59) Rumah :)

26 6 0
                                    


🌻🌻🌻🌻


"Lo yakin, gamau masuk?" tanya Anna menguap karena bosan.

Kini Anna sedang berada di bawah pohon mangga samping pagar rumahnya bersama dengan sesorang yang pernah dia anggap sebagai saudaranya.

Terry tersenyum picik. "Lo mau sombong?"

"Gue cuma nawarin, kali aja lo pengen ngerasain," sindir Anna dengan pedas.

Terry mendesis sebal. Ternyata sifat Anna masih saja semenyebalkan  dulu, sama seperti saat mereka satu atap.

"Kalau mau ngomong buruan. Nggak usah kebanyakan basa-basi. Gue ngantuk," ucap Anna dengan malas.

"Gue cuma nggak ngerti sama kelakuan lo, Na." Terry menatap Anna dengan sorot kebencian dan sedikit mendramatiskan kalimatnya.

"Emang gue ngapain?"

"Lo nanya hal itu?" Terry dibuat tercengang oleh penuturan Anna yang terkesan begitu santai. "Semenjak lo pindah ke rumah ini. Sekalipun lo nggak pernah mampir lagi ke rumah."

"Gue disuruh balik ke rumah? Kenapa? Emang lo kangen sama gue?" tanya Anna dengan polosnya.

"Sombong lo!" kemudian tanpa disangka-sangka, Terry langsung pergi begitu saja tanpa berpamitan.

Anna yang tidak mengerti dengan jelas maksud dari tujuan Terry memanggilnya kemari. Anna tak mengejarnya, ia hanya menatap kepergian Terry dengan sangat heran.

"Dia kenapa si?"

"Nona, anda disuruh untuk segera kembali ke rumah." suara dari bodyguard yang berat itu membuat Anna langsung membalikkan badannya ke belakang.

Anna mengangguk pelan sebagai respon. Ia lantas masuk ke dalam kawasan rumah melalui pagar.

.

"Yah, ayolah yah bikin kebun salak. Masa Ayah tega liat Abang kelaparan?" Saat baru menginjakkan kaki di depan pintu masuk. Suara Genta yang merengek-rengek langsung terdengar.

Raharja mengembuskan napas panjang. "Kamu makan nasi. Gimana mau kelaparan?"

"Ah, ayolah Yah. Masa Ayah nggak mau sih ngejar cita-cita Ayah?"

"Bentar." Raharja diam selama beberapa saat. "Sejak kapan cita-cita Ayah jadi tukang salak?"

Genta berdecak sebal. "Ayah nggak asik, ah!" kesalnya melirik sang Ayah.

"Loh ngambek? Orang cita-cita Ayah aja dokter. Terus apa hubungannya salak sama kesehatan medis?"

Genta langsung kembali menatap sang Ayah. "Ada! Jangan salah."

"Apa?"

"Ya buah tangan gitu kek. Misal ada pasien Ayah yang sakit. Kenapa nggak Ayah kasih hadiah salak aja?"

"Segitu bucinnya lo sama salak, Bang." Anna yang sudah sampai di ruang tamu pun menyela untuk ikut berbincang.

"Tau tuh Abang kamu ada-ada aja." Raharja geleng-geleng kepala, menanggapi pemikiran Genta.

Genta mendesis pelan. "Iri bilang Pak."

"Ngapain saya iri?"

Tingkah antara Ayah dan anak laki-laki itu membuat Anna tertawa. Ternyata ada juga orang yang berhasil mengalahkan Abangnya. Sangat pantas sekali jika disebut sebagai suhu.

Parangga [√]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang