C H A P T E R 20 : Ambisi

8.6K 810 23
                                    

"Marahnya sudah selesai, Sayang?"

Bisikin menggoda itu mengalun lembut di telinga Helcia. Namun tetap saja pikirannya terus merutuki kebodohan yang ia lakukan, bagaimana mungkin dirinya tak menyadari gaun tidurnya terbuka hingga menampilkan tubuh bagian atasnya? Daripada salah tingkah, rasa malu akan kecerobohannya lebih mendominasi.

Entah apa yang Kaisar pikirkan tentang dirinya saat ini. Ditambah lagi dirinya yang marah-marah pada Kaisar dengan frontalnya. Namun satu hal yang cukup membuat Helcia kembali kesal, bagaimana mungkin Kaisar masih bisa menggodanya di situasi seperti ini? Apalagi memanggilnya dengan sebutan 'Sayang', sebenarnya apa yang pria itu pikirkan? Atau jangan-jangan Kaisar ingin bermain-main dengan dirinya untuk terakhir kalinya sebelum menebaskan pedang pria itu pada lehernya?

Apa kali ini kepalanya benar-benar akan terpisah dari tubuhnya?

"Tolong jangan menggoda saya." Ketus Helcia.

Kaisar Alcacio terkekeh pelan, "wajahmu merona, Helcia."

"I-itu bukan urusan anda! Lebih baik Yang Mulia cepat membunuh saya."

Mendengar perkataan Helcia entah mengapa membuat perasaan Kaisar tak senang, "sayang sekali, tapi aku sedang tidak ingin repot-repot mengayunkan pedangku saat ini."

"Maksudnya.."

"Maksudnya, aku tidak ingin membunuh calon kekasih rahasiaku."

"Saya bukan calon kekasih rahasia anda!"

"Kalo begitu kau kekasih rahasiaku."

"Eugh.." Helcia memalingkan wajahnya, tak berniat kembali berdebat dengan Kaisar Alcacio. Tubuh dan pikirannya terlalu lelah untuk itu semua.

"Untuk sementara jangan lakukan pekerjaan apapun sampai kau benar-benar sembuh dan tinggallah di kediaman dokter Louise."

"Kenapa anda tidak membunuh saya saja?" Gumam Helcia dengan risau.

"Kenapa aku harus melakukannya?" Kaisar Alcacio balik bertanya, namun tak ada jawaban yang keluar dari mulut Helcia.

Pria itu menghela napas pelan, "aku akan membersihkan namamu. Tidak akan ada yang berani menghinamu. Jadi jangan khawatirkan hal itu." Ucap Kaisar seolah-olah pria itu tau isi pikiran Helcia.

"Kenapa Yang Mulia selalu tau apa yang saya pikiran?" Gadis itu mendongakkan kepalanya, menatap wajah Kaisar Alcacio yang tertutupi topeng.

"Memangnya itu penting?"

"Tentu saja, itu sedikit menyeramkan."

"Hm.. itu karena aku bisa membaca pikiran orang-orang." Kaisar Alcacio tersenyum miring, namun jawaban itu membuat Helcia membulatkan kedua matanya terkejut.

"B-benarkah?"

"Tentu saja."

"Jadi.."

"Tentu saja aku berbohong, pffth.." pria itu menahan tawanya melihat reaksi Helcia yang nampak begitu shock, lalu digantikan dengan raut wajah kesal.

"Kenapa kau sangat terkejut? Kau menyembunyikan sesuatu dariku, Helcia?" Pria itu berbisik pelan, mendekatkan wajahnya pada Helcia membuat hidung keduanya hampir bersentuhan. Terpaan napas hangat berbau mint dapat Helcia rasakan di wajahnya, sejenak gadis itu terpana akan mewahnya warna mata yang dimiliki pria itu.

"Tidak. Tentu saja tidak." Helcia dengan cepat menyanggah, menggelengkan kepalanya pelan berusaha meyakinkan Kaisar.

Hening beberapa saat sebelum Helcia kembali membuka suaranya, "Yang Mulia, saya ingin mengundurkan diri sebagai pelayan anda."

The Emperor's Maid (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang