Abhi mengangguk kemudian mengambil sebotol air mineral baru di lemari kecil yang terletak tepat di sebelahnya.

"Kamu mau apa lagi?" Tawar Abhi.

Hazel menggeleng dan nampak sangat lemah. "Udah, gak.. ada lagi.."

"Mau dinaikin ininya?" Tanya Abhi dan dibalas anggukan kepala dari Hazel.

Abhi sedikit menaikkan tempat tidur Hazel tepat di bagian kepala hingga punggung, hingga Hazel ada di posisi setengah duduk.

"Ayah ada hadiah buat kamu." Abhi tersenyum sangat bahagia. Perasaannya kini tenang tak seperti dikejar oleh hal buruk yang membuatnya takut.

"Hadiah?"

Abhi mengangguk exited. "Heem, hadiah. Kamu pasti seneng kalau tau hadiahnya apa."

"Nazel? Nazel udah lama gak nemuin Hazel, kenapa ayah?"

"Bukan Nazel, dia setiap hari kesini cuma kamu lagi istirahat kalau dia datang. Katanya hari ini dia mau camping di rumah temannya."

Hazel mengangguk dengan wajah menekuk. Seperti kehilangan seorang teman jika tak bertemu Nazel satu hari saja.

Pintu masuk tiba-tiba saja terbuka tanpa ketukan. Ketika Azlan berbalik, akhirnya ia dapat melihat apa yang ingin ia lihat dari awal. Adiknya tersadar.

Mata gadis itu berbinar, lalu menatap Abhi takut-takut jika ia salah melihat, dan itu hanya instingnya saja.

"Hadiahnya." Ucap Abhi.

Tote bag yang dibawa Azlan jatuh begitu saja. Ia berlari, meskipun jaraknya begitu dekat ia tetap berlari. Hingga badannya sampai pada patokan. Ia memeluk, memeluk adik kesayangannya begitu erat.

Begitupun Hazel. Ia membalas hal yang sama, tenaganya masih sangat lemah, dan tangannya begitu sakit untuk hanya sekedar digerakkan sedikit saja. Tapi kali ini, ia tak menghiraukan itu, ia memeluk erat tubuh lelaki yang sudah lama ingin ia temui.

"Abang~" Akhirnya kaya itu terucap. Kata yang ingin Azlan dengar pertama kali dari mulut adik kesayangannya.

"Adek gak apa-apa? Sakit?" Azlan melerai pelukannya, menatap adiknya dalam. "Ada yang sakit?" Ulangnya.

Hazel menggeleng, ia menggosok matanya berniat menghapus jejak air matanya. Tak ingin air matanya sampai terlihat oleh Azlan.

"Adek.." Azlan ikut menghapus jejak air mata yang ada di pipi yang terlihat kurus itu. "Gak, gak boleh." Azlan menggeleng.

"Adek gak boleh nangis." Lanjutnya. "Gak boleh, coba liat Abang,"

Pandangan mata dari keduanya kini bertemu, bertaut dengan hangat bak memecahkan celengan rindu mereka berdua.

"Air matanya gak boleh jatuh, itu mahal. Gak boleh dibuang-buang gitu aja. Sayang.." Ucap Azlan penuh sayang.

"Abang— baru kesini... Acel— udah nunggu dari lama.." Timpal adik kesayangannya.

"Hadiah," Azlan tersenyum sumringah. "Hadiah karena adek hebat bisa ada di titik sekarang."

"Acel sembuh— ayo pulang.." Pinta adiknya dengan nada melirih.

Kennand Perfect BoyfriendWhere stories live. Discover now