2. Dilarang Pacaran

5.6K 249 0
                                    

Tak lama kemudian mobil jemputan Rosa datang dan berhenti tepat di depan mereka berdua.

“Tumben papa yang jemput, pak Agus kemana?” tanya Rosa heran karena biasanya yang menjemputnya pak Agus, sopir di rumahnya.

“Pak Agus lagi sakit, jadi papa yang jemput kamu,” sahut papa Rosa.
Rosa masuk ke dalam mobil lalu memeluk papanya dengan manja. Karena Rosa jarang bertemu papanya lantaran akhir-akhir ini papanya sangat sibuk, jadi saat papanya sudah tidak sibuk lagi bahkan bisa menjemputnya, Rosa merasa sangat senang.

Vita melihat kedekatan ayah dan anak itu dengan tatapan iri, andai saja ia dan papanya bisa seperti itu. Pasti Vita merasa sangat senang.

“Kamu belum dijemput?” tanya papa Rosa sambil menatap ke arah Vita.
Vita tersenyum tipis.

“Belum om, mungkin sebentar lagi papa dateng,” sahut Vita.

“Om anterin ya,” ujar papa Rosa dengan ramah.

Vita menggelengkan kepalanya.

“Nggak usah, itu mobil papa udah dateng,” sahut Vita sambil menunjuk ke arah mobil mewah yang melaju ke arahnya.

“Kalo gitu om duluan,” ujar papa Rosa sebelum melajukan mobilnya.

“Bye Vita, jangan lupa lo harus ngomong,” ujar Rosa mengingatkan gadis itu lagi.

Vita hanya mengangguk sambil tersenyum.

Mobil yang dikendarai Raka berhenti di depan Vita. Tak ada perkataan, bahkan pria dewasa itu tidak menolehkan kepalanya ke arah Vita sama sekali. Tatapan pria itu fokus ke depan.

Vita mengembuskan nafas panjang sebelum masuk ke dalam mobil.
Setelah Vita memakai sabuk pengaman, mobil langsung melaju begitu saja. Vita memainkan ponselnya sambil berpikir bagaimana ia harus memulai pembicaraan.
Sesekali Vita melirik ke arah papanya sambil menggigit bibir bawahnya.
Gadis itu mulai mengumpulkan keberaniannya.

“Kamu mau bicara apa?” tanya Raka sambil menyetir.

Deg!

Vita terkejut karena papanya menyadari kalau ia hendak berbicara dengannya.

“Itu pa,” sahut Vita gugup takut papanya marah. Walau selama ini Vita tidak pernah sekalipun melihat papanya marah-marah, tapi bagi Vita diam dan dinginnya pria itu menandakan kalau papanya sedang marah.

“Apa? Ngomong yang jelas,” pinta Raka yang terlihat tak suka Vita berbicara berbelit-belit.

“Aku boleh nggak pacaran tahun ini?” tanya gadis itu takut-takut. Vita tak berani menatap ke arah papanya, gadis itu memilih menundukkan kepalanya sambil memainkan jari di atas pangkuannya.

“Nggak boleh,” sahut Raka tanpa basa-basi terlebih dahulu.

“Kenapa?” tanya Vita seraya menolehkan kepalanya ke arah papanya yang sedang fokus menyetir.

“Aku kan udah lulus kuliah, tinggal nunggu wisuda aja, kenapa masih nggak boleh pacaran?” tanya Vita tak habis pikir.

“Papa bilang nggak boleh, ya nggak
boleh,” sahut Raka mutlak dan tidak bisa diganggu gugat.

“Tapi kan aku udah dewasa,” protes Vita yang tampak kesal.

“Justru karena kamu udah dewasa papa makin khawatir sama kamu,” ujar Raka.

“Tapi kan…”

“Nggak ada tapi-tapian, papa harap ini terakhir kalinya kamu bahas soal pacaran,” ujar Raka.

Vita langsung diam seribu bahasa, tak berani mengeluarkan sepatah katapun. Suasana di dalam mobil itu sangat senyap seperti biasanya.
Dalam hati Vita sedang menggerutu kesal dengan perkataan papanya. Entah sampai kapan ia akan terus mendapat predikat jomblo sejati. Vita memang cerdas dan rajin sampai-sampai gadis itu lebih dulu lulus dibandingkan dengan kedua sahabatnya, tapi dalam percintaan sepertinya ia harus gigit jari.

