G -11

41 9 2
                                    

"Jangan terlalu mandiri sampe mutusin buat jatuh cinta sendiri."

—Abel

♡♡♡

"Angga!" panggil Sandi saat melihat Angga berjalan di koridor lantai 2 menuju tangga lantai 3.

Yang punya nama berhenti, membalikkan badannya saat mendengar suara toa sahabatnya menggema.

"Perasaan lo balik sebelum subuh dari tempat gue, kenapa nyampe sekolahnya baru jam segini?" Mata Sandi tertuju pada jam yang melingjar di tangannya.

"Abis dari rumah sakit jengukin temen," jawab Angga, setelah itu ia menguap dan menutupnya dengan punggung tangan kiri.

Garis hitam di bawah mata Angga seakan memberi tahu orang lain kalau dia jelas kekurangan tidur, ditambah dengan aksi menguapnya secara berulang kali memperjelas kalau laki-laki itu sangat membutuhkan waktu untuk istirahat.

"Temen mana yang lo maksud?"

"Temen yang semepet gue certain ke lo kalo dia lagi berobat di Singapura."

"Separah itu?" Tiba-tiba Bintang bertanya dari belakang mereka, membuat Angga dan Sandi refleks membalikkan tubuh mereka.

"Ginjalnya bocor gara-gara kecelakaan 3 tahun lalu." Angga menjawab dengan nada rendah.

Sandi dan Bintang terdiam. Mereka tau 3 tahun lalu Angga sempat mengalami kecelakaan motor yang membuatnya hampir kehilangan nyawa, mereka juga tahu kalau saat kecelakaan tunggal itu Angga membawa teman perempuannya. Tapi mereka tidak menyangka jika ternyata dampaknya bisa sampai seperti ini.

"Terus sekarang gimana?" Sandi pensaran.

"Ya di rumah sakit, kambuh gara-gara kebodohan gue kemarin."

Bintang menaikkan kedua alisnya tanda ia meminta Angga untuk memperjelas apa yang ia ucapkan.

"Kemarin gue nurutin kemauan dia buat makan di restoran Jepang, gue nggak tau kalo dampak dari makanan yang masuk ke perut dia bakal jadi kayak gini," jelas Angga membuat kedua temannya mengangguk.

Sandi menepuk pundak Angga dengan prihatin, diikuti Bintang yang juga melakukan apa yang Sandi lakukan.

"Tenang, gue nggak papa," ujar Angga dengan senyum simpulnya yang khas.

Senyum di bibir Bintang juga ikut terbit meskipun hanya segaris. "Kelas kuy," ajak Bintang yang diangguki oleh kedua sahabatnya.

Sampai di kelas, Sandi langsung dihadiahi oleh pukulan rotan dari pegangan sapu. Membuatnya sedikit meringis dan melotot pada sang pelaku, tapi pelototan itu langsung berganti menjadi tatapan ramah saat dia melihat keberadaan Salwa yang sedang mengobrol dengan salah satu siswi di pojok kelasnya.

"Piket anjir jangan malah ngeliatin orang lain," kesal perempuan itu sambil melemparkan sapu yang tadi ia gunakan untuk memukul Sandi.

Dengan semangat 45, Sandi menerima sapu itu dan mulai berjalan ke belakang untuk menyapu bagian sana.

"Duhh, rajinnya Sandi kalo bagian piket," puji Angga saat paham kalau Sandi piket karena ada Salwa di kelasnya.

Salwa yang sedang mengobrol di sana langsung melihat ke arah Sandi yang sedang menyapu dengan mata yang tak lepas melihat kearahnya.

Piket adalah kegiatan membersihkan kelas paling memuakkan bagi hampir seluruh siswa. Biasanya Sandi akan kabur dan memilih diam di perpustakaan jika ketua kelasnya menyuruh piket. Ya, ketua kelas IPA 1 memang perempuan. Perempuan bermulut bawel dengan tenaga seperti laki-laki.

"Harus rajin dong, kan udah siap jadi suami idaman. Ya nggak Put?" Kedua alis Sandi naik turun.

Salwa berdecih. "Suami idaman modal nyapu doang," ejek Salwa membuat Sandi nyengir kuda. "Gue balik ke kelas dulu," pamit Salwa pada teman yang tadi ia ajak ngobrol.

Gengsi {completed}Where stories live. Discover now