21. Tatapan

4 0 0
                                    


Danesh mengajak Nara makan banana melted di cafe' yang tidak jauh dari rumah Nara. Bagi Danesh, Nara bukan hanya sahabat masa kecilnya, tapi juga dianggapnya seperti adik perempuannya sendiri. Nara tidak pernah meminta, tapi Danesh selalu berusaha ada untuk menenangkan Nara. Perlakuan Danesh ke Nara berbeda, mungkin itulah yang menjadi penyebab renggangnya hubungan Danesh sama Ghea.

" Sejak gue putus sama Ghea, lo semakin menjauhi gue Ra," kata Danesh sembari mengigit banana meltednya. Lelehan coklat menyentuh langit-langit bibirnya.

" Gue sadar gue salah," lirih Nara. Matanya berkaca-kaca, ingin menjelaskan kata tapi sengaja ditunda," gue udah bikin lo kaya gini Nesh. Gue gak bermaksud ngejauhin lo, tapi gue ngerasa jadi penyebab putusnya lo sama Ghea. Gue gak.ms jadi orang egois Nesh."

" Justru sikap lo ke gue kaya gitu bikin lo kelihatan egois Ra," cicih Danesh," dimakan. Gue sengaja traktir lo, kalau keburu dingin coklatnya gak meleleh."

Nara mengigit cemilan yang dibelikan oleh Danesh, kemudian menyeruput karamel latte.

" Gak pedes, kenapa langsung minum?"

" Seret. Nyangkut di tenggorokan gue. Rasanya manis banget. Gue gak suka terlalu manis."

" Besok gue traktir seblak biar perut lo mules," kesal Danesh. Mau dengan siapapun, memang sikap Danesh menyebalkan seperti itu tanpa mandang siapa lawan bicaranya.

" Gimana adek lo?" tanya Danesh kemudian.

" Udah membaik sejak lo dateng pertama kali," balas Nara kemudian," orang-orang gak tau keadaan gue yang sebenarnya. "

" Gue sengaja gak bilang sama siapapun. Lo gak suka bantuan dan dibantu."

" Termasuk bantuan dari lo Nesh."

Sejak pertama kali mereka makan di cafe. Ekspresi wajah Nara terlibat datar tanpa lengkungan senyum apapun.

" Gue balikin duit dari lo Nesh. Gue gak bisa terlalu lama minjem duit dari lo."

" Lo masih gak percaya gue baik sama lo Ra?"

Nara terdiam cukup lama, baginya menerima tawaran baik Danesh adalah sesuatu hal yang harus dihindarinya. Nara merasa banyak berhutang budi kepada Danesh.

" Gue udah punya duit cukup Nesh."

" Gue tulus bantu lo Ra."

" Gue tau Nesh, tapi gue udah punya duit buat ganti hutang gue ke lo."

" Gimana lo bisa dapetin duit Ra. Sedangkan papa lo hanya ngasih duit bulanan yang gak cukup buat lo, sejak papa lo pisah sama mama. Sedangkan mama lo pergi gitu aja tanpa pamit sama lo Ra."

" Lo gak perlu tau gue dapet duit itu darimana Nesh," pasrah Nara.

Danesh menarik nafasnya dalam-dalam lalu menerima amplop berwarna coklat tersebut.

" Lo terlalu takut buat nerima bantuan orang lain Ra."

" Gue gak bisa. Gue gak bisa terus-terusan kaya gini Nesh. Gue ngerasa semuanya kaya gak adil. Papa terlalu jahat ke gue tanpa sadar udah buka pikiran gue kalau cinta pertama itu nggak pernah ada. Bahkan sedetik pun gue gak pernah ngerasa ada."

" Gue ngerti Ra. Jangan pernah nganggep gitu lagi. Lo masih punya orang-orang baik yang sangat peduli sama lo. "

Nara mengangguk pelan," maaf Nesh udah bikin lo kecewa, untuk kesekian kalinya."

****

Tasya membuka sketchbook kesayangannya. Tangannya membuka lembaran akhir. Titik-titik dan garis saling dihubungkan membentuk gambaran yang seakan-akan nyata. Gambaran abstrak yang melengkungkan garis diagonal. Dengan motif obstacle dan splash berwarna abu-abu.

Kanvas Terakhir [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang