G -20

46 6 0
                                    

"Mungkin Tuhan ngasih kesempatan biar gue bisa nebus kesalahan."

—Salwa

♡♡♡

Sandi kini terkapar dengan keadaan koma di ruang ICU, dan di luar ruangan Salwa hanya bisa menangis melihat kondisi Sandi dari kaca pembatas.

Rasa bersalah Salwa kian memuncak saat tadi Sandi sempat kritis.

Seandainya Salwa tidak menolak Sandi tadi, mungkin kecelakaan ini nggak akan terjadi. Mungkin semangat, gairah, dan fokus Sandi akan tetap stabil dan laki-laki itu tidak akan lengah saat menyebrang. Dan seandainya jika tadi Salwa meneriakkan nama Sandi lebih kencang, mungkin laki-laki itu akan mendengarnya.

"Udah malam, kita pulang dulu yuk, kan besok bisa ke sini lagi," bisik Putra dari belakang Salwa yang masih berdiri di depan kaca.

Angga yang juga berdiri di samping Salwa dan mendengar bisikan ayah dari gadis itu langsubg berdeham.

"Mending lo pulang dulu Sal, keadan lo juga kacau." Angga melirik Salwa yang matanya sudah bengkak karena menangisi Sandi dan baju seragamnya yang masih berlumuran darah.

"Lo jaga sama siapa di sini?"

"Nanti Bintang nyusul ke sini."

"Ibunya Sandi gimana?"

"Ibunya udah terlanjur berangkat ke Singapura buat kerja dan baru berangkat tadi pagi. Jadi beliau cuma titip Sandi ke gue dan kalo ada apa-apa gue hubungin dia."

Salwa menunduk, ia tak tega meninggalkan Sandi di sini hanya dengan Angga. Apalagi sekarang ia tahu jika Sandi ternyata anak broken home. Ayahnya pergi meninggalkan ia dan ibunya dalam keadaan susah, membuat ibunya banting tulang demi menyekolahkan Sandi.

Mungkin sikap temperamental Sandi juga tumbuh karena didikan ibunya yang terlalu keras.

"Lo nggak papa sendirian di sini?"

Angga mengangguk mantap.

"Yaudah, besok pagi gue ke sini bawain sarapan buat lo sama Bintang. Sekarang gue pulang dulu," pamit Salwa pada akhirnya.

Angga mengangguk. "Makasih sebelumnya," ucap Angga yang dibalas anggukan oleh Salwa.

Setelah kepergian Salwa dan ayahnya, Angga duduk di kursi tunggu sambil menghela nafas berat. "Ternyata ini yang lo maksud sesuatu yang besar?"

***

"Malem ini mau makan apa biar nggak bad mood?"

Wajah Isa memenuhi layar ponsel Nabilah. Laki-laki dengan kaos putih yang kini sedang merebahkan tubuhnya di atas kasur itu sudah  sejak tadi mengamati Nabilah yang hanya cemberut dan tidak berbicara apapun.

Decakan Nabilah terdengar. "Setiap siang kenapa kamu susah dihubungin sih? Kenapa nelpon sama chat akunya suka abis magrib terus?" Semprot Nabilah akhirnya.

"Aku ini pacar kamu atau cuma bahan gabutan?"

Raut wajah Isa yang tadinya cerah kini langsing terlihat frustasi. "Kan aku kerja Bibil sayang."

"Sesibuk itu sampe nggak bisa ngabarin aku kalau siang?"

"Dikantor lagi banyak meetings buat pembukaan cabang baru di Jakarta--"

"Kenapa malah di Jakarta? Kenapa nggak di Bandung aja?" Nabilah memotong ucapan Isa.
"Ouh, aku tau. Kamu nggak mau kerja di Bandung biar kamu nggak ketauan selingkuh, 'kan?"

"Allahuu cantikkk." Isa gemas sendiri jika melihat Nabilah sudah over thinking seperti ini.

"Mana ada waktu buat selingkuh Bill, kerjaan aku numpuk banget. Jangankan selingkuh, makan siang aja kadang aku lupa."

Gengsi {completed}Tahanan ng mga kuwento. Tumuklas ngayon