Part 10

3.4K 176 6
                                    

Matahari mulai memancarkan sinarnya, matahari menyorot ke arah lapangan yang sudah dipenuhi dengan siswa-siswi yang mengikuti upacara.

Beberapa menit telah berlalu, upacara tersebut telah selesai, dengan melewati beberapa sesi yang membuat bosan, apalagi sesi kepsek menasehati murid-muridnya. Huh, melelahkan.

"Panjang bat kepsek ceramah tadi. " Fiki berujar, menatap ke arah Fajri dan Zweitson yang ada di sebelahnya.

"Udah hobi kepsek kalo ceramah panjang Fik. " Zweitson yang membalas.

"Iya sih, bener Son. Kalo ceramah nya nggak panjang bukan kepsek sih. " Fiki membenarkan ucapan dari Zweitson. Sesaat setelahnya, Fiki menoleh ke arah Fajri yang nampak terdiam di sana. "Aji, lo kenapa?"

Fajri menggelengkan kepalanya. Jujur, panas matahari hari ini lumayan terik. Ditambah lagi, dari tadi malam, tidak ada asupan makanan, dan pagi ini juga. Hal itu, membuat ia harus menahan rasa sakit di perutnya akibat maag nya yang kambuh.

"Lo sakit ya?" Fiki berujar lagi, menatap ke arah Fajri lamat. Namun, Fajri lagi-lagi menggelengkan kepalanya.

"Gue nggak papa. " Ia membalas datar, membuat Fiki hanya menganggukkan kepala. Lain halnya dengan yang satunya, pandangan Zweitson hanya tertuju pada Fajri, rasanya ia ragu dengan apa yang dikatakan Fajri itu, ia seperti menyembunyikan sesuatu.

"Eh eh itu. " Fiki membuka suara, yang membuat mereka menoleh ke arah Fiki yang terlihat menunjuk sesuatu. "Si Riko sama Fenly, parah parah dua anak tuh. "

"Apaan sih Fik?" Zweitson menoleh ke arah Fiki. Apa yang membuat Fiki mengatakan hal itu? Tidak ada yang aneh, mereka hanya melihat Fenly dan Riko berjalan berdampingan. "Nggak usah ngaco pengen balas mereka. "

Fiki mendengus. "Bukan itu. Mereka jalan berdua, itu aja. Itu artinya mereka udah deket, banget. " Ia membalas. "Rasanya gue nggak terima an*ir, soalnya si Riko kemarin ngeselin banget. Padahal baru beberapa hari doang bergaul sama Fenly. "

"Mereka emang udah deket. " Zweitson membalas dengan mendengus juga. "Lo nggak inget, gimana Fenly belain Riko kemarin? Dia belain banget, sampai ngancem. Terus dia bilang juga kan, Riko itu sahabatnya. Kurang deket apa lagi mereka?"

"Iya sih, tapi tetep gue nggak terima dah. " Fiki membalas. "Bertambah lagi personil si Fenly, mulutnya yang kagak bisa difilter. Mana dia sok-sokan bijak kemarin, pada kenyataannya nggak adil, belain tim Fenly yang jelas datangnya duluan kita. " Ia mendengus kesal, mengingat kejadian minggu sore kemarin.

"Udah, jangan ngomongin orang. " Fajri membuka suara, yang membuat keduanya menoleh ke arah Fajri.

"Kan yang kita omongin bener Ji, " sahut Fiki dengan mendengus kesal, hal itu membuat Fajri menghela nafas. Ia memilih melangkahkan kakinya pergi, tentu hal itu membuat Fiki dan Zweitson menatapnya.

"Aji! Tungguin lah!" Fiki mendengus dibuatnya. "Main tinggal aja lah. "

"Udah, susul aja. " Zweitson membalas, ia memilih menyusul Fajri, diikuti oleh Zweitson.

Fajri, ia sudah sampai di kelasnya, diikuti oleh Zweitson kemudian Fiki. Fajri berjalan ke arah kursinya, namun ia mengerutkan keningnya saat melihat sebatang coklat di atas mejanya.

"Siapa?" Fajri melontarkan pertanyaan pada teman sekelasnya, mengisyaratkan ke arah batang coklat tersebut. Yang sekelas Fajri pasti faham, bagaimana sikap laki-laki itu yang irit bicara. Mereka sudah memahami apa yang dimaksud oleh Fajri.

"Dari Clara tadi, katanya buat lo Ji. " Siswa yang berdekatan dengan Fajri nampak menyahut. "Iya kan weh?" Ia melirik ke arah murid lainnya.

"Iya, tadi gue liat jelas kok, emang si Clara. " Yang lainnya membenarkan.

Berteduh [END]Where stories live. Discover now