56) Dokter Hendra :)

49 5 0
                                    


"Makasi, Ya. Buat bantuan lo tadi."

"Iya," balas Arya singkat.

Darrel membelalakkan matanya. "Lah, iya doang nih?

Arya yang tengah asik menatap lurus ke arah jalanan di area rumah Darrel pun berdecak pelan sambil menoleh ke arah sahabatnya itu.

"Sama-sama."

"Singkat banget."

"Terus, mau lo apa?" tanya Arya mengangkat sebelah alisnya ke atas.

Saat ini kedua laki-laki remaja itu sedang berdiri di balkon kamar Darrel sambil menikmati pemandangan sekitar rumah Darrel yang menunjukkan rumah-rumah, jalan dan pepohonan yang berdiri di samping-samping jalan yang kadang kala daunya berguncang karena tertiup angin.

Darrel terkekeh menanggapi ucapan Arya. "Ya ngomong yang panjanglah. Masa singkat mulu."

"Gue emang gini," balas Arya. Matanya kembali menyorot ke depan untuk melihat beberapa kendaraan yang melintasi jalanan.

"Kenapa lo irit ngomong?"

Arya menghela napas jenuh. Jujur saja, dia benci jika ada orang yang menyuruhnya untuk berbicara panjang lebar. Sekali pun itu Darrel yang memiliki status sebagai sahabat paling dekatnya.

"Nggak tau. Dari dulu udah gini." alasan itu langsung keluar dari mulut Arya sendiri. Jawaban yang logis memang, tetapi masih membuat Darrel penasaran.

"Emang susah buat ngomong panjang?"

Kepala Arya menggeleng. "Cuma males aja."

"Ya udah deh kalau gitu, terserah lo aja," pasrah Darrel tidak mau memaksa.

Ada jeda selama beberapa saat untuk mereka berdua diam dan saling mengambil udara segar untuk masuk dan keluar dari rongga hidung masing-masing. Angin yang disugukan sore ini cukup semilir.

"Gue mau cerita," ucap Darrel tiba-tiba membuka topik obrolan baru.

Sontak Arya kembali menolehkan kepalanya ke samping sambil mengerutkan kening.

Gelagat Arya membuat Darrel yakin, bahwa sahabatnya ingin tau apa yang akan dia ceritakan.

"Soal penyakit jantung gue ini. Sebenarnya baru terjadi tiga bulan yang lalu," kata Darrel mulai bercerita. "Waktu itu gue pergi dokter sendiri. Papa sama mama nggak tau. Dan sampai sekarang pun mereka nggak tau."

Arya masih diam, menyimak baik-baik cerita Darrel.

"Jadi gue minta. Tolong jaga rahasia ini dari siapa aja, Ya. Termasuk Anna."

"Kenapa?" tanya Arya ingin tahu alasannya. "Lo suka?"

"Suka apa?" lemot Darrel menanyai.

"Anna."

"Anna? Gue suka sama Anna gitu maksutnya?"

Dua anggukan itu menjawab pertanyaan dari Darrel barusan.

"Iya suka. Gue pengen jadi sahabat dia."

"Ck, mustahil lo nggak ada rasa."

Darrel mengeryit bingung. "Lo bisa baca isi hati gue?"

"Cuma nebak. Liat aja kedepannya."

Entah mengapa tiba-tiba tingkah Arya ini menunjukkan seakan-akan dia adalah peramal. Ataukah memang sudah sejak lama dia ini  memang seorang peramal?

"Nggaklah! Jangan ngada-ngada. Lo bukan peramal." Darrel terkekeh jenaka, mengelak ucapan dari Arya yang menurutnya tidak mungkin.

"Gue berani taruhan kalau itu bener."

Kata-kata itu seketika membuat Darrel langsung menatap serius wajah Arya. "Tau darimana?"

Parangga [√]Where stories live. Discover now