22

1.5K 393 22
                                    

"Lolo tahu nggak?" tanya Mauve yang masih menenteng tas di dalam kelas. Tak langsung duduk di kursinya melainkan mengikuti ke meja Milo.

"Apa?" balas Milo dengan wajah badmood yang tak bisa disembunyikan. Siap mengenakan earpodsnya.

"Sini gue bisikin." Mauve mendekati telinga Milo tapi cowok berbintang Aries itu menjauhkan kepalanya.

"Ih, jangan jauh-jauh."

Mauve kembali menunduk, mendekat ke telinga Milo tapi Bimo dengan sengaja mendorong Mauve hingga dia tak sengaja mencium Milo. Kaget keduanya membatu, tangan Mauve yang berpegangan pada Milo mendadak tremor.

Tawa Bimo dan yang lain menyadarkan mereka yang masih kaku di tempat. Mauve buru-buru duduk dan Milo langsung memasang earpodsnya.

"Pagi-pagi udah nempel-nempel. Awas CCTV," seru Bimo meledek.

"Bimo!" teriak Mauve. "Nggak lucu!" Mauve menjejakkan kakinya cukup keras kemudian pergi.

"Wah, wah. Vee marah, tuh!" Saka mendorong-dorong Bimo yang langsung terdiam. Tak menyangka reaksi Mauve akan seperti itu. Harusnya Mauve senang dia memberi kesempatan, pikir Bimo.

Milo pun menyusul Mauve. Ingin cuek tapi dia tak bisa berdiam diri. Dia melirik Bimo dan menggelengkan kepala pelan, menyayangkan tindakan Bimo yang berlebihan.

Tangan kanan Milo memyentuh pipinya yang tak sengaja merasakan bibir Mauve. Sekejap tapi sensasinya tak bisa dijabarkan. Milo mencari-cari keberadaan Mauve yang melesat secepat kilat di sekolah yang super luas. Dia bingung tempat mana yang sekiranya akan Mauve datangi.

Milo menuju toilet, menunggu cukup lama tapi dia tak juga melihat Mauve keluar. Dia justru melihat Mauve yang melintas dari arah kantin. Milo mendekati dengan langkah pelan sembari memperhatikan Mauve.

"Lolo."

"Dari mana?"

"Kantin beli roti pisang."

"Kantin?" ulang Milo tak percaya.

"Iya, kantin. Kenapa?"

"Lo bukannya tadi marah sama Bimo?"

"Emang."

"Terus apa hubungannya sama ke kantin?" tanya Milo masih tak bisa memahami Mauve.

"Nggak ada. Gue emang mau ke kantin beli roti pisang soalnya laper. Tadi nggak sarapan," jawab Mauve, santai tak merasa bersalah membuat Milo menyusulnya. "Pisangnya buat Lolo, ya?"

"Nggak mau," jawab Milo yang menahan diri atas ulah Mauve yang abnormal baginya.

"Tadi tuh gue mau bisikin kalau pacar gue itu Lolo. Pengen ngelucu malah Bimo ngeselin. Kan gue jdi gagal ngelucu," gerutu Mauve.

Spheecless seketika Milo mendengar penuturan Mauve. Apalagi melihat gaya bicara Mauve yang kelewat santai seolah mencium pipinya itu bukan hal luar biasa. Padahal dia saja sampai menahan napas, kaget, dan jantungnya berpacu cepat.

***

Anak-anak heboh setelah bel pulang sekolah berbunyi lantaran Senin depan ujian dimulai. Ada panik tak menyangka ujian di depan mata, ada yang sudah siap untuk menghadapi perang, bahkan ada yang sudah merencanakan liburan. Sementara Mauve jadi bagian yang panik karena kali ini taruhannya bukan hanya soal nilai tapi status hubunganny dengan Milo.

Walaupun Milo tak mengiyakan taruhan yang dia buat tetapi jika dia bisa masuk sepuluh besar maka dia punya amunisi untuk mendekati Milo. Dia punya kebanggaan seperti Shaleta yang pintar.

"Mau pulang bareng nggak?" tanya Milo yang sudah memakai hoodie putihnya dan menenteng tas hitam.

"Eh, mau-mau," jawab Mauve kaget karena sedikit melamun.

Taken SlowlyWhere stories live. Discover now