4. Gerriel dan Virio, dalam Masa Lalu

24 7 0
                                    

Gerriel Fazze adalah anak kedua dari dua bersaudara. Ayahnya personel Angkatan Darat Kesatuan Tentara Nasional Ulisia. Ibunya bekerja paruh waktu di toko kelontong dekat rumah. Kakak perempuannya sudah meninggal sebelum Gerriel dilahirkan. Janniel—kakak Gerriel—lahir dengan kebocoran di jantung. Bayi Janniel hanya mampu bertahan hidup enam bulan sebelum menghadap Yang Maha Kuasa.

Meski kedua orang tuanya bekerja dan tak punya saudara untuk diajak bermain, Gerriel tak pernah kekurangan perhatian. Ibunya bahkan memberi terlalu banyak. Trauma dengan kematian anak sulungnya, Muyfa Balim-Fazze memastikan Gerriel tumbuh sehat dan bahagia. Definisi "bahagia" menurut Muyfa adalah "mencegah Gerriel sedih atau marah sebisa mungkin". Definisi ini kerap membuat Muyfa berselisih dengan sang suami. Vaeglu, ayah Gerriel, bukan tak sayang pada putra satu-satunya. Namun, ia berpendapat definisi "bahagia" sang istri bisa membuat Gerriel tumbuh menjadi diktator.

Nyatanya, Gerriel tidak menjadi diktator. Tidak pula dia tumbuh menjadi pribadi welas asih. Dua pandangan bertolak belakang dari kedua orang tuanya membuat Gerriel kecil kebingungan. Ibunya membuatnya berpikir ia berhak mendapat semua yang ia mau. Di sisi lain, ayahnya mengecam keras tindakan sewenang-wenang terhadap sesama. Gara-gara ini, Gerriel tak tahu harus punya pendapat seperti apa untuk kelompok anak-anak pengganggu di kelasnya. Anak-anak tersebut sering menjahili anak lain demi kepuasan pribadi.

Apakah yang dilakukan anak-anak ini benar? Akan tetapi, mereka membuat orang lain menderita, bukan?

Terkadang Gerriel berpikir yang dilakukan anak-anak itu lucu. Terkadang ia merasa kasihan pada targetnya. Ketika ia ingin ikut mengganggu, ia bimbang. Ketika ia ingin membela target, ia juga bimbang. Akhirnya Gerriel diam. Ia terus terbiasa diam sampai kebal dengan eksistensi si kelompok pengganggu maupun target mereka.

Orang-orang itu tak ada hubungannya denganku, pikirnya. Tak perlu kucampuri urusan mereka.

Beberapa tahun kemudian, Gerriel lulus sekolah dasar dan masuk Sekolah Menengah Distrik Medpen. Di sekolah tersebut juga terdapat kelompok pengganggu, malah skalanya lebih besar dan lebih intens. "Mengganggu" terlalu halus untuk menggambarkan perilaku mereka. "Merundung" dan "merisak" lebih tepatnya. Nasib menuntun Gerriel bersinggungan dengan kelompok itu. Untuk pertama kalinya, ia menjadi target kelompok pengganggu.

"Wow! Kartu bagus, nih."

Gerriel yang sedang berjalan pulang sekolah dengan senyuman lebar langsung tertegun. Kartu yang sedang ia kagumi mendadak lenyap dari tangannya. Kartu itu adalah salah satu item koleksi Pix Series, seri animasi dan gim yang digandrungi anak-anak Ulisia pada masa itu. Gerriel mendapatkannya setelah memenangkan kuis trivia yang diadakan teman sekelasnya yang hobi berburu kartu Pix sampai punya banyak kartu lebih. Dari kuis itu, Gerriel beruntung memenangkan satu kartu dengan tingkat kelangkaan super.

Tentu saja ia tak rela kartunya direbut orang.

"Kembalikan," ucap Gerriel. Tangannya terulur pada si senior yang merebut kartunya. Ia tak peduli meski si senior lebih tinggi darinya. Ia juga tak peduli pada teman-teman si senior yang mengelilingi mereka. Ia berhak atas kartunya.

Ia berhak atas semua hal yang inginkan.

"Sopan sedikit pada senior." Salah satu teman si senior memukul wajah Gerriel sampai terhuyung. Yang lain ikut menoyor dan mendorongnya. Si perebut berkata, "Geledah tasnya!"

Mereka mengambil tas Gerriel, mengeluarkan semua isinya, mengecek dompetnya, mengambil semua uangnya, kemudian mencampakkan dompetnya yang sudah kosong. Gerriel berteriak marah, hanya untuk ditahan dan ditinju di bagian mulut supaya diam. Gerriel tak menyerah. Dia terus melawan dan memberontak. Salah seorang penahannya tak kuat lagi. Saat tenaganya melemah, Gerriel mengambil kesempatan itu untuk melancarkan serangan balasan.

PostludeWhere stories live. Discover now