Chapter 18

17K 1K 2
                                    

Sinar mentari yang masuk melalui jendela kamar tidur Joanna membuatnya terbangun. Sambil mengusap-usap matanya, Joanna mencoba mengumpulkan tenaga untuk bisa bangkit dari kasurnya.

Badanku serasa remuk semuanya, batin Joanna.

Saat Theo mengatakan tidak akan membuat Joanna istirahat semalam, dia benar-benar melakukannya, dan Joanna juga sangat menikmatinya.

Lalu seperti tersambar petir, Joanna sadar dia memiliki meeting penting pagi ini jam 9.30.

"Ya Tuhan. Jam berapa sekarang?!" pekiknya panik.

"Masih jam 9 tigress," sahut Theodore tiba-tiba.

Joanna terkesiap mendengar suara Theodore disampingnya. Ternyata pria itu sudah lebih dahulu bangun dan sibuk menatapi Joanna yang sedang terlelap. Wajah Joanna berubah menjadi semerah tomat sekarang.

"Theo,kau..sudah bangun?" kata Joanna gugup.

"Iya," jawabnya singkat. Theodore lalu memainkan rambut berantakan Joanna sambil tersenyum. Senyum bahagia? senyum puas? Theodore hanya merasa dirinya beruntung karena bangun disamping wanita secantik ini.

"Kau..mengerikan jika tersenyum seperti itu," kata Joanna tampak malu.

Theodore masih dalam posisi berbaring tanpa memakai busana apapun, tubuhnya hanya ditutupi oleh selimut besar yang tidak mengurangi aura maskulin Theodore. Pria itu seperti pahatan patung yang sempurna, dan melihat Theo menatap Joanna seperti ini membuat Joanna semakin malu.

Theodore terkekeh saat melihat gadis polos didepannya ini mulai salah tingkah, Theo jadi ingin kembali menggodanya.

Theo kemudian bangun dan mengubah posisinya menjadi diatas Joanna, membuat Joanna membulatkan matanya tampak terkejut dengan aksi Theo ini.

"Kau ingin pemanasan pagi ini saying?" goda Theo sambil menyeringai nakal.

"Theodore! Demi Tuhan. Kita harus berhenti. Memangnya kau tidak capek?" sergah Joanna merona.

"Tidak. Ini baru permulaanya saja tigress, tunggu saja sampai kau sah jadi istriku. Aku akan menyekapmu tujuh hari tujuh malam," gertak Theo sambil tersenyum jahil.

Joanna memutar bola matanya dan mendorong tubuh Theodore dengan lembut sambil berkata,

"Simpan saja impianmu itu sendiri, aku sudah terlambat,"

Theodore hanya terkekeh pelan melihat gadis itu berjalan menuju ke kamar mandi sambil menutupi tubuh indahnya dengan selimut besar.

"Sepertinya kali ini aku akan kalah," gumam Theodore sambil tersenyum simpul.

***

Siang itu Joanna bersama dengan Theodore menemui beberapa orang penting terkait pembelian lahan untuk project mereka yang baru.

Joanna bekerja dengan cukup baik walaupun dia hanya sebagai pemagang diperusahaannya, bertemu dengan orang-orang yang sudah berpengalaman di bidang pengembangan property membuat dirinya merasa tertantang untuk terus belajar dan mengasah kemampuannya di bidang ini.

Waktu menunjukkan sudah saatnya makan siang dan mereka menyudahi meeting mereka dengan konklusi yang cukup baik. Theodore tampak puas dan senang karena Joanna sangat professional dalam menangani masalah yang cukup rumit. Theodore lalu mengajak Joanna untuk makan siang bersama disebuah restoran yang biasa Theo datangi bersama ayahnya saat masih remaja. Los Angeles juga memiliki beberapa kenangan manis untuk Theo dan orangtuanya, tapi sejak ditinggalkan oleh ibunya, Theo semakin sering menghabiskan waktu hanya bersama ayahnya.

Mereka sampai di restoran itu lalu segera masuk kedalam. Mereka berdua duduk dan langsung disambut oleh seorang pelayan pria paruh baya yang ramah dan sangat sopan,

"Selamat siang, Theodore. Sudah lama sekali kau tidak datang,"

Joanna menatap heran pelayan itu yang dengan santai memanggil nama Theo, kemudian melirik Theo yang tampak bahagia melihat pria tua itu.

"Tuan. Zigelle, bagaimana kabarmu? Aku memang sudah sangat jarang datang ke LA,"sapanya hangat.

