16

1.4K 366 39
                                    

"Lo jadi mau pulang naik taksi?" tanya Meta.

"Nggak, gue dijemput."

"Dijemput siapa? Taksi online?"

"Ah, iya. Gue pesen taksi online," jawab Mauve yang langsung cerah ceria akhirnya menemukan alasan yang masuk akal. Dia heran kenapa tak menemukan alasan semudah itu sejak tadi.

"Harusnya lo pulang bareng Saka aja. Malem-malem naik taksi online bahaya," ucap Meta. "Udah lo biarin aja abangnya jalan nganter tanpa lo. Lo pulang bareng Saka aja atau bareng gue."

"Nggak apa, ini udah deket, kok. Tuh, mobilnya dateng. Makasih ya, udah pada nemenin gue nunggu."

"Lo yakin itu mobilnya?" tanya Bimo yang takjub ada mobil Mercedes Benz C-Class dijadikan taksi online. Rasanya sangat tidak mungkin.

"Lo dijemput siapa?" tanya Meta berbisik.

"Gue pulang duluan ya temen-temen. Bye bye," ucap Mauve mengabaikan pertanyaan Meta, buru-buru lari masuk ke dalam mobil. Dia tak mau menjelaskan apapun karena belum menemukan jawaban yang paling tepat. Dia akan memikirkannya nanti malam.

Di dalam mobil Revan menahan tawa melihat wajah Mauve yang pucat dan terlihat panik.

"Puas?" teriak Mauve seraya memukul-mukul lengan Revan. Kembarannya tak bisa lagi menahan tawa membuat Mauve semakin emosi.

"Gimana ini besok jelasinnya? Pasti aku besok ditanya-tanya. Mana ada taksi online pakai mobil bagus gini. Nenek-nenek jompo juga nggak akan percaya."

"Kenapa? Pacarmu cemburu?"

"Mana ada. Orangnya udah pulang."

"Ck, cowok apaan modelan begitu? Aku nggak setuju."

"Nggak setuju juga nggak pa-pa lagian dia juga nggak suka sama aku," ucap Mauve dengan nada pasrah. Tak ada yang perlu dipusingkan jika kembarannya tak setuju.

"Nggak suka ngapai pacaran?"

"Yang bilang pacaran kan Kak Revan."

Revan tertawa lagi lalu mengacak-acak rambut Mauve. "Jadi kamu cinta sendirian? Kasihan bener."

"Nggak cinta juga. Cuma suka aja. Tapi nggak tahu, sih, ini cinta apa suka. Cuma aku kan orangnya nggak bisa ngelewatin kalau ada tantangan." Mauve cengengesan.

Sebenernya meski tertarik pada pandangan pertama dengan Milo, dia sendiri tak paham dengan perasaannya. Entah suka atau sudah cinta. Kadang kesal, cemburu, tapi dia masih bisa enjoy dengan hidupnya. Bukan yang terus terpuruk meratapi kesedihan karena tahu rasa sukanya bertepuk sebelah tangan.

Tapi makin lama Mauve mengenal Milo, dia jadi tertarik untuk membuktikan dia juga bisa pintar, dan bisa lebih dari Shaleta -cewek yang disukai Milo. Mauve yang berjiwa bebas sangat menyukai tantangan.

"Nyesel aku khawatir," gumam Revan.

"Kak, Mc. D yuk! Laper. Kesel ditinggal pulang duluan bikin aku laper."

"Hm..."

****

Milo gelisah di dalam mobil bersama Shaleta. Dia memikirkan Mauve yang dia tinggalkan begitu saja. Mendapat telepon dari Shaleta dia melupakan Mauve yang berangkat bersamanya. Dia sungguh menyesal. Apalagi setelah mendapat kabar dari Bimo bahwa Mauve pulang dengan cowok. Milo yakin cowok itu adalah cowok yang menjawab teleponnya.

Taken SlowlyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang