendengar suara sekretarisnya itu. "Ke ruangan saya sekarang." Setelah memberikan perintah, dia segera menutup telepon.

"Masuk," ucapnya saat terdengar ketukan di pintu.

Pria itu mengambil satu dokumen dan fokus memeriksanya. Dia memasang tampang dinginnya saat Alesha mendekat ke meja. Bagas sedikit melirik wanita yang kini memegang tisu sambil menyeka hidung di hadapannya itu.

"Ada apa Bapak manggil saya ke sini? Bapak mau marahin saya lagi?"

Sekuat tenaga Bagas menahan tawa melihat ekspresi sekretarisnya yang menggemaskan itu. Tunggu! Apa yang dikatakannya barusan? Menggemaskan? Oh, tidak! Dia tidak boleh tergoda oleh wanita yang sudah membuat hidupnya kacau. Namun, ada sesuatu yang berbeda dari wanita itu sejak pertama mereka bertemu. Bagas menggeleng untuk menghilangkan pikirannya itu.

His Secretary [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang