63) Arthur? :)

15 3 0
                                    


"Jangan nangis lagi," kata Valdo iba. Melihat mata Anna yang begitu sembab.

"An?" Dari arah belakang, sesorang menyentuh bahu Anna. Hingga membuat tangis Anna terhenti, gadis berambut hitam lurus itu berbalik badan dan menjumpai Darrel yang menatapnya sendu, sambil merentangkan kedua tangannya, berharap gadis itu memeluknya.

Ekspresi Anna langsung berubah, gadis itu berjalan cepat dan sengaja menyenggol lengan Darrel.

"Anna?" panggil Darrel dari belakang. Namun, sama sekali tidak digubris.

Anna berjalan sangat cepat, menabrak sesiapa saja yang menghalangi jalannya tanpa meminta maaf.

Gadis itu mengusap jejak-jejak air matanya kasar dengan punggung tangannya. Semua kejadian yang dimulai dari seminggu belakangan ini membuatnya merasa kesal, dan ingin marah kepada siapa pun, meski mereka tidak bersalah. Tapi setidaknya dengan begini, hati Anna akan tenang.

Semua yang terjadi secara tiba-tiba untuk yang kedua kalinya membuat Anna semakin terpukul. Dan takut.

Entah kedepannya gadis malang ini akan trauma atau tidak. Tapi sebisa mungkin Anna akan berusaha kuat, kali ini dia tidak sendiri lagi.

Guru BK yang Anna kenal sebagai guru yang paling perduli pada siapa pun tanpa pandang bulu telah berpulang. Dan lihatlah, sekarang pembullyan semakin meraja-lela.

Kaki Anna berhenti bergerak. Kepalanya menoleh ke kiri, dan sedikit mendongak untuk melihat awan hitam di atas sana.

Apa sekarang waktu yang tepat untuk mengunjungi rooftop?

Mata Anna berkaca-kaca, ia segera berlari kencang, menuju satu tempat yang ada di dalam pikirannya. Semua masalah tiba-tiba kembali berputar-putar di benaknya, yang semakin membuat laju larinya semakin kencang. Masa bodo dengan hujan yang akan turun, sekali pun ada badai, ia akan tetap menerjangnya.

Brak!

Anna mendorong pintu rooftop kuat-kuat hingga membentur tembok dengan begitu keras.

Dresh!!!

Hujan turun. Kaki Anna yang lemas pun membuatnya berlutut di lantai. Anna menangis, dia sudah tidak kuat untuk menahannya lagi.

"Gue gagal!" seru Anna kecewa pada dirinya sendiri.

Rasa sesak yang meremat dada menjadi bukti, bahwa detik ini Anna putus asa.

"ANNA!!" teriak dua orang gadis di ambang pintu rooftop. Tanpa berpikir panjang, mereka pun berlari menerjang derasnya hujan, untuk menghampiri Anna.

Kanaya dan Tara ikut duduk, mereka memeluk Anna dari samping.

"Jangan nangis lagi, An." Kanaya mengelus pundak Anna, berusaha untuk menenangkan.

Tara mengangguk, ikut mengelus pundak kanan Anna. "Kalau lo ada apa-apa, cerita aja sama kita."

"Sakit, Nay. Sakit, Ra.." isak Anna mengadu.

Darrel dan Valdo yang melihat dari ambang pintu hanya diam dengan sorot sendu.

"Gue nggak ngerti masalah lo berdua." Valdo mengembuskan napas gusar. "Tapi saran gue, buat sekarang jangan deketin Anna dulu. Kalau lo nekat, malah bakal bikin keadaan jadi tambah buruk."

Darrel menunduk, merasa bersalah. Tak seharusnya dia meninggalkan bahkan tak menyelamatkan Anna hari itu dari cengkraman Devan. Pasti karena itulah, penyebab mengapa Anna sangat marah pada dirinya.

Valdo menepuk pundak Darrel dua kali, kemudian berjalan menuruni tangga untuk pergi, tanpa mengajak pemuda berambut rapi tersebut.

🌻🌻🌻

Parangga [√]Where stories live. Discover now