✎ Hanya segelintir kisah tentang cinta dan kasih sayang yang tulus, ditujukan untuk seseorang yang tersesat mencari jalan pulang. Dapatkah perasaan tulus itu menemukan kebahagiaannya sendiri?
―lapak Tae!Top and Gyu!bot
―bxb
ㅡIni hanya fiksi
Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.
MENGINJAK bangku SMA, banyak sekali les yang harus Beomgyu ikuti. Terlebih lagi, orang tuanya juga mendaftarkannya di kursus piano, yang mana musik bukan bidang kesukaannya pada masa itu.
Karena sedari awal ia tak minat, Beomgyu sulit memahami pelajaran yang diberikan, apalagi ia harus dihadapkan dengan seorang guru tegas. Sekali kesalahan, Beomgyu harus merelakan tangannya dilibas oleh guru tersebut, dan anehnya orangtuanya juga ikut menyalahkannya. Kesalahan itulah yang membuat Ayahnya marah besar dan tak segan memukulnya lagi, dan Ibunya yang melihat tak pernah membelanya.
Beomgyu semakin menyadari kalau ini benar-benar di luar keinginannya. Ia memang tak akan pernah bisa bermain dengan benar. Lelah dengan segala pelajaran yang membebaninya, Beomgyu pun membolos dari les piano dan memilih jalan-jalan ke sekitar Hongdae.
Pada saat itu, hujan menghampiri dalam jumlah yang banyak. Suasananya begitu dingin dan mendung. Beomgyu seorang diri tengah menikmati es krim vanila di tangannya seraya memperhatikan jalan raya yang basah. Ia menghitung berapa banyak mobil yang berlalu-lalang dengan kecepatan di atas rata-rata demi mengisi kekosongan waktu. Sesungguhnya, ia bosan. Tidak ada tempat yang bisa ia kunjungi. Kembali ke rumah sekarang, sama saja menjadikan dirinya sasaran empuk dari amukan sang Ayah.
Paman Sammy, seorang supir pribadi Ayahnya memberi tahu kalau ia akan pergi ke luar negeri sore ini, jadi Beomgyu hanya perlu menunggu sampai Ayahnya pergi baru kembali ke rumah.
Es krim di tangannya sudah habis, hujannya pula mulai mereda. Beomgyu membuang stiknya ke tempat sampah, tak sengaja ia melihat seorang wanita yang sedang kesusahan mendorong gerobaknya. Karena ia tak bisa menjaga keseimbangannya, gerobak yang ia dorong limbung, menjatuhkan beberapa barang di dalamnya. Langsung saja, Beomgyu membantu mengutip barang-barang tersebut yang ternyata beberapa pasang kaos kaki rajut.
"Yah, jadi kotor," katanya kecewa.
Setelah menyimpannya kembali ke dalam gerobak dan menutupnya dengan rapi, wanita itu tersenyum lembut pada Beomgyu. "Terima kasih, ya?" ucapnya tulus.
Beomgyu hanya tersenyum. "Biar aku bantu dorong ya, Bi?"
"Ah, maaf merepotkan."
Beomgyu hanya tersenyum manis. Tidak merepotkan, pikirnya. Malah ia senang karena bisa mengulur waktu sekaligus membantu orang.
"Rumahku tidak jauh darisini. Nanti mampir sebentar, ya? Sebentar lagi mungkin akan ada hujan badai."
"Boleh. Kalau tidak keberatan."
Setelah cukup lama berjalan, akhirnya mereka sampai pada sebuah rumah kecil dan kumuh. Beomgyu disambut oleh seorang pria yang seumuran Ayahnya, membantu wanita itu mengangkat keranjang yang berisikan kaos kaki tersebut. Wanita itu mengatakan sesuatu kepada pria itu kemudian mengajak Beomgyu masuk.