83) Impian :)

19 1 0
                                    


Anna berlari tertatih-tatih menuju SMA Trisakti untuk menemui Tara, seusai mendapatkan berita buruk dari pacarnya.

Dengan penampilan lusuh yang tidak pantas untuk di pandang, Anna tetap nekat menerobos gerbang dan tidak memperdulikan tatapan jijik dari berpasang-pasang mata para murid yang melihatnya berlari.

Sudah tidak ada waktu lagi untuk Anna bersikap santai pada keadaan mendesak seperti saat ini. Susah payah, Anna berusaha untuk keluar dari gudang setelah Rusdi mengurungnya di sana.

Mata Anna menyapu sekeliling tempat yang ia lewati dengan seteliti mungkin, berharap sosok Tara bisa ia temukan.

Perasaan takut, merasa bersalah, sekaligus lelah, bercampur aduk dalam diri Anna saat ini.

"Tara lo di mana?" cemas Anna di sela-sela berlari.

Gedung SMA yang lumayan banyak serta halaman yang luas, membuat Anna kesulitan untuk mencari Tara.

Sudah berbagai tempat ia kunjungi, mulai dari studio band, gedung teater, sampai kelas Tara sekalipun. Tapi dia tidak menjumpai Tara di tempat-tempat tersebut. Lantas, ke mana lagi dia harus mencari?

Anna membungkukkan tubuhnya dengan kedua tangan yang bertumpu di lutut. Ia sangat kelelahan berlari ke sana kemari, namun tidak mendapatkan apa yang ia cari.

Untuk sejenak, gadis itu mengambil oksigen sebanyak-banyaknya untuk ia hirup dan supaya dirinya bisa menetralkan napasnya kembali.

Saat napasnya mulai bisa dikendalikan, sebuah ide langsung melintasi pikirannya.

Tanpa basa basi lagi, Anna segera berlari sekuat tenaga menuju kelas Rizqi.

Sesampainya di depan kelas, orang yang dia cari pun ketemu. Dia keluar dari kelas saat Anna akan masuk ke dalam kelas.

"Kak Iqqi, liat Tara nggak?" tanya Anna seusai menetralkan napasnya yang terengah-engah.

Rizqi dengan tatapan dinginnya menatap Anna. "Dia ke halte."

Sontak, mata Anna melebar sempurna. Tanpa permisi, ia segera berlari kembali menuruni setiap lantai, berharap bisa menjumpai Tara tanpa terlambat sedikit pun.

Berberapa kali Anna berhenti sejenak karena pinggang kirinya terasa nyeri akibat kebanyakan berlari. Ini bukanlah suatu penyakit, karena hal ini bisa terjadi sebab ginjal mengalami keram sementara.

Anna tetap bersikeras berlari. Ia menatap gerbang depan nyalang. Rasa-rasanya jarak 25 meter dari tempatnya berdiri sekarang, semakin terasa melebar.

"Ngah." Anna memegangi pinggangnya erat. Nyeri yang dirinya rasakan benar-benar menyiksa, andai keadaannya tidak seperti ini, Anna pasti akan memilih untuk menyerah saja.

Tahu tidak ada banyak waktu yang tersisa, Anna nekat berlari dan menahan mati-matian segala sesuatu yang menyerang fisiknya.

"Anna!" Parangga yang berada di lantai dua terkejut, mendapati Anna yang nampak begitu pucak dan rambutnya basah serta acak-acakan berlari di bawah.

Secepatnya, Parangga berjalan cepat untuk turun dan menyandanginya.

Anna mengelap pelipisnya yang bercucuran keringat dengan punggung tangannya, kala posisinya tinggal satu meter lagi mendekati gerbang.

Gadis berambut hitam panjang itu memilih untuk berjalan cepat saja. Setelah keluar, Anna segera berbelok ke kanan untuk menuju halte bus yang terlihat baru saja menjadi pemberhentian sebuah bus berwarna putih.

Di halte, tidak ada seorang pun yang tersisa. Anna melotot terkejut ketika menyadari ada siulet gadis yang rambutnya di ikat kuda dengan jas seragam khas SMA Trisatya.

Parangga [√]Opowieści tętniące życiem. Odkryj je teraz