Part 17

2.4K 134 7
                                    

Pagi hari.

"Aji, lo yakin lo udah baikan?" Zweitson melontarkan pertanyaannya, dengan menatap ke arah Fajri yang baru saja turun dari motornya.

"Iya nih. " Fiki menimpali. "Lu kalo belum baikan, jangan ikut tanding deh. Gampang lah nanti gimana tim kita, yang penting lo dulu. "

Fajri menghela nafas kasar. "Gue udah baikan. " Ia membalas datar.

"Masa sih?" Fiki mendekat, menempelkan telapak tangannya di kepala Fajri, mengecek suhu laki-laki itu. Namun sebelum hal itu terjadi, Fajri menepis pelan tangannya.

"Gue risih Fik. " Sejak dulu, Fajri memang risih diperlakukan seperti itu. Fiki dan Zweitson pun pasti tau hal itu.

Fiki nyengir lebar, kemudian terkekeh. "Kan gue mau cek Ji, takut lo masih nggak enak badan. Ya kali gue biarin lo ikut. "

"Gue nggak papa, " sahut Fajri lagi, dengan nada dingin, rasanya tak ingin dibantah.

Zweitson dibuat menghela nafas akan hal itu. "Beneran kan? Awas aja lo kalo besok drop, Ji. "

Setelah beberapa perdebatan random itu, ketiganya kini menuju ke kelas 12 IPS 3. Mereka yakin, di sana timnya sudah berkumpul.

"Eh Aji, alhamdulillah. Lo dateng hari ini. " Orang yang berada di pojok kanan kelas membuka suara.

"Iya, alhamdulillah bat gue. " Danial berujar dengan nada lebay, memegang dadanya dan menatap ke arah Fajri dramatis.

Fiki dibuat mendengus, ia mengusap wajah Danial sedikit kasar. "Lebay. " Ia mencibir, dan kembali menarik tangannya.

"Fiki! Kurang asem lo!" Danial mendengus dibuatnya. "Gue kan seneng Aji bisa tanding hari ini. Lo bayangin aja, kalo nggak ada Aji gimana? Besar kemungkinan kita didiskualifikasi entar. "

Fajri menghela nafas. Inilah yang membuatnya harus hadir hari ini, ya ... walaupun kondisinya jauh lebih baik dari yang kemarin.

"Ye! Bujuk lah entar biar nggak didiskualifikasi, kasih ceramah bapaknya entar. " Fiki menyahut tak mau kalah.

"Udah udah, harusnya kita pikirin nih. Kita bakal tanding dua kali hari ini. " Ragil menyahut, dengan mendengus kesal. "Terakhir final, penentuan siapa yang juara satunya. "

"Gue yakin sih, kita juaranya, " sahut seseorang di sebelah Ragil.

"Harus yakin lah, apalagi kalo saingannya timnya Fenly tuh. " Fiki ikut nimbrung, seraya duduk di sebelah Zweitson yang dari tadi hanya menyimak.

Sementara Fajri, ia juga ikut menyimak, dengan duduk di dekat Fiki dan juga Zweitson. Ia memilih menyimak, terlalu malas jika ia ikut nimbrung masalah ini.

•••

Raditya, laki-laki itu terlihat baru tiba di kantornya. Baru saja ia ingin berlalu ke ruangannya, seseorang pegawai yang bertugas di depan memanggilnya.

"Kenapa?" Ia menatap ke arah pegawai tersebut.

"Ini tuan, ada kiriman. " Pegawai tersebut menyerahkan sebuah kotak persegi panjang di sana. "Tadi, ada yang mengirimkannya. "

"Siapa?" Dahi Raditya berkerut.

"Saya tidak tau tuan, satpam yang di depan pun tidak tau. Tadi ada orang yang tukang paket mengantarkannya, namun di sana tidak tertera jelas siapa pengirimnya. "

Raditya memilih untuk mengambil kotak tersebut, dan membawanya ke ruangannya. Ia tertegun sebentar saat melihat kotak tersebut.

"Apa ini sama?" Ia jadi teringat dengan kejadian sekitar sebulan yang lalu, saat Fajri menyerahkan sebuah kotak padanya. Ia kemudian menggelengkan kepalanya pelan, berusaha untuk berpikir positif. Tangannya terulur untuk membuka kotak tersebut.

Berteduh [END]Where stories live. Discover now