CHAPTER-4

5.3K 448 177
                                    

VOTE KOMEN!! JUCEYO😤🦶🏻

















Keesokan paginya, Jiva terbangun dan langsung diserang dengan sakit kepala hebat. Sepertinya ini karena dia tertidur di lantai dan menangis semalaman. Jiva pun mulai mengecek suhu tubuhnya dengan memegang keningnya sendiri.

Dan benar saja dugaan Jiva, badannya ternyata sangat panas yang menandakan ia tengah demam sekarang. Perlahan namun pasti, Jiva mulai berusaha untuk berdiri seraya berpegangan dengan tembok.

Setelah berhasil berdiri, Jiva pun langsung masuk ke kamarnya untuk kembali mengistirahatkan tubuhnya diatas kasur empuk miliknya. Sepertinya ia harus absen hari ini, tolong ingatkan Jiva untuk menitipkan absennya pada Rachel nanti.

Mata Jiva perlahan lahan, mulai kembali terpejam karena merasakan berat di matanya. Namun belum sempat Jiva menutup matanya, pintu kamarnya tiba tiba saja terbuka. Samar samar ia melihat sosok Vergan menghampirinya dan langsung mendudukkan dirinya di sisi kasur.

Jiva hanya terdiam, saat sosok itu mulai mengompres dahinya menggunakan handuk. Jiva tidak sanggup untuk membuka matanya dan melihat sosok Vergan yang saat ini tengah merawatnya.

"Maaf.." lirih Vergan seraya mengompres pipi Jiva

Jiva tidak menyahut dan mulai memejamkan matanya. Diam diam ia menghela nafasnya lega karena ternyata Vergan tidak lagi marah padanya.

Perubahan sifat Vergan yang suka tiba tiba seperti ini sudah sering Jiva alami. Namun perubahan tersebut bukan lah di sebabkan oleh kepribadian ganda ataupun alter ego.

Pada dasarnya Vergan adalah lelaki berhati lembut. Hanya saja dia sulit mengontrol emosinya dan selalu saja lepas kendali apalagi jika hal itu ada kaitannya dengan Jiva. sudah pasti Vergan akan sangat posesif terhadap apa yang ia claim sebagai miliknya itu.

"Sleep well" bisiknya, kemudian mendaratkan satu kecupan singkat di pucuk kepala Jiva. Setelah selesai mengobati luka Jiva, Vergan langsung keluar dari dalam kamarnya membiarkan pacarnya itu beristirahat

•••

Pada siang hari, Jiva baru terbangun dari tidur lelapnya. Kepala nya kini sudah tidak terasa pusing lagi, begitu juga dengan suhu tubuhnya yang sudah mulai menurun. Sepertinya ia haru berterimakasih pada Vergan nanti, karena sudah merawatnya.

Jiva mulai melangkah keluar dari kamarnya dan mendapati Vergan yang ternyata masih ada di apartemennya. Pacarnya itu terlihat tengah sibuk menyiapkan sarapan di meja makannya.

"Duduk" suruh Vergan seraya menarik kursi untuk Jiva duduk

Jiva pun menurut dan langsung mendudukkan dirinya di meja makan. Vergan kemudian menyodorkan makanan berupa nasi goreng sederhana yang ia buat kehadapan Jiva.

"Makan" titahnya

Jiva hanya menatap makanan yang ada di hadapannya. Bibir dan lidahnya masih terasa sakit, bagaimana mungkin dia bisa makan. Minum saja rasanya perih apalagi makan makanan yang berminayk seperti itu.

"Kenapa? Gak suka?" Tanya Vergan kemudian menarik kembali piring yang ia sodorkan

"E-enggak. Aku suka kok" Jiva pun menarik kembali piring tersebut dan mulai memakan nasi goreng yang ada dihadapannya secara perlahan lahan

Sesekali Jiva meringis saat mulutnya bergerak mengunyah makanan itu. Vergan yang sedari tadi memperhatikan Jiva pun tentunya sadar akan hal itu.

