8

1.4K 345 16
                                    

Home sweet home. Apa itu? Mauve merebahkan dirinya di kasur setelah pulang sekolah. Baru saja sampai rumah dia sudah ingin pergi lagi. Tak ada yang memarik sama sekali di rumah. Tak ada kehangatan, tak ada suara kehidupan.

Mauve mengeraskan volume speakernya lebih keras sampai suara ketukan pintu tak terdengar. Lagu Boy With Luv memenuhi kamar minimalis serba ungu. Tak banyak barang meski Mauve cewek dan penggemar Kpop. Semua barang koleksinya ada di ruangan tersendiri.

Musik tiba-tiba berhenti, Mauve menoleh ke arah Revan yang melipat tangan menatapnya. Malas sekali Mauve meladeni kembarannya. Dia tak berkomentar, bangun dari posisinya menancapkan lagi sambungan listrik yang Revan cabut. Memanggil google dan menyalakan musik lagi secara otomatis.

"Kamu punya pacar?" tanya Revan setelah mencabut colokan listrik dan menghalangi Mauve menancapkan lagi.

"Bukan urusan Kak Revan."

"Sekolah aja berantakan, sekarang punya pacar? Mau jadi apa?"

Mauve menghela napas. "Mau jadi apapun asal nggak deket Kak Revan. Udah sana keluar, jangan ngatur-ngatur." Mauve mendorong Revan keluar kamar dengan ekkuatan penuh karena kembarannya itu terlalu kuat.

"Sampai Kakak tahu kamu punya pacar, awas aja."

"Nggak usah ngancem-ngancem. Urusin aja itu ujian nasional biar dapet juara satu tingkat nasional. Siapa tahu bisa jadi presiden," ucap Mauve lalu menutup pintu dengan keras.

Suasana hatinya memburuk seketika. Revan selalu saja mengaturnya untuk hal yang tak penting. Tapi tak pernah ada saat dia membutuhkan. Di sekolah saja Revan tak mau mengenalnya. Karena itu Mauve benci kembarannya.

Selalu jadi makhluk kasat mata di rumah karena Revan selalu menonjol dalam segala hal. Tapi lama kelamaan Mauve terbiasa dan menyukai hal itu. Dia jadi bisa melakukan banyak hal yang dia sukai tanpa dituntut apapun oleh orangtuanya. Hanya saja Revan terkadang suka mengatur padahal orangtuanya sangat membebaskannya.

Ingin keluar rumah tapi tiba-tiba hujan datang padahal ini bulan Juli. Mauve membenci hujan membuatnya sulit beraktifitas di luar. Andai dia memiliki mobil pasti dia sudah melanglang buana saat ini.

Mauve membuka connecting door yang menghubungkan dengan ruangan sebelah kamarnya yang berisi merchandise BTS. Dia mengambil satu mainan yang mengingatkannya pada Milo. Sebenarnya dia bukan pengoleksi merchandise Happy Meals tapi dia punya satu merchandise yang dia dapatkan dari Milo.

Antrian cukup panjang, Mauve menatap antrian dengan tatapan lesu. Dia sangat lapar sampai melihat orang yang antri saja terasa kabur. Tiba-tiba ada cowok berseragam sama dengannya memberikan nampan yang dibawa padanya.

"Ini buat lo aja."

"Hah?" Mauve bingung sekaligus menatap tak percaya. Dia bertemu cowok cinta pandangan pertamanya lagi.

"Belum gue makan. Lo lihat, kan gue baru keluar dari antrian."

"Tapi..." Mauve masih bingung dengan nampan yang sudah pindah ke tangannya. Dia melirik nametag di dada Milo. Ingin ketawa tapi dia tahan. Seperti nama susu cokelat.

"Buat lo aja gue...." Belum selesai Milo bicara, cewek cantik tiba-tiba menarik Milo.

"Buruan, Milo. Ntar gue telat!" seru cewek berseragam sama dengannya.

"Iya, iya," ucap Milo. "Tolong jangan dibuang. Kalau lo nggak suka kasih orang aja," ucap Milo kini pada Mauve.

Mana mungkin Mauve membuangnya. Dia tersenyum sesekali saat menyantap burger nikmat tanpa harus antri panjang. Dia bertekad akan mencari tahu cowok tampan yang memberinya burger, penyelamatnya dikala dia nyaris pingsan kelaparan, dan cowok yang sama yang pernah menolongnya di bus Trans. Dia bahagia kini tahu nama cowok itu, Milo.

Taken SlowlyWhere stories live. Discover now