✎ Hanya segelintir kisah tentang cinta dan kasih sayang yang tulus, ditujukan untuk seseorang yang tersesat mencari jalan pulang. Dapatkah perasaan tulus itu menemukan kebahagiaannya sendiri?
―lapak Tae!Top and Gyu!bot
―bxb
ㅡIni hanya fiksi
Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.
TIDAK ada kegiatan lagi setelah mengajar, Beomgyu akhirnya memutuskan untuk jalan-jalan di sekitar Hongdae sekalian berniat untuk membeli alat rajut lagi, karena sebelumnya benang-benang rajut di rumah sudah mulai menipis. Beomgyu berencana untuk membuatkan Taehyun sepasang kaos kaki di acara fanmeet nanti. Mungkin ia perlu banyak, karena sebentar lagi musim dingin, Felix dan Hueningkai pasti membutuhkannya juga. Mereka bekerja di luar ruangan mengingat Felix akan syuting untuk film yang diadaptasi dari novel Hueningkai.
Beomgyu membeli beberapa gulungan benang wol yang berbeda warna, rencananya satu orang mendapat warna yang berbeda. Usai membeli bahan yang ia perlukan, Beomgyu pun berencana pulang. Namun saat di tengah jalan, melewati salah satu roti sederhana, ia kaget karena seseorang—yang mungkin pemilik dari toko roti itu—mendorong anak kecil hingga jatuh terjungkal, beberapa manik dan gelang buatan tangan berserakan di atas tanah—menjadi kotor dan beberapanya pecah karena diinjak orang yang berlalu lalang.
"Pergi dari sini! Dasar anak kotor!" Begitulah pria itu mengumpati si anak yang terlihat masih berusia 7 tahun. Beomgyu menghela napas sabar lalu membantu si anak mengutipi satu-satu bahan dagangannya.
"Kau terluka?" tanya Beomgyu, namun anak itu tidak menjawabnya, masih sibuk meraih satu persatu gelang bermanik cerah yang berada di lantai kemudian memasukkannya ke dalam tas.
Anak itu menangis sesegukan walau ia kelihatan berusaha untuk menyembunyikannya. Beomgyu tak tega melihatnya sehingga ia mendekatkan diri, menangkup wajah sang anak, memperhatikan apa ada yang terluka.
Beomgyu baru menyadari kalau anak itu tidak bisa mendengar dan bicara. Oh, anak yang malang, batinnya pilu. Beomgyu akhirnya berbicara dengannya menggunakan bahasa isyarat. "Apa kau lapar??"
Anak itu memandangnya takjub karena bisa berbahasa isyarat dan akhirnya membalas. "Aku ingin membeli roti untuk adikku, tapi orang itu malah mendorongku karena mengira aku ingin mencuri rotinya." Dengan mata yang berkaca, anak itu memandang Beomgyu penuh kesedihan. "Aku memang miskin, tapi aku tidak mau mencuri. Aku tidak mau membelikan makanan untuk adikku dari hasil curian."
Tangan Beomgyu terulur, mengelus surai si anak lelaki dengan lembut dan perlahan. Diusapnya air mata yang mengalir di kedua pipi tirus anak bisu tersebut kemudian tersenyum lembut dan menggenggam sebelah tangannya. "Ayo, ikut aku."
Anak itu tampak menurut walau takut karena Beomgyu mengajaknya untuk masuk ke dalam toko itu lagi. Di sana, Beomgyu langsung berpapasan dengan pemilik tokonya.
"Kau kemari lagi?!"
"Beginikah kelakuanmu terhadap pelanggan?!" ujar Beomgyu kesal sembari menatap si pria bermuka garang dengan sengit. "Dia tidak ingin mencuri, tapi dia ingin membeli rotimu." Ia lalu menoleh pada sang anak kemudian berbahasa isyarat. "Tunjukkan uangmu."
Tanpa membuang waktu, anak bisu itu mengeluarkan uangnya yang tak seberapa dari saku celana, menunjukkannya pada si pemilik toko yang wajahnya sudah memerah karena marah. Beomgyu kembali bersuara, "Lihat? Dia ini pelangganmu, tapi berani sekali kau mengatainya seperti itu! Minta maaf padanya segera!"