"Ayah."

Pria yang mengenakan jas hitam itu masih bisa berdiri tegap dengan wajah datarnya, tanpa ekspresi memandang lurus pada sang anak yang bersimbah airmata. Dari kilat mata pria berwibawa itu bisa diasumsikan bahwa pria itu tengah marah besar pada darah dagingnya sendiri karena telah menelponnya di saat jam kerja.

Namun, tampaknya Beomgyu tak peduli dengan guratan emosi yang ditampilkan—yang terpenting Yongbok harus diselamatkan, pikirnya.  Beomgyu sendiri yang memanggil Ayahnya untuk datang demi membantu temannya yang sekarat. "Selamatkan temanku, Ayah. Aku—aku berjanji akan mengikuti perintah Ayah. Apapun yang Ayah katakan, akan aku lakukan. Tolong, selamatkan Lixie-ku." Beomgyu, dengan tidak berdayanya memohon dengan kedua tangan tergenggam di depan dada, berharap Ayahnya luluh dan mau membiayai perawatan rumah sakit Felix dan mengizinkannya untuk melakukan transfusi darah. Ia bahkan berlutut di depan pria dingin itu.

Jinhyuk masih bergeming. Hatinya seolah membeku, tak ada sedikitpun perasaan iba mendengar anaknya memohon-mohon seperti sekarang. "Aku akan menolong anak itu, kalau kau mau mengikuti kata-kataku." katanya kemudian. "Pergilah malam ini dan jangan pernah kembali kemari."

Malam ini? Beomgyu seketika terdiam dengan hati gusar. Lalu, bagaimana dengan sekolahnya? Teman-temannya? Hueningkai dan Yongbok?

Beomgyu menggeleng kuat, mengenyahkan seluruh perasaan meragu yang menghambat pilihannya. Tidak. Jangan itu dulu yang ia khawatirkan. Temannya harus segera dioperasi atau nyawanya tidak akan selamat.

"Aku akan pergi." Setitik air mata lolos, mengalir begitu saja menggoresi pipinya. Beomgyu mendongak, menatap Ayahnya tanpa perasaan ragu sedikit pun. "Sesuai yang Ayah inginkan. Aku benar-benar akan pergi."

"Baiklah, kalau begitu. Siapkan barang-barangmu. Supir Choi akan segera memesan tiket penerbangan ke Belanda malam ini juga."

Di kala Jinhyuk meninggalkannya demi mengurus administrasi yang sesuai dengan perjanjian mereka, Beomgyu mengikuti Dokter dengan air mata yang masih belum berhenti. Hatinya dipenuhi rasa bersalah. Mengapa harus Yongbok yang kecelakaan? Mengapa harus temannya, mengapa tidak dirinya saja? Beomgyu menangis dalam kebisuan sambil menggigit bibir bawahnya kuat-kuat.

 Mengapa harus Yongbok yang kecelakaan? Mengapa harus temannya, mengapa tidak dirinya saja? Beomgyu menangis dalam kebisuan sambil menggigit bibir bawahnya kuat-kuat

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Lixie." Beomgyu memasuki ruang inap, memerhatikan Yongbok yang terbaring tak berdaya di atas ranjang dengan banyak perban di tubuhnya. Hati Beomgyu teriris, sungguh perih rasanya. Namun, Dokter bilang masa kritisnya sudah lewat. Setidaknya, Beomgyu bisa bernapas lega meninggalkan temannya.

Ia mendekati pembaringan, mengusap surai pirang Yongbok dengan lembut, penuh kasih sayang. "Maafkan aku, Lixie. Maaf, aku tidak menepati janji. Aku tidak tahu apa bisa bertemu lagi denganmu atau tidak, tapi apa pun yang terjadi, sampai kapan pun doaku tidak akan pernah putus untukmu. Jaga dirimu, Lixie. Jangan suka begadang lagi. Ikuti audisi dengan baik. Dan, kumohon—" Napas Beomgyu tersenggal seiring dengan air mata yang membasahi pipi. Diraihnya jemari Yongbok yang terpasang infus, dikecupnya halus dengan mata terpejam, berharap semua rasa sakit yang dialami temannya berpindah ke dirinya. Ia tak masalah kalau rasa sakit itu dialaminya. Tidak apa-apa, ia tak keberatan, asal bukan Yongbok. Temannya terlalu lembut untuk luka seperti ini, tidak sepertinya yang sudah terbiasa. "Kumohon jaga kak Taehyun. Jangan biarkan dia merasa sendiri, ya? Kau teman terbaik yang dia punya."

『 Secret Admirer 』 ― Taegyu ✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang