21. Papa Jangan Pergi

3.3K 168 0
                                    

Vita tampak tak nafsu makan. Gadis itu hanya mengaduk-aduk makanannya tanpa minat. Wajahnya tampak pucat dengan mata sayu.

Raka yang sedang makan dengan segera menghentikan aktivitasnya. Pria itu lantas mengulurkan tangannya memegang dahi gadis itu.

Panas.

Raka melotot lebar karena tubuh Vita terasa sangat panas.

"Kamu sakit, ayo papa anter ke rumah sakit," ujar Raka tampak panik.

"Nggak usah pa, aku cuma demam biasa," sahut Vita. Gadis itu berdiri hendak pergi ke kamar.

Namun belum sempat melangkah tubuh Vita ambruk. Untung Raka dengan cepat menangkap tubuh Vita agar tidak jatuh ke lantai.

Raka lantas menggendong gadis itu menuju ke kamarnya. Tanpa menunggu lama Raka langsung menghubungi dokter pribadinya untuk segera datang.

Raka berdiri di ambang pintu melihat keadaan Vita yang sedang diperiksa oleh dokter pribadinya.

"Gimana keadaan Vita?"

"Dia baik-baik aja, cuma demam biasa," sahut  Ferdy, dokter pribadi keluarga Raka. Ferdy sudah menjadi dokter keluarga Raka saat Raka masih kecil. Pria itu adalah sahabat karib almarhum ayah Raka yang kini sudah meninggal dunia.

Pria paruh baya itu menepuk bahu Raka. "Dia udah dewasa ya sekarang."

"Hmm," sahut Raka dengan tatapan tertuju ke arah seorang gadis yang tengah tertidur pulas.

"Apa udah saatnya?"

"Iya," sahut Raka.

"Kapan?"

"Sebentar lagi, aku sedang menunggu waktu yang tepat," sahut Raka.

"Semoga rencananya berhasil," ujar Ferdy.

"Semoga," sahut Raka sedikit ragu.

"Lebih cepat lebih baik, sebelum terjadi sesuatu yang nggak kamu duga," ujar Ferdy menepuk bahu Raka pelan.

"Ini obat penurun panas dan vitamin, aturan minumnya sudah tertulis di situ," ujar Ferdy sebelum beranjak meninggalkan kediaman Raka.

"Terimakasih om," ujar Raka dengan tulus.

"Iya," sahut pria paruh baya itu seraya melenggang pergi.

Raka masih setia menatap Vita yang tergeletak di atas tempat tidur. Tubuh gadis itu tampak gelisah. Keningnya berkerut dengan keringat yang mengalir deras.

"Papa," rintih Vita dalam tidurnya.

"Papa." Ulangnya sekali lagi.

Raka berjalan mendekat dengan raut wajah khawatir.

"Papa di sini," ujar Raka duduk di tepi ranjang dengan tangan memegang pipi gadis itu.

"Papa jangan tinggalin aku sendiri," ujar Vita lirih dengan mata masih setia terpejam. Tangan gadis itu memegang tangan Raka dengan erat. Seolah-olah takut ditinggalkan oleh pria itu.

"Papa nggak kemana-mana Vita," ujar Raka dengan suara lemah lembut.

"Papa," rintih Vita lagi.

"Minum obatnya," ujar Raka lalu membantu Vita duduk. Pria itu mulai menyuapi Vita dengan obat penurun panas dan air putih. Vita dengan mata terpejam menelan obat tersebut dengan susah payah.

Raka kembali membaringkan Vita. Pria itu hendak pergi ke dapur untuk mengambil peralatan yang dia gunakan untuk mengompres dahi Vita. Namun gadis itu tampak tidak mau Raka pergi, pasalnya tangan Vita memegang tangan Raka dengan erat.

"Lepasin tangan papa, papa cuma pergi sebentar ambil handuk sama air hangat buat kompres kamu."

"Papa jangan pergi," rengek Vita masih setengah sadar karena efek demam.

Raka mengembuskan nafas panjang.

"Iya papa nggak pergi," sahut Raka. Lalu pria itu memilih berbaring di samping Vita, menunggu sampai Vita benar-benar sudah tertidur pulas supaya ia bisa pergi ke dapur.

