19.

518 64 15
                                    

"Aku tak tahu harus merasa bagaimana."

"Soal?"

Taehyung melirik lama ke arah kamar utama sebelum menjawab, "Kurasa ada yang aneh dengan suamimu."

Namjoon mengusap kepala Mooni, meninggalkannya menyantap makanan di wadah bundar lucu itu dan mendekati Taehyung. "Well, yeah, sebagai orang yang kena amnesia. Menurutmu? Tentu saja tingkahnya tidak seperti—"

"Sebaliknya, Kakakku Sayang." Tidak. Taehyung bukan sedang mengumbar sapaan antar saudara. Dia tengah sarkasme secara halus. Namjoon sementara dicecar. "Sikap Kakak Ipar justru sama persis seperti dulu hanya cenderung ke arah gawat."

"Gawat?" Jantung Namjoon jatuh ke perut rasanya. Apa yang terlewatkan?

"Dia memiliki tingkat obsesi berlebih padamu. Sekarang jauh parah."

"Oh." Syukurlah. Namjoon lega— "Aduh! Kenapa memukulku?" protesnya mengusap lengan yang panas. Taehyung menampar kuat secepat kilat tadi.

"Dia bahkan cemburu padaku, Kak. Aku!" Namjoon mengedikkan bahu dan berhasil mengelak dari tamparan lain. Taehyung mendesis kesal. "Jangan besar kepala. Itu justru mengkhawatirkanku. Biasanya aku dibiarkan dekat denganmu tapi, semenjak dia berteriak saat kita di danau, aku selalu merinding kalau terlalu dekat denganmu, oke?"

"Tae. Seokjin cuma masih bingung bagaimana harus menata perasaannya. Maklumi saja, ya?"

Taehyung melipat lengan ke dada. "Jangan salah. Aku hanya heran, bukan tertekan. Itu pilihannya. Toh, dia posesif ke suami sendiri. Cuma disayangkan harus aku yang merasakan dan bukannya si Bocah Tengik. Yang tidak adilnya di situ."

"Tidak adil apanya, Tae?" Celetuk Seokjin ringan tanpa nada naik tapi, kedua pria di sana terkesiap. Terutama Taehyung yang segera meringis kuda.

"Bocah tengik? Sedang bahas apa? Seru sekali sampai tak sadar aku datang." Seokjin merapikan lipatan lengan kemejanya. Senyum ke Namjoon juga Taehyung secara bergantian, meminta penjelasan entah apa tadi.

"Tidak, Hon. Dia hanya bingung mau membelikan apa untuk Seonu. Bukan begitu, Tae?"

"Ah, ya-ya. Baiklah. Kalian sudah siap? Kita masih bisa keliling sekitar dua jam lagi sebelum berpisah. Yakin tak mau ikut denganku?" Taehyung segera diberi pemandangan mesra saat bertanya sambil menunjuk lengan arloji, Seokjin mentautkan jemarinya dengan Namjoon sekalian memeluk lengan suaminya erat.

Taehyung menarik senyum datar. Dalam hati berteriak kalau dia takkan merebut Namjoon. Tidak akan! Oh, astaga.

"Aku dan Namjoon punya kencan sendiri setelah kau pulang sayangnya, bukan begitu?" Seokjin tersenyum cantik, tengadah nyaris mengecupkan hidungnya dengan Namjoon atau bahkan akan berciuman di sana kalau Taehyung tidak sengaja terbatuk heboh.

"Ya. Maksudku, bukan mengusir, Tae. Sora dan Seonu juga butuh dirimu dan ...."

"Ya, oke, tak perlu mengulang. Aku pun paham kalian butuh waktu pribadi berdua. Toh, sekarang aku yakin kalau bisa melepas kalian tanpa khawatir, tapi! Aku masih mengawasimu, Kak." Namjoon meringis tanya padanya, Seokjin tersenyum gemas. "Kakak ipar punya wewenang penuh untuk mengadu padaku kalau kau kelewatan. Jaga sikap, Kakakku Sayang."

"Yang kakakmu itu yang mana, Tae? Kenapa semua melihatku seperti penjahat?" Namjoon berpaling ke sebelah, ke arah lengan yang diganduli suaminya, "Honey ?"

"Sudah-sudah. Nanti Taehyung tak sempat isi perut keburu pesawatnya lepas landas. Ayo, kita pergi. Beli oleh-oleh untuk Seonu dulu, ya, Namjoon. Anak itu menggemaskan sekali, aku jadi kepingin punya rasanya." Seokjin menarik Namjoon ke arah pintu diikuti Taehyung yang menggeleng.

Honne | NJ √Where stories live. Discover now