9. Regina, dalam Persembunyian

24 4 4
                                    

Dari titik lokasi yang tak bisa dilihat Rosie, Gerriel, dan Virio, Regina Neal meringkuk di balik semak-semak mengawasi ketiganya. Tanpa sadar ia menekukkan seluruh jemari dan menusuk-nusukkan semua kukunya ke telapak tangan. Setelah menyaksikan Rosie dan kedua pemuda saling meminta maaf, Regina dilanda rasa gugup. Ia juga masih tak habis pikir mengapa di antara semua skenario, ia harus menghadapi skenario yang ini.

Regina memandang getir barang-barang yang ia kenakan: Atasan kemeja lengan pendek berlogo Sekolah Menengah Distrik Medpen; celana olahraga sekolah karena dia anti memakai rok seragam yang mini tanpa stoking, sedangkan ia sendiri tak menyukai stoking lantaran membuat kakinya gatal; serta sepatu basket bermerek. Di sebelah Regina, tergeletak tas ransel yang bermerek sama dengan sepatunya. Dua benda itu adalah favorit Regina, meski awalnya gadis itu memaksa diri menyukai kedua benda tersebut.

Mata Regina mengarah ke sekeliling. Untuk sesaat perhatian gadis itu teralih dari Rosie dan kedua pemuda. Semestinya ia tak melakukan tugas ini sendirian. Ada beberapa orang lagi diutus bersamanya.

Regina menggendong ransel, lalu merundukkan tubuh dan merayap menyusuri semak. Diabaikannya helai daun dan tusukan ranting kecil yang mencoba menghalau langkahnya. Kalau situasinya lain, ia pasti sudah meringis jijik membiarkan gumpalan tanah mengotori lengan dan celananya. Tak banyak yang tahu kalau Regina yang dikenal tomboy sesungguhnya punya toleransi nyaris nol terhadap noda dan kotoran.

Di mana dia? batin Regina mencari-cari rekan satu misinya. Di sisi lain, ia tak membiarkan Rosie dan kedua pemuda lolos dari pengawasan. Ia bukannya tak boleh berkontak dengan mereka. Ia hanya harus tahu kapan waktu yang tepat. Saat ini, menurut penilaian Regina, sama sekali bukan waktu yang tepat.

"Es krim, kami datang!"

Suara Rosie. Gadis itu menyambar kemeja kedua pemuda lalu mengajak mereka lari bersamanya. Niat Regina untuk terus mencari rekan satu misinya hilang seketika. Ia menegakkan tubuh, berdiri, lalu diam-diam keluar dari semak-semak untuk mengejar targetnya.

Momen meminta maaf itu ... Rosie sudah sadar apa yang terjadi. Regina menggertakkan gigi sambil terus mengejar dalam diam. Aku tak boleh membiarkannya sendirian.

Kemudian Regina teringat belum memberi laporan. Dengan mata terus terarah pada target, Regina menyelinap ke gang sempit di antara kantor pos dan kedai kopi. Luas gang itu hanya tiga hasta. Paling tidak, keadaannya lebih baik dari tempat persembunyian sebelumnya. Regina menginjak beton kering alih-alih tanah basah yang mungkin saja menjadi tempat tinggal cacing dan kotoran hewan. Daun dan ranting yang menusuk-nusuk tubuhnya pun nihil di sini.

Regina baru akan merogoh ransel ketika dua peristiwa baru terjadi hampir bersamaan. Pertama, Rosie menarik kerah Gerriel dan Virio. Ia mengucapkan sesuatu dan ekspresinya tidak menenangkan hati. Ketakutan, kecemasan, dan keputusasaan tergambar jelas di wajah gadis itu. Kedua, muncul seseorang dari dalam gang. Gara-gara kemunculannya, Regina nyaris melupakan protokol yang ia buat sejak tiba di sini.

"A—" teriak Regina tertahan. Ia mengatur napas dan bicara dengan volume yang lebih pelan. "Maaf. Apa yang kau lakukan di sini? Apa kau perlu bantuan?"

Sosok di dalam gang ikut mengatur napas sebagai jawaban. Sosok itu gadis berambut hitam dikepang dua, berkacamata, dan bertampang cemas seperti yang selalu diingat Regina. Seragam sekolahnya menunjukkan bahwa ia siswi Sekolah Menengah Swasta Kilvoir. Dari yang Regina tahu, gadis ini sekelas dengan Virio di tingkat delapan. Namun, Regina tak yakin ia boleh bersikap seolah ia sudah tahu beberapa hal tentang Arania Befala. Ia harus memastikan lebih dulu dengan menunggu respons Arania yang ini.

"Regina?" balas Arania. Seketika Regina tahu ia tak perlu pura-pura tidak mengenal Arania. Akan tetapi, bukan berarti Regina bisa merasa lega.

"Kaukah rekan satu misiku?" tanya Regina. Dalam hati, ia meneruskan bukan Arania-lah yang dia harapkan. Ia bersyukur tak mengucapkannya keras-keras karena pertanyaan itu saja sudah membuat mata sayu Arania berkaca-kaca.

PostludeWo Geschichten leben. Entdecke jetzt