Joanna sekali lagi melihat sisi lain Theodore. Didepannya,ia sedang melihat Theodore yang hangat dan penuh perhatian. Joanna bisa menilai,bahwa semua sikap dingin dan kejam yang ia tunjukkan bukanlah sifat asli dirinya.

"Ya, aku masih sama seperti dulu dan tampaknya kau kali ini kembali bersama istrimu. Nyonya Hemsworth, saya adalah kepala pelayan disini. Senang berjumpa dengan anda," tuan Zigelle dengan senang hati langsung menyapa Joanna dengan sopan.

"Ah,soal itu..aku belum.." katanya terbata-bata menjawab pria itu.

"Darimana anda tahu kalau wanita ini adalah istriku?" tanya Theo menyelamatkan Joanna.

Pelayan itu tertawa pelan lalu menjawab,

"Karena kau tidak pernah datang ke tempat ini bersama orang lain selain keluargamu, Theodore. Jadi sudah pasti wanita yang kau bawa kemari tentu saja sudah kau anggap bagian penting dari hidupmu," ulas pelayan itu dengan senyuman tulus dibibirnya.

Theodore seperti tertampar mendengar pernyataan tuan Zigelle, apa benar Theo sudah mulai membuka pintu hatinya untuk Joanna?

Apa Joanna sudah berhasil menjadi bagian penting dalam hidupnya? Theodore tersenyum kaku sembari memandang kearah wanita dihadapannya.

Sebaliknya, Joanna tampak malu saat mendengar perkataan tuan Zigelle, karena Joanna tahu bahwa Theodore tidak memiliki perasaan apapun untuknya,apalagi mencintainya. Hubungan mereka selama ini hanyalah sebatas bisnis dan kesenangan yang saling menguntungkan keduanya.

Pria itu pamit setelah menyerahkan daftar menu dan memanggil seorang pelayan muda untuk melayani mereka berdua.

Keduanya lalu memesan makanan tanpa seorang pun membuka suaranya. Joanna maupun Theodore tenggelam dalam pikiran mereka masing-masing setelah pembicaraan singkat bersama kepala pelayan itu.

Saat itu, beberapa orang dokter yang menggunakan jas putih masuk ke dalam restoran, para dokter itu duduk berdekatan dengan meja Joanna. Restoran itu memang dekat dengan sebuah rumah sakit umum, jadi tidak heran jika ada banyak dokter yang makan siang disini.

Theodore lalu menatap Joanna yang tampak termenung saat memandangi para dokter itu, terlihat jelas ekspresi kesedihan Joanna yang membuat dada Theo terasa nyeri.

"Joanna, apa kau masih ingin melanjutkan kuliahmu?" cetusnya tiba-tiba.

"Tentu saja, tapi aku masih belum mengumpulkan uang. Aku tidak mau ayahku mengeluarkan uangnya lagi," sorot kesedihan terpancar jelas dari matanya.

"Apa itu alasanmu bekerja diperusahaanku? Untuk mengumpulkan uang kuliah?" Theodore bertanya lagi.

Joanna hanya mengangguk pelan tanpa berkata apapun. Kepalanya tertunduk,penyesalannya ketika gagal dalam ujian dan harus berhenti kuliah meremas isi perutnya.

Theodore tampak kagum dengan kejujuran Joanna, kenyataan bahwa dia tidak memanfaatkan kekayaan ayahnya sedikit mengubah presepsi Theodore terhadap gadis ini.

Tidak lama kemudian makanan pesanan mereka datang, Theo dan Joanna pun makan dalam keheningan. Tidak ada satupun yang bicara hingga terdengar suara yang memanggil nama Theodore,

"Theodore..,"

Joanna menoleh kearah suara itu dan mendapati seorang wanita cantik dengan penampilan yang sangat elegan sedang berdiri dibelakang Joanna sambil melihat kearah Theodore dengan mata berkaca-kaca.

Joanna lalu beralih menatap Theodore yang tampak sangat terkejut dan marah. Wajahnya menegang,pundak Theo terangkat seolah bersiap untuk menyerang siapapun dihadapannya.

"Kau.." suara Theodore yang rendah dan dingin terdengar begitu mencekam, membuat siapa saja yang ada disana bergidik ngeri.

"Siapa wanita ini?" gumam Joanna.

"Apa yang membuatmu begitu berani bertemu denganku, I..bu?" desisnya dengan nada mengejek yang dibuat-buat.

"Ibu?!?"

To be continued ❤

Jangan lupa follow, vote dan komen chapter ini ya readers 😘

ONCE UPON NO TIME [TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang