Part 26

2K 141 9
                                    

Next lagi ygy

.
.
.
.

Hari berlalu begitu cepat, tak terasa ... besok adalah hari dimana ulangan semester akan dilangsungkan. Tak terasa pula, satu minggu lamanya ia tidak kemana-mana, karena tidak lagi bekerja di Resto milik Shandy.

Jujur, ia agak bosan jika tetap di mansion, dan hanya mengurung diri di kamar, enggan untuk bertemu Papahnya maupun Abang satu-satunya itu.

"Sshhh .... " Fajri nampak meringis, saat merasakan perutnya yang terasa nyeri. Ah, sial. Maag nya kambuh, dan obatnya pun habis.

Seharian ini, Fajri hanya memakan bubur yang tadi pagi dibuatnya sendiri. Rasanya, perutnya yang nyeri seperti menolak bubur yang ia makan, alhasil dia hanya memakan buburnya dengan tiga suapan tadi pagi.

"Huh. " Fajri terlihat mengatur nafasnya, dengan tangannya uang menekan perutnya di bagian yang terasa nyeri.

Sesaat setelah hal itu, Fajri buru-buru masuk ke dalam kamar mandi, saat merasakan mual di perutnya. Saat di dalam, ia memuntahkan isi perutnya di wastafel, dengan memijat tengkuknya sendiri dengan tangan kanannya.

"D-darah?" Fajri tersentak, saat melihat muntahannya sendiri. Fajri kembali meringis, dengan menekan perutnya yang masih terasa sakit.

"I-ini bukan apa-apa kan?" Fajri membatin, dengan memejamkan matanya sesaat. Fajri melihat kaca yang ada di depannya, nampak wajahnya yang terlihat pucat. Sejak tiga hari terakhir, rasanya maag nya semakin hari semakin sering kambuh, dan hari ini ... muntahnya yang bercampur darah.

"Nggak Fajri, ini udah biasa. Maag yang kayak gini udah biasa, mungkin cuman perasaan lo, maag lo sering kambuh. " Fajri terlihat menggelengkan kepalanya pelan, dengan rasa pening yang mulai terasa.

Fajri terlihat lagi-lagi memejamkan matanya, berusaha berpegangan dengan dinding kamar mandi saat rasa pening itu menguasainya.

Bruk!

Fajri tak lagi bisa menahan bobot tubuhnya, laki-laki itu langsung jatuh dengan kesadaran yang turut lenyap.

Di lain sisi, di meja makan.

Raditya dan Gilang, dua orang itu nampak menyelesaikan acara makan malam mereka berdua. Seperti biasa, penuh canda tawa dan kehangatan keluarga yang harmonis.

"Katanya, senin besok kamu ulangan di kampus kan?" Raditya membuka suara, seraya menatap ke arah putranya yang ada di depannya itu.

Gilang menganggukkan kepalanya, Raditya pun kembali bersuara, "Untuk kenaikan semester?"

"Iya Pah, doain ya. " Gilang membalas, setelah menganggukkan kepalanya dengan seulas senyuman tipis.

"Pasti itu. " Raditya menautkan senyuman, dengan mengusap lembut kepala laki-laki itu.

"Yaudah Pah, Gilang mau ke kamar ya, mau belajar lagi buat besok. "

"Iya, " sahutnya. "Tapi jangan begadang ya, jaga kesehatan kamu, begadang itu nggak bagus buat kesehatan. "

Gilang nampak mengangguk dengan seulas senyuman, seraya melangkahkan kaki meninggalkan Raditya yang masih berada di tempatnya.

Raditya terlihat menatap sekitar, tak melihat sosok Fajri dari tadi, ia kemudian terdiam sesaat.

"Apa aku izinkan saja dia bekerja lagi?" Raditya nampak menghembuskan nafasnya kasar. "Jika dia bekerja, aku tidak perlu mengeluarkan biaya banyak untuk anak itu. "

Setelah terdiam memikirkannya, setelah mengambil keputusan yang rasanya tepat, ia pun meninggalkan meja makan, menuju ke kamar Fajri.

Saat sudah dekat dengan kamar Fajri, Raditya melihat ada sosok Bi Astri yang tengah membawakan sajian makanan di atas nampan yang dibawa wanita itu sendiri.

Berteduh [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang