36. Tanggung Jawab

3.4K 142 0
                                    

Arya dan Susan duduk di sofa ruang tamu dengan wajah tertunduk dalam. Keduanya telah berpakaian lengkap. Sementara Vita dan Hermawan duduk seraya menatap kedua orang itu dengan tatapan bertanya-tanya.

"Kamu udah putus sama Felicia?"

Itu pertanyaan pertama yang Hermawan ucapkan.

"Bukannya tadi malem kamu masih sama Felicia? Bahkan mau ngelamar dia. Kenapa paginya malah sama wanita lain? Kamu selingkuh?" tanya Hermawan tanpa henti dan pertanyaan terakhir lebih ke menuduh.

"Aku nggak selingkuh yah," sahut Arya lemas tak berdaya.

"Dan siapa kamu? Kenapa kamu kenal cucu saya?" Tatapan Hermawan tertuju ke arah Susan, wanita itu tengah tertunduk malu.

"Itu... Anu... Saya... Itu...," sahut Susan tampak gugup.

"Tante Susan ini sekretarisnya papa kek," sahut Vita mewakili.

Hermawan mengembuskan nafas.

"Saya nggak mau tahu, kalian berdua harus secepatnya menikah," ujar Hermawan mengambil keputusan sepihak.

"Apa?!" teriak keduanya dengan kompak.

"Ayah jangan bercanda! Menikah? Kami aja nggak saling kenal, bahkan aku nggak tahu gimana ceritanya sampe bisa tidur sama dia," ujar Arya menentang keras keputusan Hermawan.

"Nggak saling kenal tapi tidur bersama?" ujar Hermawan syarat akan sindiran.

"Sebenernya aku sama dia nggak ada hubungan apa-apa. Kami nggak sengaja ketemu tadi malem di klub," ujar Arya.

"Dasar anak kurang ajar! Udah mau ngelamar Felicia, malah ceroboh sampe tidur sama wanita lain," omel Hermawan.

"Aku ke klub bukan karena iseng yah, tapi aku galau karena lamaranku ditolak sama Felicia," ujar Arya dengan nada meninggi.

"Kok bisa? Bukannya cuma Felicia yang sanggup pacaran lama sama kamu?"

"Karena dia nggak bisa terima Vita sebagai anakku," sahut Arya dengan nada lirih. Tak enak hati harus mengatakannya.

Vita menundukkan kepalanya. Tahu kalau ia penyebab lamaran daddy-nya ditolak oleh wanita bernama Felicia itu.

"Maaf, gara-gara aku daddy putus sama pacar daddy," ujar Vita lirih merasa bersalah.

"Kamu nggak usah minta maaf Vita. Keputusan Arya putus dari wanita itu sudah yang paling tepat! Wanita itu nggak pantes masuk keluarga kita!" ujar Hermawan murka. Tidak ada yang boleh menolak keberadaan cucunya ini. Siapapun itu orangnya.

"Yah, aku yakin Felicia nggak bermaksud begitu. Mungkin dia masih syok karena tiba-tiba tahu kalo aku udah punya anak," ujar Arya yang masih berharap bisa menikah dengan Felicia.

"Nggak usah belain wanita itu, saya sebagai kakeknya Vita merasa sakit hati. Kalo pun wanita itu minta balikan lagi sama kamu, jangan harap saya akan merestui pernikahan kalian," ujar Hermawan tak bisa diganggu gugat.

"Dan jangan lupa perkataan saya tadi. Kalian berdua harus segera menikah!" Hermawan melipat kedua tangannya di depan dada dengan ekspresi serius.

"Yah, please jangan aneh-aneh," mohon Arya, mengembuskan nafas lelah.

"Apa alasan kuat yang dorong ayah nyuruh aku menikah sama dia?" tanya Arya dengan wajah keheranan.

Susan pun tampak penasaran kenapa pria tua itu ngotot menyuruhnya menikah dengan pria bernama Arya itu. Padahal ia tidak menyukainya, ia hanya menyukai Raka seorang.

"Karena kalian berdua sudah tidur bersama semalam," sahut Hermawan dengan entengnya.

"Come on, yah! Cuma tidur semalem doang."

Future WifeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang