“Gak usah. Gue bisa pesan ojek online. Lagipula, tangan Lo masih luka, gak mungkin kan Lo bisa antar gue pakai motor besar Lo itu.”

“Lo pikir gue selemah itu? Gue udah biasa dengan semua luka-luka ini.”

Althaia terdiam. Ia seperti melihat gurat kesedihan dari mata Max saat mengatakan jika laki-laki itu terbiasa dengan luka-lukanya.

Menghela nafas panjang, Althaia berdiri dari duduknya. Sedikit merapikan rambutnya yang berantakan.

“Lo mau antar gue naik apa? Bukannya motor Lo masih di tempat tadi?”

“Siapa bilang?”

“Hm?” tanya Althaia tak paham.

“Ck. Motor gue udah di parkiran depan.”

Althaia mengangguk. Lalu, keduanya berjalan beriringan menuju parkiran tempat motor Max terparkir.

Keduanya memasuki lift untuk sampai di lantai dasar. Apartment Max memang berada di lantai atas.

Tak ada orang lain di dalam lift selain Max dan Althaia. Seketika suasana menjadi canggung dan penuh keheningan. Althaia menyandarkan tubuhnya di dinding lift. Pandangannya lurus ke depan.

“Max.”

“Althaia.”

Keduanya menoleh secara bersamaan. Max berdehem. “Lo duluan.”

“Gak, Lo dulu!”

“Ladies first.”

“Jangan berantem lagi.”

Mendengar perkataan Althaia yang sungguh-sungguh dan terdengar tulus, Max menyunggingkan senyum tipisnya. Tak dipungkiri rasanya sangat bahagia saat melihat Althaia peduli padanya. Hasrat untuk menjadikan Althaia sebagai miliknya selamanya semakin besar. Dan ia sudah bertekad apapun caranya, Althaia harus tetap menjadi miliknya.

“Gue gak akan berantem lagi. Tapi gak gratis.”

Alis Althaia mengernyit. “Maksudnya?”

“Sebagai imbalannya, Lo harus mau menuruti apapun keinginan gue.”

Althaia memutar bola matanya jengah. “Gak mau! Lo pasti selalu minta yang aneh-aneh.”

“Gak akan! Gue jamin kemauan yang satu ini akan buat Lo senang. Ah gak cuma Lo, gue pasti akan sangat senang.”

“Hmm. Apa itu?”

“Lo janji kan?”

Mau tak mau Althaia mengangguk. Malas meladeni Max. Ia yakin jika dirinya menolak pun, Max akan tetap kekeuh pada pendiriannya. Memaksa Althaia untuk menerima semua keinginan Max.

Max tersenyum puas. “Sehari satu ciuman.”

Althaia memekik. Menjambak rambut Max yang berada di jangkauannya. “LO GILA?! MATI AJA SANA!”

Max menahan kedua tangan Althaia yang masih menjambaknya. Berdecak sebal karena reaksi Althaia yang kelewat bar-bar.

“Gak mau tahu! Lo udah janji, jadi harus ditepati. Dan itu di mulai dari sekarang.”

Max memiringkan wajahnya mendekati Althaia. Sedangkan Althaia langsung terdiam membisu. Tubuhnya tak bisa digerakkan. Hembusan nafas Max menyapu wajahnya. Jarak keduanya semakin dekat. Tak tahu harus berbuat apa, Althaia memejamkan mata dengan erat. Ini kali pertama ia berada di situasi yang rumit.

Hingga ia bisa merasakan bibir Max yang menempel di bibirnya. Awalnya hanya menempel, namun semakin lama, permainan Max pada bibirnya semakin agresif. Althaia kewalahan dengan ciuman Max yang terkesan menggebu-gebu. Kedua tangannya meremas jaket yang dikenakan Max dengan kencang.

Ia memukul dada Max dengan kencang kala merasakan pasokan udara yang menipis.

Max melepaskan tautan bibirnya dengan Althaia. Laki-laki itu menarik nafas panjang guna mengisi rongga dadanya dengan udara.

“Manis. Gue suka, jangan lupa besok dan seterusnya akan gue tagih.”

Ting

Lift terbuka.
Althaia membelalakkan kedua matanya melihat seorang laki-laki yang ingin memasuki lift.

Tak hanya Althaia, laki-laki tersebut sama terkejutnya. Apalagi melihat tampilan Althaia yang acak-acakan. Dengan bibir yang membengkak.

“D... Dylan?!”

*•.¸♡ To Be Continue♡¸.•*'

SEE U NEXT PART😍😍😍

Hello MaxNơi câu chuyện tồn tại. Hãy khám phá bây giờ