32. Selamat Berpulang

Start from the beginning
                                    

"Rindu.. aku ingin bergabung dengan komunitas orang itu. Orang kuat yang bisa menyambut kepulangan dengan baik."

"Kenapa?"

"Kenapa apanya?"

"Kenapa ingin menyambut kepulangan?"

"Karena kepulangan bukan hal mengerikan. Untuk beberapa hal, kadang kepulangan perlu dirayakan."

"Dirayakan? Maksudnya diberi ucapan selamat? Aneh." Rindu mulai tidak paham dengan cara pikir Radit.

Radit terkekeh. "Oh, ya. Kamu bisa praktekan itu, ketika waktunya tiba. Misalnya, kalo aku duluan yang pergi. Kamu jangan lupa beri selamat."

"Enggak, deh. Gak mau. Kita bareng-bareng aja. Biar nanti sama-sama ngucapinnya."

"Mana bisa, Rindu."

"Bisa. Pokoknya, aku mau minta sama Tuhan."

Percakapan hari itu seperti sejarah. Sejarah yang terjadi dihari ini. Kejadian yang mungkin, Rindu akan mengingatnya sampai kapanpun. Bahkan, dari sejarah itu, akhirnya, ia mengatakan 'selamat berpulang' pada Radit yang sebenarnya, tidak ingin ia ucapkan.

☔☔☔

Sore yang cerah. Cuaca yang bagus untuk upacara kepulangan. Praditya Dylan. Ia dibawa kembali pulang kerumahnya. Kini, untuk sementara waktu, Rumah itu menjadi Rumah duka.

Para tetangga baru datang setelah ambulans membawa Radit pulang. Bahkan kini, jenazahnya ada ditengah-tengah mereka. Ditutupi oleh kain. Bundanya sendiri masih tidak sanggup. Rasanya, ini masih tidak nyata. Radit nya, tidak mungkin secepat ini meninggalkannya.

Mata nya masih mengarah pada Raditnya, dengan pipi yang sudah begitu basah. Dengan Al-Qur'an kecil yang dipegangnya, namun masih tidak sanggup ketika harus membacanya. Membacakan satu buah surat untuk kepulangan putra nya.

Kini, Ira mulai mempertanyakan hidupnya. Apa yang akan ia lakukan setelah kepergian Radit. Kepergian yang sungguh tidak diharapkan. Rasanya ini terlalu mendadak. Padahal tidak. Radit pasti senang karena akan bertemu ayahnya. Lalu bagaimana dengan dirinya? Apa yang akan ia lakukan ketika ia harus tinggal sendiri di bumi? Radit, tidak pernah memberi tau caranya.

Sedangkan Rindu kini berada di kamar Radit. Sambil masih mendengar suara orang-orang yang mengaji untuk Radit. Ia menatap kamar ini kosong. Ya, memang kosong. Pemiliknya telah berpulang. Ada begitu banyak hal yang ingin ia ucapkan. Tapi sungguh, ia tidak sanggup. Lidahnya begitu kelu. Hanya air mata yang jadi responnya.

Rindu duduk dimeja belajar Radit. Membenahi buku-buku Radit. "Saat kamu buka mata nanti, mungkin kamu akan sadar. Bahwa dunia bukan lagi tempat terindah untuk kamu tinggal." ucapnya didalam hati.

"Mungkin, dimensi lain itu akan membuatmu jatuh cinta."

"Sekarang, aku harus hidup dengan bagaimana? Masih ada banyak janji yang belum ku tepati." Kemudian Rindu bangkit setelah buku-buku itu berhasil tersusun rapi.

"Tolong! Tolong jangan bawa Radit dulu! Tolong! Aku masih belum rela. Radit pasti bangun. Radit pasti bangun.." Ira memohon sambil memeluk Radit nya, karena harus segera dimakamkan.

Rindu: Puisi Praditya Dylan [END]Where stories live. Discover now