Bukannya mudah dilepaskan, ternyata saat Vita benar-benar sudah tertidur pulas, gadis itu malah memeluk Raka dengan erat. Bahkan sebagian tubuh Vita menindih tubuh Raka hingga pria itu tidak bisa pergi kemana-mana.

***
Disebuah kota yang gelap dan sepi, Vita berjalan seorang diri. Matanya mengamati keadaan yang ada di sekitarnya. Kota yang tidak Vita ketahui itu tampak sepi, seperti kota mati yang sudah lama ditinggalkan. Terlihat dari banyaknya bangunan yang sudah ditumbuhi rerumputan dan ilalang yang tinggi. Bukan hanya itu, banyak juga bangunan yang bentuknya sudah tidak utuh.

"Aku dimana?"

Vita menggaruk kepalanya dan berjalan linglung.

Disepinya kota, tiba-tiba tangannya dipegang dengan erat oleh seorang pria dengan wajah rusak dan sangat menakutkan. Sontak Vita berteriak kencang. Gadis itu menghentak-hentakkan tangan pria itu. Hingga akhirnya terlepas, bukan genggaman tangan pria itu yang terlepas, melainkan lengan pria itu yang terlepas dari tubuh dan masih menggenggam tangannya.

Vita semakin ketakutan dan berteriak dengan kencang seraya berlari tanpa arah.

Akhirnya potongan tangan itu terlepas dan jatuh. Namun anehnya tangan itu masih bisa bergerak dan mengejar Vita.

Vita berlari dengan kencang sambil berteriak-teriak minta tolong.

Tiba-tiba ada seorang pria yang menarik tangan Vita lalu mencium bibir gadis itu. Hingga kota mati yang menyeramkan itu mulai berganti menjadi taman bunga yang sangat indah.

Pria itu menjauhkan wajahnya. Namun, Vita tidak bisa melihat wajah pria itu dengan jelas, pasalnya wajah pria itu tampak silau. Karena syok, akhirnya Vita memegang bibirnya dengan perlahan.

"Aku barusan ciuman?" tanya gadis itu tampak tak percaya.

Pria itu menganggukkan kepalanya.

"Tapi itu first kiss aku," ujar Vita.

Pria itu tertawa renyah mendengar ucapan Vita yang polos.

Disaat Vita hendak bertanya nama pria itu, tiba-tiba gadis itu terbangun.

Betapa terkejutnya ia saat mendapati dirinya memeluk papanya dengan erat.

"Kenapa papa tidur di sini?" gumam Vita merasa terkejut. Seingatnya dirinya tidur sendiri. Tapi kenapa saat ini ia tidur sambil memeluk papanya yang tampak tertidur dengan pulas. Saking pulasnya sampai-sampai tidak bergerak sama sekali.

Pertama-tama Vita melepaskan pelukannya dan menjauh dari Raka. Gadis itu memilih tidur diujung ranjang lantaran tak berani membangunkan papanya dan memintanya untuk pindah.

Kening Vita berkerut, mencoba mengingat-ingat apa yang terjadi hingga papanya tidur di kamarnya. Tidak mungkin papanya tiba-tiba memilih tidur di kamarnya. Atau jangan-jangan papanya mengalami mimpi berjalan.

Vita terkejut sendiri dengan pemikirannya.

Tanpa sengaja ia melihat beberapa obat tergeletak di atas nakasnya. Barulah gadis itu teringat dengan kejadian yang menyebabkan papanya tidur di sini. Tidak lain karena dirinya yang sedang demam tinggi dan mulai meracau.

Vita mengulurkan tangannya ke dahi untuk mengecek suhu tubuhnya sendiri.

"Udah nggak terlalu panas," ujar Vita.

Matanya mengedar ke atas nakas untuk melihat jam.

"Masih malem," gumam Vita dengan suara serak.

Akhirnya gadis itu memilih melanjutkan tidurnya.

Setelah Vita tidur dengan lelap, tiba-tiba saja Raka membuka matanya perlahan.

Raka mengubah tubuhnya menjadi miring ke arah Vita. Pria itu menaikan selimut Vita yang melorot lalu memandangi paras gadis cantik dan manis itu dengan tatapan yang sulit diartikan. Tangannya dengan lembut mulai mengelus kepala Vita dengan sayang.

***

Future WifeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang