Bab 10. Tanda Tangan Kontrak Kerja

2.9K 165 2
                                    

▪︎ Happy reading
︎ Kalo suka like, komen, sama share  ya

~~~

Ucapan Reza semalam masih terngiang dalam benak Alesha. Wanita itu bahkan tidak bisa tidur dibuatnya. Dia baru terlelap selama satu jam dan terbangun dengan lingkaran hitam menghiasi matanya. Wanita yang kini berdiri di depan cermin itu mengepal menahan emosi setelah melihat penampakannya sendiri.

"Aarrgghh!"

"Kenapa-kenapa?" Aqila terbangun karena terkejut mendengar teriakan sahabatnya itu.

"Lo liat muka gue, La! Udah kayak zombi tau, nggak? Ini semua gara-gara Reza sialan itu. Tuh, cowok selalu aja bikin idup gue nggak tenang." Alesha kini meremas rambut setelah memperlihatkan wajah seramnya kepada Aqila.

"Emangnya dia ngomong apa, sih, semalem?"

Aqila turun dari kasur lalu berjalan ke meja rias. Dia mengambil karet untuk mengikat rambutnya lalu berjalan keluar kamar. Alesha mengikuti di belakang hingga sahabatnya itu berhenti di depan kulkas dan mengambil botol air minum.

"Dia ngomong kalo pangeran kecil gue nggak bakal balik buat nyariin gue. Dan lo tau? Dengan PD-nya dia bilang gue nggak akan nemu orang sebaik dia di luar sana. Gue harus terima perjodohan itu karena cuma dia yang selalu ada di samping gue dari dulu."

Aqila meneguk air dalam gelas hingga tandas sebelum menanggapi ucapan sahabatnya. "Tapi, emang bener, kan? Cuma dia yang selalu ngintilin lo ke mana pun. Jadi, ya nggak sepenuhnya salah, sih. Lagian, pangeran kecil yang selalu kalian omongin itu, gue sama sekali nggak pernah tau gimana wujudnya. So, gue cuma bisa nilai Reza, sih."

Alesha merebut gelas yang dipegang Aqila lalu menuangkan air untuk dirinya. "Belain aja terus si Reza. Sebenernya sahabat lo itu gue atau Reza?"

"Ya, nggak usah pakek ngambek gitu, kali, Non. Lagian, lo baper banget, sih, dikatain gitu, doang, sama Reza. Kalo lo percaya sama pangeran kecil lo itu, ya harusnya lo tenang-tenang aja."

"Terus muka gue gimana, La?"

Aqila menghela napas. "Lo ada janji gitu hari ini?"

"Gue, kan harus ke kantor ketemu sama Mbak Dewi buat tanda tangan kontrak kerja, La. Terus buat apa gue semalem ke rumah bokap ngambil ijazah?"

Aqila menepuk kening. "Iya, gue lupa. Ya udah, sih, lo tutup pakek mekap aja."

"Yakin bisa ketutup? Muka gue udah kayak panda gini, La."

Aqila berdecak lalu meninggalkan Alesha ke kamar. "Buruan mandi, gantian. Mbak Dewi nggak suka sama orang lelet."

"Iya-iya."

Alesha sudah siap dengan blus lengan pendek yang memiliki pita besar di bagian dada, ditutupi blazer biru dongker, dan dipadukan rok sepan warna senada. Dia teringat blazer milik Bagas yang masih berada di penatu. Sambil menunggu sahabatnya selesai mandi, wanita itu bergegas ke lantai satu.

Syukurlah, blazer putih yang sempat terkena noda minuman soda itu sudah selesai dicuci dan kini tampak seperti baru lagi. Ketika Alesha hendak masuk ke unitnya, terdengar pintu dari unit depan terbuka. Dia segera membalikkan badan dan memasang senyum paling manis.

"Pagi!" sapanya saat Bagas keluar dari unitnya.

Alesha berkedip dua kali untuk mencerna suasana canggung yang saat ini telah tercipta di antara mereka. Pria itu hanya berdiri sambil menunduk sopan tanpa membalas sapaannya.

"Tunggu!" Wanita itu menghentikan langkah Bagas yang akan meninggalkannya. Cepat-cepat dia menyodorkan blazer yang masih rapi di dalam plastik bening ke arah pria itu. "Ini blazer lo yang waktu itu kena minuman soda. Udah bersih, kok. Kayak baru lagi." Alesha langsung menambahkan penjelasan saat pria di hadapannya tidak kunjung menerima barang itu dan hanya menatapnya sambil mengerutkan kening.

His Secretary [TAMAT]Opowieści tętniące życiem. Odkryj je teraz