C H A P T E R 31 : Rekan Dalam Kejahatan

5.7K 630 30
                                    

Niatnya mau up kemarin, tp krna ga sempet, yaudahlah 🤧

Happy reading 💞

•|•|•

Sepasang netra indah itu terus mencuri-cuti pandang. Beberapa kali ia melirik Kaisar Alcacio, berharap pria itu mau menatapnya barang sedetik saja. Namun nihil, tampaknya pria itu lebih tertarik pada kertas-kertas yang menumpuk seperti gunung. Ruangan begitu sunyi, tak ada satupun dari mereka yang berniat mengeluarkan suara. Karena mereka tau, Kaisar Alcacio tak suka kebisingan di kala ia sedang bekerja.

Putri Elea menunduk sedih, menatap sendu pada kedua tangannya yang sedang diobati oleh seorang dokter. Ia masih ingat benar bagaimana Kaisar Alcacio yang sama sekali tak mau beranjak dari tempat duduknya untuk sekedar menolongnya. Pria itu hanya menatap datar, memanggil kedua prajurit yang berjaga di depan pintu untuk membereskan kekacauan yang terjadi akibat ulah cerobohnya. Dan setelah itu, ia kembali melanjutkan pekerjaannya. Seakan tak ada apapun yang baru saja terjadi.

Tentu saja, hatinya terluka dengan perlakuan Kaisar Alcacio. Dari sekian banyaknya selir Kaisar, Putri Elea merasa hanya dirinya yang diperlakukan tidak adil. Akhir-akhir ini pria itu seakan benar-benar mau menjaga jarak padanya. Putri Elea—atau lebih tepatnya semua selir kecuali Hestia—merasa Kaisar Alcacio akhir-akhir ini berubah. Putri Elea sadar semenjak kehadiran pelayan barunya, pria itu memperlakukannya dengan berbeda. Kekhawatirannya benar terjadi, saat kejadian Putri Illiana dan Helcia, Kaisar Alcacio lebih membela Helcia. Bahkan mengeluarkan aturan baru untuk tidak sembarang orang kini boleh memasuki wilayah istana Marine.

Bahkan setelah gadis pelayan itu pulang ke kampung halamannya, Kaisar Alcacio belum kembali ke sikap awalnya. Putri Elea tau, pria itu pasti menunggu kembalinya Helcia. Semua memang terasa menyakitkan, namun yang lebih menyakitkan lagi baginya adalah ketika dirinya berada di posisi yang tidak bisa melakukan apapun. Bahkan seorang Permaisuri saja tidak bisa membantah Kaisar jika memang Kaisar itu menginginkan seorang selir baru, apalagi dirinya yang hanya seorang selir, pajangan Kaisar Alcacio. Jika dirinya membuat Kaisar Alcacio murka, mungkin saja semua anggota keluarganya juga akan terkena imbasnya.

"Sudah selesai, Putri. Nanti malam saya akan mengganti perbannya lagi."

"Terimakasih,"

Putri Elea menatap kepergian dokter itu dalam diam. Matanya kembali menatap lantai tempat di mana ia terjatuh. Para pelayan sudah membersihkan pecahan cangkir, kini lantai terlihat bersih seperti tidak pernah terjadi kekacauan. Putri Elea kembali menatap Kaisar Alcacio yang terlihat begitu sibuk dengan kertas-kertasnya. Apa pria itu sama sekali tak berniat untuk sekedar menanyakan keadaannya? Ah, apa yang ia harapkan? Sekedar menatapnya saja Kaisar Alcacio tak lakukan, apalagi menanyakan keadaannya.

"Yang Mulia-"

"Tanganmu sudah selesai, kan? Pergilah dengan selir lainnya untuk membeli keperluan kalian untuk perayaan panen nanti." Potong Kaisar Alcacio tanpa menatap Putri Elea.

Hati wanita itu mencelos, "Yang Mulia sudah cukup mengirimkan kami banyak keperluan untuk perayaan panen nanti."

Kaisar Alcacio menghela napas pelan lalu beranjak dari posisi duduknya. Tungkainya dengan ringan melangkah menuju Putri Elea yang sedang duduk di sofa, menghampiri wanita itu yang terlihat terkejut dengan tindakan tiba-tiba yang ia lakukan.

Kaisar Alcacio mengulurkan tangannya yang langsung diterima Putri Elea, "itu karena aku tidak tau selera kalian. Pergilah membeli apapun yang kalian inginkan." Ucap pria itu dengan senyum tipis.

"A-apapun yang Yang Mulia berikan saya selalu menyukainya." Cicit Putri Elea dengan rona merah kala pria itu menatapnya dengan intens.

Inilah kelemahannya—kelemahan semua selir—, perlakuan kecil Kaisar Alcacio yang seperti ini selalu saja mampu meluluhkan hatinya dengan mudah. Hanya dengan senyuman dan sedikit sentuhan.

The Emperor's Maid (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang