41. Kamu Udah Tidur?

Comenzar desde el principio
                                    

"Aku mau ke toilet," sahut Vita dengan gelisah.

"Kalo gitu aku ikut," ujar Raka tanpa disangka-sangka.

"Ngapain?" tanya Vita panik. Ia sudah berencana meminjam ponsel seseorang untuk menghubungi Gea dan Rosa agar keduanya membawanya kabur dari sini. Mungkin ia tidak bisa kabur dari pernikahan, tapi ia masih ada kesempatan untuk kabur dari malam pertama yang sangat menakutkan.

"Aku mau bantu kamu di toilet nanti," sahut Raka dengan entengnya.

"Bantu apa?"

"Bantu pegangin gaun kamu," sahut Raka polos.

"Nggak usah! Aku bisa sendiri," sahut Vita cepat. Gadis itu mengangkat gaunnya lalu berjalan cepat menuju ke toilet.

Vita berjalan dengan tergesa-gesa saking takutnya kepada Raka.

"Permisi," ujar Vita seraya mendekati seorang wanita yang sedang memperbaiki dandanannya di depan cermin yang berada di dalam toilet.

Wanita dewasa itu menolehkan wajahnya menatap Vita dengan kening berkerut. "Ya," sahutnya bingung.

"Boleh pinjem ponsel nggak kak?"

Wanita itu tampak berpikir sejenak sebelum meminjamkan ponselnya kepada Vita.

"Please angkat Ge," gumam Vita harap-harap cemas.

"Kenapa nggak aktif sih?" gumamnya lagi.

Setelah kesal menghubungi Gea dan hasilnya tidak diangkat. Kini giliran menghubungi Rosa. Ia yakin sahabatnya itu mau menerima panggilan darinya. Namun lama menunggu, Rosa pun tidak juga mengangkatnya.

Terlihat wanita yang bersedia meminjamkan ponselnya mulai menatap Vita dengan tatapan datar, memberi tanda kalau waktunya sudah berakhir.

Dengan terpaksa Vita mengembalikan ponsel wanita itu dan tak lupa mengucapkan terima kasih. Nafasnya berembus dengan berat. Karena tidak mendengarkan perkataan kedua sahabatnya, ia harus menanggung akibatnya seorang diri.

Tidak ada pilihan lain. Ketika keadaan sudah menghimpitnya, mau tidak mau Vita harus melarikan diri tanpa bantuan siapapun.

Bukankah ia sudah dewasa, melarikan diri dari seorang pria bukanlah hal yang sulit. Pintu toilet dibuka pelan-pelan oleh Vita, sang pengantin wanita itu pun mulai memanjangkan lehernya untuk mengamati keadaan di luar sana. Namun matanya langsung melotot lebar ketika harus bertubrukan dengan tatapan mata seorang pria yang berdiri sambil melipat kedua tangan di depan dada seraya bersandar pada dinding.

Jantung Vita bertalu-talu semakin kencang. Bahkan seakan-akan ada seseorang yang sedang memalu di dalam dadanya.

Raka, sang pengantin pria itu berjalan dengan langkah panjang menghampiri pengantinnya yang sedang mengintip dibalik pintu toilet.

"Kenapa lama?" Satu tangannya menarik dengan lembut tangan kaku Vita supaya keluar dari tempat tersebut. Raka menggiringnya kembali ke pesta yang belumlah usai.

Vita berjalan dengan kaku mengikuti langkah kaki suaminya.

Ternyata melarikan diri lebih sulit dibandingkan ujian matematika. Belum juga kabur, ia justru sudah tertangkap.

Bayang-bayang malam pertama membuat Vita menggigil ketakutan. Waktunya untuk kabur perlahan-lahan sudah habis. Semua itu terlihat dari tamu undangan yang perlahan-lahan mulai pamit. Bahkan ballroom hotel yang luas dan penuh sesak beberapa jam yang lalu mulai tampak lenggang.

Bukannya terlihat kelelahan menyalami semua tamu undangan yang hadir. Raka justru semakin berbinar-binar dan tampak segar. Seakan-akan tenaganya tidak berkurang sama sekali. Berbeda dengan keadaan Vita yang pucat pasi seakan kehabisan darah seiring berjalannya waktu yang semakin dekat dengan hal yang paling tidak Vita bayangkan sebelumnya. Apalagi kalau bukan malam pertama dan sialnya dengan mantan ayah angkatnya sendiri.

Melihat dari tatapan mata Raka yang berbinar-binar, Vita yakin betul kalau pria itu sangat menantikan malam penyatuan itu.

Waktu yang tidak Vita tunggu akhirnya datang juga. Di salah satu kamar hotel mewah Vita sudah mandi dan berganti pakaian. Gadis itu memilih langsung tidur untuk menghindari kegiatan malam layaknya pengantin baru. Namun, sialnya ia tidak bisa langsung tertidur dengan cepat. Tubuhnya memang lelah karena seharian penuh mengadakan acara pernikahan dari akad sampai resepsi. Air hangat pun sudah merilekskan seluruh tubuhnya, tapi hal itu belum mampu membuatnya terlelap dengan cepat. Padahal biasanya perpaduan dua hal tersebut dapat membuatnya tertidur.

Untuk kali ini sayangnya tidak berhasil. Akhirnya mau tidak mau Vita memilih rencana B, ia harus pura-pura tidur disaat suaminya sedang mengeringkan rambut dengan handuk.

Ranjang bergerak dengan pelan menandakan Raka telah naik ke tempat tidur, membuat jantung Vita berdetak semakin kencang. Sentuhan lembut sekaligus menggetarkan yang Raka lakukan di lengan Vita membuat gadis itu hampir saja memekik kencang.

"Kamu udah tidur?" Suara Raka yang lembut sekaligus terdengar berat membelai daun telinga Vita. Seketika itu juga tubuh Vita meremang. Perasaan asing ini membuat Vita gelisah.

Raka membaringkan tubuhnya di samping Vita dan menatapnya dengan tatapan penuh cinta. Jarinya bergerak membelai pipi hingga berakhir di bibir yang tampak kenyal dan lembut menggoda.

Desiran di dada Vita mulai semakin intens. Saat ia merasakan tubuh Raka mengungkungnya dengan embusan nafas hangat menerpa wajahnya. Perlahan-lahan semakin mendekat. Mengikis jarak diantara mereka berdua.

Vita tahu betul adegan apa yang akan Raka lakukan selanjutnya.

"Aaaaaaa!" teriak Vita seraya mendorong dada Raka dengan kencang hingga pria itu terjatuh dari ranjang.

Brak!

Buru-buru Vita bergegas bangkit dan berlari ke seberang ranjang sambil menyilangkan kedua tangannya di depan dada dengan raut panik.

Raka bangkit sambil terkekeh geli. Tak lupa menepuk-nepuk pantatnya yang sukses mendarat di lantai akibat reaksi istrinya yang tidak terduga.

"Aku tahu kamu belum tidur," ujarnya seraya menatap wajah sang istri yang tengah ketakutan.

Future WifeDonde viven las historias. Descúbrelo ahora