“Sampe kapan papa ngelarang aku pacaran?” batin Vita dengan bibir mengerucut.

“Sampe aku tua,” batinnya lagi.
Raka hanya melirik Vita sekilas lalu kembali fokus mengendarai mobilnya.

Sesampainya di kamar, Vita langsung melemparkan dirinya ke atas ranjang yang sangat empuk. Gadis itu menendang-nendang udara saking kesalnya.

Papanya sudah sangat keterlaluan, waktu ia masih SMA, papanya melarang ia pacaran. Padahal masa SMA adalah masa yang paling indah untuk pacaran. Papanya selalu menyuruh Vita fokus belajar saja. Dan kini setelah ia sudah menyelesaikan kuliah bahkan sebentar lagi ia akan diwisuda, papanya masih saja melarangnya pacaran.

Vita merasa penasaran, apa yang terjadi kepada papanya hingga melarangnya pacaran dari dulu. Vita merasa kalau papanya mengalami trauma dimasa lalu yang menyebabkannya mengambil sikap seperti itu.

Vita harus mencari tahu masa lalu papanya terlebih dahulu. Supaya ia bisa meyakinkan papanya kalau ia sudah dewasa dan sudah bisa menjaga diri sendiri, jadi papanya tidak perlu khawatir yang berlebihan sampai-sampai tidak membiarkan dirinya pacaran sama sekali.
Tapi sepertinya Vita tidak bisa melakukannya seorang diri, ia memerlukan bantuan dari kedua sahabatnya. Gadis itu yakin dengan bantuan kedua sahabatnya, penyelidikan ini akan berhasil.
Akhirnya Vita bangun dari ranjang dan mencari ponselnya yang berada di dalam tas miliknya. Buru-buru gadis itu mengirim pesan kepada kedua sahabatnya dan menyuruh keduanya untuk menginap di rumahnya malam ini.

Gea dan Rosa dengan cepat membalas chat dari Vita dan mengiyakan ajakan gadis cantik itu. Namun tiba-tiba Vita menepuk jidatnya. Gadis itu lupa meminta izin terlebih dahulu kepada papanya.

“Gawat aku lupa!” ujar Vita panik.
Mau tidak mau ia harus menelfon papanya untuk meminta izin, tadi papanya hanya menjemputnya dari kampus setelah itu papanya harus kembali lagi ke kantor.

Vita menarik nafas panjang terlebih dahulu sebelum menelfon papanya. Setelah ia sudah siap, barulah ia menggulirkan layar ponselnya mencari kontak papanya lalu menekan tombol panggil.
Vita menunggu dengan jantung berdetak kencang.

“Ada apa menelfon?” tanya Raka dengan nada datar.

“Papa sibuk nggak?” tanya Vita.

“Nggak, ada apa?”

“Pa, boleh nggak…”

“Papa nggak mau denger kamu minta izin pacaran, papa udah bilang tadi,” potong Raka yang tak mau mendengarkan perkataan Vita terlebih dahulu.

“Bukan itu pa,” ujar Vita dengan cepat.

“Lalu apa?” tanya Raka.

“Boleh nggak temen-temen aku nginep di rumah?” tanya Vita dengan cepat sebelum papanya memotong lagi perkataannya.

“Laki-laki atau perempuan?” tanya Raka.

“Perempuan, Gea sama Rosa,” sahut Vita.

“Boleh,” sahut Raka cepat.

“Makasih pa,” ujar Vita lirih.

“Hm,” sahut Raka sebelum
sambungan telefon terputus.

Vita mengembuskan nafas lega setelah meminta izin papanya yang sangat menyeramkan. Bagi Vita papanya lebih menyeramkan dibandingkan dengan dosen killer di kampusnya.

Setelah semua beres, kini gadis itu mulai membereskan kamarnya karena kedua sahabatnya akan menginap di sini. Dan sekarang kedua gadis itu sudah berada di jalan menuju ke rumahnya.

Selain menyelidiki papanya, rencananya Vita ingin menonton drama korea dengan kedua sahabatnya itu.

***

29 Maret 2022

Future WifeNơi câu chuyện tồn tại. Hãy khám phá bây giờ