4.

755 77 18
                                    

⚠️

Seokjin menekan tombol di sana dan berputarlah mesin cuci otomatis itu. Ditinggalkannya bekerja, Seokjin pergi ke dapur, memutuskan ingin mencoba membuat waffle atau barangkali sekadar roti bakar selai kacang. Mooni mengikutinya dengan patuh di sisi kaki.

Namjoon masih belum bangun. Semalam, Seokjin berusaha mengalihkan pertanyaannya yang menjorok ke kejadian bersama Mina, yang mana bajunya tengah dicuci di ruang laundry sekarang. Namjoon terlalu kritis dan tidak benar-benar mengabaikan Seokjin untuk bertemu kolega semalam. Jadi, kecurigaannya tentu ....

Suara kenop pintu, nyaris membuat Seokjin menjatuhkan kemasan tepung. Dia menaruhnya pelan dan meraih botol air sambil mengatur napas. Langkah kaki suaminya, jelas terdengar walau teredam karpet. Seokjin harus kembali mengalihkan perhatian Namjoon karena prianya cenderung keras kepala sebelum mendapat yang dia mau.

"Kamu membuatku kedinginan, Hon," bisik Namjoon sembari mengecup bahu Seokjin yang tertutup piyama. Lengan kerasnya melingkari perut, mengeratkan mereka alih-alih menghangatkan diri.

"Seingatku pendingin ruangannya tidak menyala." Seokjin mendengkus, Namjoon ganti mengecupi belakang telinganya dan itu sangat geli. Dia harus mencubit pipi suaminya agar berhenti. "Nanti adonanku tumpah. Kalau dingin, pakai bajumu makanya."

"Tidak mau." Suara berat Namjoon menyentuh telinga Seokjin sekalian bibirnya.

"Namjoon, sudah. Kau tak mau sarapan? Biarkan aku ... Namjoon? Kau mau apa?" Seokjin melepas sendok pengaduk untuk menahan lengan keras Namjoon yang telapaknya menelusup masuk ke piyama. Masing-masing naik ke dada juga turun ke dalam celana. Meraba di antara selangkangannya.

"Namjoon ...."

"Aku mau makan kamu saja, ya?" Telinga Seokjin mulai dikulum. Cuping yang perlahan merona itu, membuat Namjoon terkekeh. "Lupakan waffle tak berguna itu, Honey. Kamu jauh lebih kuinginkan dari pada apa pun, sekarang."

Seokjin mengerang. "Namjoon, ki-kita sedang di dapur ...." Telapak besar yang sedikit kasar itu, menstimulasi kejantanan Seokjin dan segera tusukan rangsang menjalar di sepanjang punggung. Membuat jalannya napas berat.

"Aku tahu."

"Mnh. Namjoon~"

"Iya, Honey." Leher jenjang pucat itu dikecup, dihisap dan dijilat sayang. Membuat kulit sensitif di sana, memerah tak lama lagi.

"Kau ... mnh ... serius mau melakukannya di sini?" Seokjin meremas lengan yang melingkarinya, mencakar lengan lain di dadanya sambil menelengkan kepala ke arah Namjoon. Membiarkan bibirnya dikulum mesra.

Bibir ranum yang dibuat basah itu dilepas hanya untuk bertanya ritoris, "Belum pernah, bukan?" Lalu, kembali dikulum dalam.

Seokjin tahu, meminta berhenti atau ganti tempat saat belah bokongnya ditekan-tekan juga digesek kejantanan keras suaminya, adalah percuma, jadi dia hanya minta agar dilakukan pelan-pelan tanpa perlu sampai merusak laci, atau lemari atau ... oh. Tentu saja.

"Tak perlu khawatir, Hon." Derak pelan laci dan bunyi sesuatu diacak membuat Seokjin merona.

"Kau menyimpan pelumas di dapur?"

"Yep."

"Pengamannya?" Namjoon tak langsung menjawab, dia sibuk membuka penutup pelumas yang kemudian mengejutkan Seokjin karena sensasi dingin juga jemari berbuku besar yang menusuk tak sabar. Seokjin terdorong ke depan, membuat bokongnya menungging dan Namjoon leluasa melakukan tugasnya.

Mangkuk adonan sudah tersingkir jauh dan Seokjin yakin dia lagi-lagi batal membuat kudapan manis itu kali ini.

Kekhawatirannya soal Namjoon yang bakal bertanya lagi tentang apa yang terjadi antara dirinya dan Mina semalam, tenggelam. Suaminya itu lebih ingin menyetubuhinya sekarang juga.

Honne | NJ √Where stories live. Discover now