✎ Hanya segelintir kisah tentang cinta dan kasih sayang yang tulus, ditujukan untuk seseorang yang tersesat mencari jalan pulang. Dapatkah perasaan tulus itu menemukan kebahagiaannya sendiri?
―lapak Tae!Top and Gyu!bot
―bxb
ㅡIni hanya fiksi
Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.
KEESOKAN harinya, di pagi yang cerah, Felix sedang sibuk dengan kegiatannya di dapur. Ia sudah sehat sepenuhnya dan akan kembali bekerja—ya, walaupun hanya setengah hari, namun tidak masalah. Hari ini, Felix yang akan membuat sarapan, sedangkan Beomgyu masih terlelap. Sepertinya anak itu kelelahan menangisi lagu terbaru Taehyun.
Felix terkekeh. Sepanjang malam, ia menjadi pendengar setia tangisan Beomgyu yang terharu karena Taehyun ternyata masih mengingat suratnya, jadi ia iseng bertanya apa Beomgyu mau mengaku semisal mereka bertemu suatu hari nanti, tapi Beomgyu malah menjawab tidak, Felix mendadak kesal dibuatnya.
"Tidak mau. Lebih nyaman seperti ini, aku menjadi fansnya, selalu mendukungnya dan mencintainya dari jauh. Itu tidak akan berubah, Lixie."
"Kalau misalnya kau bertemu dengan Taehyun di pestanya Yeonjun, kau akan menghindarinya lagi?"
"Iya."
"Kenapa?"
"Karena aku tidak secantik Lixie."
"Gyuie, mau aku pukul pakai kotak tisu?"
Felix berusaha sabar. Niat ingin memukul kepala Beomgyu pakai kotak tisu yang ia pegang dengan terpaksa diurungkannya karena tak tega melihat mata Beomgyu yang berlinang.
Selesai memasak dan menata meja makan, Felix pun bertepuk tangan dengan bangga melihat hasilnya. Tidak sia-sia ia belajar masak. Akhirnya, ia bisa membuatkan sarapan yang enak untuk Beomgyu.
Atensi Felix langsung teralih pada sosok yang matanya masih terpejam di atas ranjang akibat mendengar isak tangisnya. Felix terkejut karena Beomgyu merintih kesakitan dalam tidurnya. Pemuda itu bergerak gelisah, mencengkram bahu kuat-kuat seolah tengah menahan rasa sakit.
"Eungh ..."
"Ja-jangan ..." isak tangisnya terdengar memilukan walau napasnya tersendat. Beomgyu menangis tak nyaman. Kakinya menggeliat, menggesek seprai berulang kali seperti sedang dipukuli. "Ampun, Ayah."
Cepat-cepat, Felix melepaskan celemeknya dan bergegas ke ranjang untuk membangunkan Beomgyu.
"Gyuie sayang. Hei, Gyu ... Itu hanya mimpi, sayang. Bangunlah." Dengan lembut, Felix menangkup pipi Beomgyu yang terus-menerus menggeleng panik. Sesekali diusapnya peluh yang memenuhi dahi anak itu. Lagi-lagi, Beomgyu bermimpi buruk. Memang, Beomgyu sudah terbebas dari pukulan Ayahnya, namun bukan berarti Beomgyu sembuh sepenuhnya. Ia menjadi trauma dan sering menangis dalam tidurnya.
Inilah yang membuat Felix dan Hueningkai cemas. Mereka tidak bisa meninggalkan Beomgyu sendirian. Pemuda itu masih sering menyimpan lukanya sendiri, bersikap seolah ia baik-baik saja. Bukan sekali-dua kali mereka mendapati Beomgyu yang menangis dalam tidurnya. Kejadian ini terhitung ada 5 kali dalam seminggu, tengah malam Beomgyu menangis dan menjerit-jerit memohon ampunan seolah ia sedang dipukuli Ayahnya.