"Masih sakit?" Tanya Vergan lembut dan hanya dibalas anggukan pelan oleh Jiva

"Kenapa gak ngomong?" Vergan mulai beranjak dari kursinya berniat menghampiri Jiva namun gadis itu sontak menutupi wajahnya sendiri menggunakan tangannya

"M-maaf.. jangan pukul aku lagi Ver" Ucap Jiva dengan suara bergetar

"Siapa juga yang mau mukul" sahut Vergan yang saat ini sudah duduk di samping Jiva

"Aku aja yang makan. Kamu minum larutan yang ada di kulkas aja sana" suruh Vergan dan langsung dipatuhi oleh Jiva

Jiva pun beranjak dari meja makan untuk mengambil larutan yang ada di dalam kulkas seperti perkataan Vergan tadi.

"Bawa kotak P3K sekalian" Ucap Vergan. Jiva pun lagi lagi hanya bisa menurutinya dan kembali ke meja makan sambil membawa kotak P3K sekaligus larutan di tangannya

Vergan menghentikan kegiatan makannya kemudian beralih membuka kotak P3K yang Jiva bawa.

"K-kamu gak ngampus hari ini?" Tanya Jiva hati hati

"Bisa liat aku ada disini kan?" Sahut Vergan sedikit ketus membuat Jiva langsung terdiam

Walaupun sudah tidak marah lagi, Vergan memang sangat ketus dengan siapapun termasuk Jiva yang notabene nya pacarnya sendiri. Vergan jarang menunjukkan perasaan sayangnya pada Jiva, atau mungkin lebih tepatnya dia menunjukkan hal itu dengan cara yang berbeda.

Ya salah satunya adalah dengan posesif dengan Jiva. Terkadang Jiva ingin menyerah dan meninggalkan Vergan begitu saja. Namun ia tidak bisa, Jiva terlalu bodoh dan buta dalam mencintai lelaki yang ada di hadapannya saat ini.

Jadi mau disakiti bagaimana pun, Jiva akan tetap menerimanya kecuali kalau kesabarannya sudah habis. Mungkin sekarang dia masih bersabar, entah kedepannya akan seperti apa.

"Shh-pperih" Jiva meringis saat Vergan tiba tiba saja mengoleskan obat pada bibir Jiva

"Tahan" sahut Jiva. Vergan kembali mengoleskan obat berupa salep itu ke bibir Jiva

Jiva berusaha menahan perihnya seraya memejamkan matanya.

"Aku suka kalo kamu nurut kaya gini" ucap Vergan tiba tiba

Setelah selesai mengobati bibir Jiva, Vergan kembali memasukkan salepnya kedalam kotak P3K.

"V-vergan aku mau tanya" ragu Jiva

"Hm"

"Kamu.."

"Kalau kamu mau bahas tentang HIMA, aku gak bakal jawab"

Jiva kemudian mengurungkan niatnya untuk bertanya setelah mendengar ucapan Vergan. Sepertinya ini waktu yang salah untuk bertanya pada Vergan tentang bagaimana ia bisa sampai masuk kedalam HIMA.

"Aku pamit" Vergan tiba tiba saja berdiri dari duduknya setelah mengecek ponselnya

"Kamu mau kemana?"

"Kerumah Jennar" setelah mengatakan itu, tanpa berpamitan sama sekali-Vergan langsung pergi meninggalkan apartemen Jiva

Jiva hanya bisa menatap kepergian Vergan seraya tersenyum kecut tanpa bisa menahannya. Bukannya tidak bisa, Jiva hanya takut jika mereka bertengkar lagi 'hanya' karena masalah ini. Jadi lebih baik ia diam selagi hatinya masih bisa menahan rasa sakitnya.

ABUSIVE LOVE ✔️Where stories live. Discover now