C H A P T E R 25 : Kedatangan Herios Victorin

Start from the beginning
                                    

"Iya. Dia bilang ingin berbicara empat mata denganmu."

"Di istana yang mana?" Pria itu kembali bertanya.

"Di istana ini, Kak.." Hestia sedikit melenguh. Ia memakluminya, ruangan di setiap istana di sini sangatlah banyak, bahkan dirinya saja kadang bisa sampai tersesat. Untung saja Kaisar Alcacio menyediakan setiap pemandu yang berjaga-jaga di setiap utama jikalau ada orang yang tersesat di dalam istananya.

Wajar bagi Herios untuk kebingungan. Aula terbuka berada di istana Sapphire, sedangkan aula utama berada di istana Amethyst. Belum lagi istana-istana lain yang tak pernah ia kunjungi. Lalu mengenai aula tertutup, pria itu sama sekali tidak tau ada ruangan seperti itu di istana Amethyst. Herios penasaran seberapa luasnya istana Amethyst ini, yang digadang-gadang menjadi istana terbesar di wilayah Exousía.

Namun yang lebih membuatnya penasaran adalah Kaisar Alcacio. Apa yang hendak Kaisar besar itu bicarakan padanya hingga harus berbicara di aula tertutup? Biasanya jika dia datang berkunjung, Kaisar Alcacio akan menyambutnya di aula terbuka atau di aula utama. Namun kali ini berbeda. Aula tertutup, dari namanya saja sepertinya aula itu berbeda dengan aula-aula yang lain.

"Apakah masih jauh?" Herios lagi-lagi bertanya, entah kenapa jika bersama adiknya jauh lebih banyak bicara dan cerewet.

"Sebentar lagi sampai." Hestia tersenyum tipis pada kakaknya. Mereka berjalan pelan menaiki anak tangga yang entah berapa jumlahnya menuju ke aula tertutup.

Hening sejenak dalam perjalanan sebelum Hestia membuka kembali bercakapan, "apa kakak tidak lagi mencari Helcia?"

Pertanyaan tiba-tiba membuat Herios tertegun, netra serupa mereka saling bertatapan. Sedangkan Herios masih bungkam belum berniat menjawab, bertanya-tanya kenapa Hestia membuka percakapan yang cukup sensitif di keluarga mereka.

"Tidak." Hanya satu kata itu sebagai jawabannya, membuat Hestia ingin mendengar jawaban yang lebih.

"Kenapa?"

"Aku tidak peduli. Dari dulu kita memang seperti itu, Hestia. Dia bebas melakukan apapun yang dia suka. Bahkan jika dia menikah dengan pria miskin sekalipun, aku tidak peduli." Suara itu terdengar dingin dan tak peduli. Hestia menatap raut wajah Herios yang datar, menatap lurus ke depan tanpa melihat padanya. Tapi tetap saja, walau dengan perkataan dingin sekalipun, wanita itu masih dapat melihat raut kekecewaan yang tersirat dalam matanya.

"Apa Kakak.. membencinya?"

"Tidak. Tapi aku juga tidak menyayanginya. Dia meninggalkan kita, Hestia. Kabur dengan bibi Rosanie tanpa memberi kabar apapun selama bertahun-tahun, dia yang memutus hubungan ini sendiri. Kau tidak perlu memikirkan orang yang sudah meninggalkan keluarga kita."

Ucapan Herios terhenti, tepat saat mereka sudah sampai di depan pintu besar aula tertutup. Kedua kakak beradik itu berdiri saling berhadapan, menatap satu sama lain dengan tatapan yang dalam.

"Kau tidak perlu memikirkannya lagi. Yang terpenting bagiku saat ini adalah dirimu. Setelah aku menjadi Raja, aku berjanji akan memutuskan ikatanmu terhadap Kaisar. Seorang putri tidak pantas menjadi selir. Bertahanlah sampai aku bisa membebaskanmu, Hestia."

Herios tersenyum tipis, tangannya mengusap lembut surai Hestia. Menatap wanita itu dengan tatapan yang tulus, sebagaimana seorang kakak memperlakukan adiknya. Sedangkan Hestia tersenyum paksa, mengangguk seakan setuju dengan perkataan kakaknya.

Tangan Hestia sedikit bergetar, menatap nanar pada punggung kakaknya yang mulai hilang ditelan pintu. Pikirannya kembali kacau. Bagaimana bisa semua menjadi semakin rumit seperti ini? Dadanya sedikit sesak mengingat kenangan lama, dulu mereka tidak seperti ini. Semenjak kematian ibunya, Hestia bersama kakak kembarnya mulai menjauihi Helcia.

The Emperor's Maid (END)Where stories live. Discover now