13

1.4K 363 40
                                    

Sepulang sekolah Mauve menuju toko alat tulis. Dia membeli notebook daily planner dan weekly planner. Sejak merasakan nikmatnya berangkat pagi tanpa terburu-buru dan santai tanpa ketakutan bel masuk berbunyi, dia berencana mengatur waktunya. Dia akan mulai membagi waktu untuk main dan belajar.

Dia baru menyadari rajin ternyata tak sesulit itu. Susah di awal tapi santai kemudian. Dia menyesal kenapa baru sekarang dia memulai. Dari dulu dia selalu memilih kabur saat dipaksa belajar atau melakukan hal yang berhubungan dengan sekolah. Dia lebih suka main dan menghabiskan waktu di luar rumah.

Mauve menggerakkan kepalanya mengikuti irama musik yang keluar dari airpodsnya. Dia gemas sendiri melihat notebook dengan motif yang lucu-lucu. Dia bingung menimang-nimang ingin memilih yang mana. Dia juga membeli stiker dan spidol warna-warni untuk mempercantik notebooknya. Walaupun dia banyak teman tapi dia lebih suka pergi sendiri. Jadi dia tak merasa terbebani jika dia ingin berlama-lama di toko alat tulis.

Mauve sembunyi saat melihat Milo bersama Shaleta. Mengintip dari balik rak buku. Bagaimana bisa dua sejoli itu juga ada di sini? Dia mengira Milo pergi dengan Saka.

Mauve memilih menghindar karena tahu jika di maju ke medan perang sekarang, Milo tetap akan memilih Shaleta bukan dirinya. Dadanya mendadak nyeri menyadari kenyataan dia hanya bayangan. Dengan perlahan dia menuju kasir ingin segera pergi tapi Shaleta memergokinya. Meski tidak saling kenal tetap saja Mauve tidak bisa pura-pura tidak tahu. Dia pun tersenyum tipis pada Shaleta.

"Milo di sana," ucap Shaleta, ramah.

"Oh ya. Gue duluan," balas Mauve canggung. Gila saja berhadapan dengan saingan yang tetap welcome padanya. Rasanya kalah telak meski Shaleta tak berbuat apa-apa. Ingin menangis di pojokan.

Saat mengantri di kasir Mauve merenung. Tak seharusnya dia memusuhi Shaleta. Bukan salah Shaleta jika Milo menyukai cewek itu. Salah Mauve sendiri yang menyukai cowok yang sudah punya gebetan. Meski tak bisa disebut gebetan tapi Mauve tahu Milo cinta mati dengan Shaleta.

"Semuanya seratus dua puluh delapan lima ratus."

"Kak."

"Oh, ya. Ini."

Mauve kehilangan konsentrasi, dia masih berpikir banyak hal saat ke luar toko. Hari ini dia seolah mendapat hidayah, dari pentingnya rajin sampai soal Shaleta. Selama ini hidupnya kacau sekali jika dipikirkan.

"Vee."

Mauve menoleh saat namanya di panggil. Milo dan Shaleta berjalan ke arahnya. Dia berharap bisa menggunakan jurus ninja dan menghilang. Mauve ingin menangis melihat mereka yang tampak serasi.

"Kata Leta lo nyariin gue."

"Nggak, kok. Gue duluan, ya."

"Gue nggak sengaja kok ketemu Leta di sini."

"Oh gitu. Gue duluan ya, buru-buru. Dah..." Mauve mengambil langkah seribu tapi Milo mengejarnya.

"Eh, tunggu. Lo nanti latihan dance?" Milo meraih tangan Mauve.

"Ya, gue mau ngatur jadwal latihan. Soalnya gue nggak bisa tiap hari sekarang."

"Kenapa?" tanya Milo.

"Gue mau belajar biar gue jadi pinter biar bisa jadi pacar Lolo beneran." Mauve melirik tangannya yang masih dipegang Milo lalu melirik Shaleta yang menyusulnya.

"Sorry," ucap Milo seraya melepas tangan Mauve.

"Kenapa Lolo tanya latihan nggak? Lolo mau ikut?"

"Nggak, tanya aja."

"Nggak boleh kalau cuma tanya aja. Nanti ikut, ya? Nanti gue ajarin."

Taken SlowlyWhere stories live. Discover now