Part 32

2.1K 161 38
                                    

Benar saja, Gilang benar-benar masih berada di Rumah Sakit selepas kejadian Raditya waktu itu. Gilang masih ada di ruangan Fajri, namun ia tak kunjung menutup matanya selepas ia terbangun selepas jam 1 malam tadi.

Ya, ia terlihat bergulat dengan handphonenya, bukan ... ia tidak bermain game, melainkan ia belajar dengan materi-materi yang akan dilakukan ulangan besok hari.

"Huh, untung aja materinya ada di handphone gue. " Laki-laki itu bergumam, dengan teliti ia membaca dan mempelajari materi yang terlihat di layar handphonenya itu.

"Mamah.... "

Gilang tersentak, setelah beberapa keheningan terjadi, suara itu membuyarkan konsentrasinya. "Mamah?" ulang Gilang dengan terdiam beberapa saat.

"Mamah ... Aji kangen .... "

Ya, suara itu terasa nyata, yang membuat Gilang menolehkan pandangannya ke arah suara. Itu adalah suara Fajri, ia yakin itu. Namun, laki-laki itu berbicara dengan mata menutup. Bisa ia lihat itu.

"Mah, kangen ... pengen peluk Mamah .... "

Gilang dibuat terdiam sesaat, ia memutuskan untuk mendekati sedikit ke arah brankar, memastikan jika hal yang didengarnya itu benar adanya.

"Mamah, Aji kangen ... Aji pengen ikut Mamah .... "

Gilang dibuat terdiam, ya itu benar suara Fajri. Laki-laki itu terlihat gelisah dalam tidurnya, dengan mulutnya yang terus berbicara lirih.

"Lo kangen?" Gilang hanya bergumam, menatap ke arah Fajri di sana. Entah kenapa, rasanya sakit saat melihat Fajri gelisah dalam tidurnya. Apalagi, saat mendengar ucapan laki-laki itu yang semakin lirih menyebut Mamahnya.

"Mah ... Aji pengen ikut Mamah, Aji capek .... "

"Mah, maafin Aji... bawa Aji ya Mah? Capek .... "

"Capek?" ulang Gilang lirih. Gilang benar-benar dibuat kaget sekaligus bingung dengan ucapan laki-laki itu, ucapan yang diucapkan dibawah alam sadar laki-laki itu sendiri. "Lo udah capek, sampai lo minta bawa sama Mamah?"

"Huh, huh, huh. "

"Mamah ..., " lirih Fajri yang baru terbangun.

Fajri mengatur nafasnya yang sempat tak teratur, ia terlihat menatap sekitar setelah ketenangan mulai mengambil alih dirinya kembali. "Ini dimana?" Fajri menatap sekitarnya. "Infus? Di rumah Sakit?" Beberapa pertanyaan mulai bermunculan di benaknya. Padahal seingatnya, ia terakhir berada di kamar, dan saat itu ia merasakan kepalanya yang pusing dan berakhir ia tidak ingat lagi selepas itu.

"Bang Gilang?" Ya, Fajri baru menyadari kehadiran Gilang yang tengah terdiam dalam lamunan tak jauh darinya.

Lamunan Gilang buyar, ia tersentak saat melihat Fajri menatap ke arahnya. Padahal, tadi laki-laki itu masih menutup matanya, dan terus mengatakan sesuatu di alam bawah sadarnya.

"Bang sshhh.... .... " Belum sempat Fajri menyelesaikan ucapannya, kepalanya mendadak terasa sakit, yang membuatnya merintih pelan. Gilang yang melihat hal itu langsung saja melangkah mendekat, memastikan keadaan laki-laki itu.

"Kenapa?" Raut wajah Gilang terlihat khawatir, jaraknya dengan Fajri juga sudah sangat dekat, berhadapan dengannya. "Kalo baru sadar tuh jangan kayak gini, cepetan rebahan lagi. " Ayolah, ia dibuat khawatir saat ini. Rasanya, semakin dia bersama Fajri, rasa khawatir itu nyaris tidak bisa ia kontrol lagi.

Fajri hanya menurut, ia sempat menatap wajah khawatir Abangnya itu, dan jujur ia sempat kaget dengan apa yang dilihatnya. Bahkan, saat ini laki-laki itu juga membantunya untuk kembali berbaring. "Lo jangan nyusahin, baru juga sadar. " Gilang kembali bersuara, setelah berusaha menepis rasa khawatirnya itu.

Berteduh [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang