Versi Novel Part 4

175 29 0
                                    

Kamar Milo serbaputih, dengan sedikit furnitur dan interior yangdidesain minimalis. Ruangan itu terkesan lebih luas karena menggunakan lemari tipe builtin.

Milo duduk di pojok ruangan, di sofa single yang berwarna senada dengan dinding, tengah menyaksikan video Mauve yang meng-cover dance milik grup Korea BTS.

Sesekali dia tersenyum, tak sadar sudah hampir menonton semua video yang diunggah Mauve. Dia berhenti menonton kala langit sudah menggelap.

Sebagai anak pemilik toko di BSD City yang menyediakan bahan bangunan dari lantai hingga atap, Milo selalu kesepian, tetapi sudah terbiasa. Orangtuanya terlalu sibuk, jarang di rumah, dan kakaknya kuliah di luar negeri. Hanya dia sendirian di rumah mewah yang memiliki fasilitas gym, lapangan basket, dan kolam renang itu. Sudah terbiasa dengan keheningan, Milo jadi tak terbiasa dengan kebisingan.

Namun, pada hari pertama sekolah, Mauve terus mengganggunya. Anehnya, sesampai di rumah, Milo malah penasaran dan akhir­ nya mencari kanal YouTube Mauve.

Milo beranjak mengambil kunci mobil dan pergi ke McDonald's untuk membeli menu favoritnya, Happy Meals. Dia suka mendapatkan hadiah meski sudah memiliki lebih dari satu untuk tiap seri. Kadang, dia memberikan hadiah yang dia dapatkan begitu saja kepada anak­anak yang dia temui. Menyenangkan rasanya bisa melihat senyum girang para bocah itu.

"Milo! Ya ampun, enggak nyangka gue ketemu lo di sini! Astaga!" seru Mauve hingga pengunjung lain melirik ke arahnya.

Namun, Milo yang memakai AirPods diam saja sambil menikmati burger. Dia baru menyadari kehadiran si Speaker Berjalan saat Mauve duduk di kursi kosong di hadapannya. Milo menatap Mauve tanpa ekspresi.

"Lo ngapain sendirian di sini?"

"Makan," jawab Milo, melepas sebelah AirPods­nya, takut cewek itu akan mulai berteriak jika tidak dia ladeni.

"Iya, tahu, tapi ngapain di sini sendirian?"

"Makan."

"Iya, makan, tapi kok bisa sampai sini? Kan jauh banget dari ru­mah lo. Sendirian pula."

"Lo tahu rumah gue?" Milo menatap cewek itu curiga.

"Enggak, sih, asal tebak aja."

"Bohong."

Mauve menyengir, memamerkan giginya yang rapi dan kecil-kecil. Itu separuh benar. Dia sekadar menebak karena pernah melihat Milo turun di halte TransJakarta. Begini­-begini, dia bukan seorang penguntit.

"Gue temenin, ya?"

"Gue udah selesai."

"Temenin gue kalau gitu." Mauve menarik kaus Milo, mencegah cowok itu beranjak.

"Enggak ada waktu."

"Temenin, please! Lagian, burger lo juga belum abis. Nih, gue bagi mainan gue, deh."

Mauve menyerahkan hadiah Happy Meals yang dia dapat. "Lo suka ngumpulin ini, 'kan?"

Milo menaikkan sebelah alisnya. "Tahu dari mana? Lo beneran mata­ matain gue selama ini?"

"Gue nebak aja. Kalau orang dewasa pesen Happy Meals, pasti karena ngumpulin hadiahnya." Mauve mengedipkan mata, menggoda.

Milo masih menatap curiga.

"Serius, gue enggak bohong. Soalnya gue beli ini juga karena suka mainannya."

"Terus ngapain lo kasih gue?"

"Dibanding lo, mainan kecil ini enggak lebih berharga."

Kata­-kata Mauve mengingatkan Milo kepada kata-katanya sendiri saat bersama Leta. Milo menghela napas panjang, kesal karena teringat lagi kepada sahabatnya itu. Tahu akan menyesal begini, lebih baik dia mengiakan saja tawaran Leta untuk berpura­pura pacaran waktu itu.

Taken SlowlyWhere stories live. Discover now