🏹35 (END)

7K 304 76
                                    

Setiap Stephanie mencoba berbicara dengan Bima, laki-laki itu terus menghindarinya. Walau ia sudah melakukan berbagai cara untuk menahannya, tapi tetap saja, Bima tak pernah mau mendengarkannya.

Bima terus bersikap seolah tidak ada masalah apapun di antara mereka.

Sedangkan Dinda, Raina, Raka, Gio, dan Rafa sudah mulai mencium ada yang aneh di antara keduanya. Namun mereka masih belum tahu apa masalahnya.

Hingga akhirnya di suatu siang, saat kelas sedang jam kosong, Dinda dan Raina yang sudah mati penasaran pun bertanya pada Stephanie.

"Lo sama Bima lagi berantem ya, Step?" Tanya Dinda dengan nada agak hati-hati. Pasalnya mereka tahu bahwa kondisi Stephanie saat ini masih belum stabil.

Namun Stephanie malah menggelengkan kepalanya. Hubungan mereka memang sedang tidak baik-baik saja, tapi bukan berarti saat ini mereka tengah bertengkar.

Bima masih bersikap sama seperti sebelumnya, mereka masih pergi ke sekolah bersama, pulang juga bersama, bahkan beberapa hari yang lalu Bima ikut sarapan di rumahnya, walau ia selalu terus menghindar saat Stephanie menuntut untuk mengakhiri hubungan mereka.

"Terus kok kalian kayak ada yang aneh gitu ya? Atau kami nya aja yang salah sangka?" Kali ini Raina yang bertanya.

"Berasa aneh mungkin karena satu minggu yang lalu gue minta putus tapi Bima gak mau," jawab Stephanie apa adanya, yang langsung membuat Dinda dan Raina jadi tercengang.

"HAH?! Yang bener aja lo, Step?!"

"Anjir! Kok lo tiba-tiba minta putus?! Apa alasannya?!"

Untungnya karena suasana kelas yang tak kondusif, maka tak ada yang peduli dengan jeritan kaget mereka. Baik Dinda maupun Raina sama-sama fokus menunggu jawaban yang akan Stephanie keluarkan.

"Sebenernya gue belum mau kasih tau ini ke kalian, tapi yaudahlah ya. Gue bongkar sekarang aja. Gue sama Mami bakal pindah ke Yogyakarta setelah lulus nanti. Dan kemungkinan bakal netap di sana. Itu artinya gue ke Jakarta cuma sebatas liburan atau ngejenguk makam Papi doang, karena fokus utama gue sekarang ke pendidikan."

Di saat keduanya tengah mencerna, Stephanie pun kembali melanjutkan, "Gue udah pikirin hal ini secara matang. Kayaknya gue dan Bima gak bisa lanjut LDR, karena gue yakin kami bakal sama-sama sibuk. Jadi gue pikir, mending sekarang gue dan Bima pisah secara baik-baik dan lanjut jadi teman daripada nanti ujung-ujungnya hubungan kami hancur karena bakal berantem terus."

"Tapi lo tau kan kalau gak ada yang namanya pisah baik-baik, Step?" Tanya Dinda yang langsung disambut anggukan setuju oleh Raina.

"Iya. Kalau baik-baik kenapa malah pisah?"

Stephanie juga tahu tentang hal itu.

Namun baginya berpisah secara baik-baik adalah satu-satunya cara agar mereka tak saling terluka.

"Pisah baik-baik itu bakal jadi pilihan yang paling bagus untuk gue dan Bima. Kami bisa lanjut hubungan jadi temen aja."

Dahi Dinda mengernyit. Ia tak habis pikir dengan pemikiran Stephanie yang terlalu menggampangkan statement-nya.

"Lo kira mudah ngubah perasaan dari pacar jadi temen? Enggak, Step. Apalagi lo tau sendiri Bima sebucin apa sama lo."

"Terus gue harus gimana, Din? Gue gak nemu penyelesaian yang bagus selain putus."

"Tapi emang lo udah yakin banget mau putus?" Raina bertanya sembari fokus menatap Stephanie untuk memastikan apakah keputusan itu sudah ia pikirkan matang-matang.

"Yakin," jawab Stephanie tanpa keraguan. "Berhubung gue berangkat setelah prom night, apapun jawabannya, gue bakal tetap akhirin hubungan gue sama Bima di malam itu."

My Possessive Boy FriendsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang